GEREJA HARUS PERHATIKAN PENYANDANG DOWN SYNDROME

Dipublikasikan tanggal 01 April 2017

GEREJA HARUS PERHATIKAN PENYANDANG DOWN SYNDROME

Dalam rangka memperingati hari Down syndrome sedunia, Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Jakarta (Komsos KAJ) bekerja sama dengan Seksi Komunikasi Sosial se-Dekenat Utara menggelar Seminar Down syndrome bertema “Down syndrome, Bersama Kita Peduli!” (Memahami dan Meniadakan Jarak antara Awam dan Penyadang Down syndrome).

Kegiatan yang berlangsung di Gereja St Yohanes Bosco, Danau Sunter, Jakarta Utara itu dihadiri 250 peserta dari 23 paroki-paroki di KAJ dan 50 penyandang down syndrome, yang mayoritas anak-anak dari Komunitas Lovely Hands, Ikatan Syndrome Down Indonesia (ISDI) dan SLB C Dian Grahita.  Sebelum seminar dan talk show dimulai, mereka unjuk kebolehan menari dan memainkan alat musik.   Hadir pula 28 mudika Bosco yang terjun langsung melayani anak-anak saat mereka makan siang dan saat mereka belajar ketrampilan membuat berbagai hiasan dari kertas daur ulang.

Salah satu dari anak-anak ini, Intan Sartika Tasmaan  mengaku senang ikut pentas, membawakan tarian Kicir-Kicir.  “Aku seneng bisa ikut nari, aku juga pernah juga nari di depan presiden,” tukas Intan yang juga umat Gereja St. Laurensius, Alam Sutera, Tangerang. Intan tidak hanya bisa menari.  Ia juga bisa memasak nasi, menggoreng telur, menyanyi, dan melukis. Apa yang dilakukan Intan menjadi bukti bahwa orang-orang down syndrome mampu beraktifitas layaknya orang normal, bahkan bisa berprestasi.

                                                                                                Intan Sartika Tasmaan

Adil dan Peduli

Dalam sambutannya, Pastor Harry Sulistyo Pr, Ketua Komisi Komsos KAJ mengajak umat Katolik untuk memberikan perhatian  dan dukungan kepada orang-orang down syndrome.  Hal yang sama juga disampaikan Vikjen Keuskupan Agung Jakarta, Pastor Alexius Andang L. Binawan SJ.  Ia mengimbau agar gereja memberikan perhatian kepada orang-orang down syndrome. “Saat ini perhatian gereja (kepada orang-orang down syndrome) belum sungguh-sungguh. Melalui acara ini diharap semoga gereja bisa memberi perhatian sungguh-sungguh kepada orang-orang down syndrome,” kata Pastor Andang.

Seminar tersebut menghadirkan pembicara , antara lain Pendiri ISDI  dan SLB C Dian Grahita Maisi A. Wiriadi, Anastasia Tjia Khien Nio dari ISDI, Kepala SLB C Dian Grahita Sr M. Joanni FSGM, dan Ketua Komunitas Lovely Hands Paroki Danau Sunter Maria Regine Lanneke Alexander. 

Maisi A. Wiriadi berbagi pengalamannya membesarkan anak down syndrome. Mengetahui kondisi anaknya, Intan Sartika Tasmaan menyandang down syndrome, Maisi bertekad mendirikan SLB C Dian Grahita. “Anak saya Intan Sartika yang tadi ikut nari. Saya tidak pernah malu membawa dia ke tempat umum, seperti mall dan gereja. Saya juga selalu libatkan Intan dalam mengambil keputusan supaya dia terbiasa,” terang Maisi. Maisi memperlakukan Intan layaknya orang normal. Melalui pengalamannya itu, Maisi ingin berharap masyarakat tidak lagi mengucilkan orang-orang down syndrome.

Melalui seminar tersebut, Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Jakarta dan Seksi Komunikasi Sosial se-Dekenat Utara ingin mengingatkan sekaligus mengajak masyarakat untuk bersama-sama peduli kepada para down syndrome. Tidak lagi menciptakan jarak dengan para penyandang down syndrome, dengan memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada mereka.

“Semoga acara ini dapat menambah wawasan sekaligus menjawab pertanyaan yang mungkin kita tidak ketahui tentang down syndrome. Selain itu kita bisa lebih bersikap peduli, adil, dan tidak membuat jarak dengan penyandang down syndrome, sesuai dengan tema APP: Amalkan Pancasila: Makin Adil, Makin Beradab,” ujar Indra Markin, selaku Ketua Panitia. Artikel : "/mps"