Artikel

Renungan

WANITA DALAM INJIL LUKAS

Dipublikasikan tanggal 18 October 2019

WANITA DALAM INJIL LUKAS

Benarkah Lukas Penulis Feminis?

Pada tahun 1997 Michelle Guiness menulis sebuah buku yang berjudul “Is God Good for Women”? Harus diakui bahwa peran wanita dalam kehidupan menggereja selalu dinomorduakan. Dominasi pria di dalam Kitab Suci sangat kentara. Kitab Suci melukiskan bagaimana seorang wanita bernama Hawa membawa dosa ke dalam dunia. Mayoritas tokoh Kitab Suci adalah pria, dan hanya tiga kitab memiliki nama wanita, yaitu Rut, Ester dan Yudit. Kitab Putra Sirakh bahkan memuat sebuah ayat yang sangat tendensius, “Kejahatan laki-laki lebih baik daripada kebajikan perempuan, dan perempuanlah yang mendatangkan malu dan nista” (Sir 42:14).

Sepanjang sejarah dominasi pria telah membentuk Gereja sedemikian patriarkal. Padahal, kehadiran wanita dalam hidup menggereja baik dalam misa maupun ibadah di lingkungan jauh melebihi pria. Lihat saja proporsi wanita dalam kepengurusan dewan paroki. Harus diakui bahwa kepemimpinan Gereja masih didominasi oleh kaum Adam.

Lukas sering dianggap sebagai penulis kitab yang paling feminis. Dua bab pertama dari injil Lukas mengundang sidang pembaca terhadap dunia wanita. Lukas menyajikan teks-teks tentang wanita jauh melebihi penulis injil lainnya. Hal ini disebabkan karena Lukas menaruh perhatian terhadap orang-orang yang “tersingkirkan” dalam masyarakat Yahudi pada saat itu, antara lain wanita dan orang-orang miskin.

Pemuridan Wanita dalam Injil Lukas

Injil Lukas adalan “Injil Perjalanan” karena sebagian besar menceritakan tentang perjalanan Yesus dari Galilea ke Yerusalem (Luk 9:51-19:41). Para wanita ikut dalam perjalanan ini dan mereka setia mengikuti Yesus sampai di kayu salib. Dalam bab 8 Lukas memperkenalkan para wanita yang mengikuti Yesus, yakni Maria Magdalena, Yohana, dan Susana. Para wanita ini melayani rombongan Yesus dengan kekayaan mereka.

Para wanita dijadikan murid Yesus lewat penyembuhan, misalnya Maria Magdalena yang diibebaskan dari tujuh roh jahat. Tema perjalanan dalam Injil Lukas juga menggambarkan perjalanan para wanita dari kelompok yang tersisihkan menjadi bagian dari komunitas Kristus. Dalam bab 8 juga diceritakan bagaimana seorang perempuan yang sakit pendarahan “dibawa” mendekat Kristus, sedangkan Yairus kepala rumah ibadat “dibuat menunggu”. Lukas 13:10-17 menceritakan tentang Yesus pada hari Sabat menyembuhkan seorang perempuan yang dirasuk roh. Ketika kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, Yesus menegaskan bahwa perempuan yang diikat oleh Iblis ini harus disembuhkan karena ia adalah “keturunan Abraham”.

Mulai dari awal Injilnya, wanita nampaknya melakukan “perjalanan”. Perjanjian baru diwartakan pertama kali kepada wanita, demikian pula halnya dengan kebangkitan Kristus. Maka, dapat dikatakan bahwa peran wanita sangat penting dalam “melahirkan” Kerajaan Allah.

Benarkah Lukas Penulis Feminis?

Meskipun Lukas mulai mengangkat peran wanita dalam injilnya, domisili wanita belum beranjak jauh dari rumah. Kabar malaikat Gabriel kepada Zakaria terjadi di Bait Allah, tempat kerja Zakaria, sedangkan kabar kepada Maria terjadi di rumah. Wanita dipanggil untuk melayani, misalnya ibu mertua Simon Petrus (Luk 4:39). Pengertian tentang “melayani” tentu saja mencakup pekerjaan-pekerjaan domestik seperti melayani makan pria dalam rombongan Yesus.

Dalam kisahnya tentang Maria Magdalena, Lukas nampaknya bukan feminis. Peran Maria Magdalena dan wanita-wanita lain tenggelam dibandingkan dengan peran para rasul. Kesakian para wanita tidak dipercaya (Luk 24:11). Bahkan peran Maria Magdalena hilang dari pena Lukas dalam kitabnya yang kedua, Kisah Para Rasul. Tidak dapat dilewatkan kisah seorang perempuan berdosa yang mengurapi kaki Yesus dengan minyak wangi dan menyekanya dengan rambutnya.

Wanita Bukan Warga Kelas Dua di Mata Yesus

Perempuan Berdosa Mengurapi Kaki Yesus

Maria – Murid, Nabi, Bunda

Banyak ahli menafsirkan bahwa kabar baik tentang kelahiran Yesus merupakan pengutusan Maria sebagai murid yang pertama. Dia menjawab “Ya” terhadap pengutusan itu. Nama Maria mengingatkan kita pada Miryam, kakak Musa, yang terlibat dalam upaya membebaskan bangsa Yahudi dari perbudakan di Mesir. Sebagai model pemuridan Maria mengajarkan banyak hal kepada kita, misalnya keberanian dan komitmen untuk “membayar harga” dari sebuah pemuridan. Kita dapat membayangkan kejinya hukuman rajam untuk wanita yang kedapatan mengandung tanpa suami.

Perjumpaan Maria dengan Elisabet mendorong Maria untuk bernubuat tentang kerajaan Allah dalam lagu pujiannya Magnificat. Dengan tegas dia bernubuat, “… mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia” (Luk 1:48). Maria menubuatkan sebuah revolusi budaya yang membela kaum miskin, sebuah tatanan masyarakat yang baru. Melalu Maria, sejarah nampaknya akan mengalami perubahan.

Maria yang mengandung dalam kidung pujiannya mengakui bahwa Allah adalah Juruselamatnya. Dengan demikian, Lukas mengasosiasikan keselamatan dengan kelahiran Yesus. Maria dinaungi oleh Roh Kudus, mengandung, dan mewartakan tentang kerajaan Allah. Ketika dia melahirkan Yesus, malaikat mewartakan kepada para gembala bahwa telah lahir Juruselamat. Untuk melahirkan, Maria dan Yosef harus melakukan perjalanan ke Betlehem karena wajib melakukan cacah jiwa. Perjalanan ini merupakan perjalanan Maria yang kedua, setelah kunjungannya ke rumah Elisabet. Dua perjalanan ini menggemakan tema tulisan Lukas, yakni perjalanan. Maria merupakan satu-satunya manusia yang hadir pada saat kelahiran dan kematian Yesus.

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa Lukas menampilkan sebuah agenda feminis pada zamannya, melalui kisah Maria, di mana Lukas memberi wanita hak untuk “bersuara”. Pemuridan para wanita mewarnai injil Lukas. Para wanita berani mengambil risiko, bernubuat dan mewartakan tengang kerajaan Allah, sementara pria “melarikan diri” dari Yesus. Wanita menjadi bahagian dalam komunitas Kristus dan mereka diceritakan memberikan sumbangsih yang besar dalam pewartaan Injil.

Para Wanita Mengambil Risiko dalam Mengikuti Yesus