Pentingnya Pendidikan Dalam Keluarga

Dipublikasikan tanggal 10 December 2010

Jakarta, 10 Desember 2010.

Kepada keluarga-keluarga kristiani

Se-Keuskupan Agung Jakarta

di tempat
                                                                                      
Salam damai dalam kasih Keluarga Kudus Yesus, Maria dan Yosep.

Perjumpaan kali ini saya awali dengan kutipan dari Kitab Hukum Kanonik mengenai perkawinan. Disana dikatakan,”Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen” (KHK Kanon 1055).

Ajaran Gereja mengenai arti, tujuan dan sakramentalitas perkawinan sebenarnya sangat jelas dalam kutipan diatas. Perkawinan diartikan sebagai sebuah perjanjian antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk persekutuan seluruh hidup. Sebagaimana dalam sebuah perjanjian, segi personal sangat mendapat tekanan, demikian juga dalam perkawinan sebagai sebuah perjanjian.

Sedangkan terkait dengan tujuan sebuah perkawinan, sekurang-kurangnya disebutkan tiga tujuan pokok. Pertama, kesejahteraan suami-isteri. Kedua, kelahiran anak. Ketiga, pendidikan anak. Ini berarti, secara mendasar perkawinan terarah pada tercapainya kehidupan suami-isteri yang bahagia. Tetapi kebahagiaan suami-isteri tersebut mempunyai ciri terbuka bagi hadirnya anak di dalam kehidupan mereka. Dan setiap anak yang lahir mesti mendapat pendidikan yang memadai bagi pertumbuhan dan perkembangannya.

Mengapa perkawinan harus bersifat terbuka terhadap anak? Bukankah tujuan pokok perkawinan ialah kesejahteraan suami-isteri? Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya menegaskan bahwa melahirkan anak merupakan sesuatu yang suci. Di dalamnya manusia mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah. Secara sederhana bisa dikatakan demikian: supaya seorang anak lahir ke muka bumi ini, maka kerjasama suami-isteri sangat menentukan. Tetapi perlu digarisbawahi, bahwa mengandung kemudian melahirkan seorang anak pada dasarnya merupakan awal karya suami-isteri dalam bekerjasama dengan Allah dalam karya penciptaan.

Ini berarti, sesudah seorang anak lahir ke muka bumi ini, maka orangtua terus menerus berusaha untuk memelihara, menjaga, melindungi, membantu anaknya dengan berbagai cara untuk makin bertumbuh mencapai kedewasaan. Kelangsungan hidup anak tak hanya diteruskan melalui kelahiran tetapi juga dalam pendidikan.

Konsili Vatikan II, saat berbicara mengenai perkawinan dan hidup berkeluarga memberikan tekanan mengenai pentingnya pendidikan di dalam keluarga. Apa yang sangat diperlukan untuk mendukung hal ini adalah komunikasi hati, kesepakatan orang tua, dan kerjasama orangtua dalam pendidikan anak-anak. Kehadiran seorang ayah dalam keluarga sangat membantu anak-anak dalam pertumbuhannya. Seorang ibu yang rajin tanpa mengeluh mengurus kebutuhan anak-anaknya memberikan jaminan bagi perkembangan anak-anaknya.

Betapa sangat disayangkan, jika karena kesibukan di luar rumah, suami-isteri yang menjadi ayah dan ibu melupakan hal yang sangat penting dan mendasar ini. Menyaksikan seorang anak yang terus menerus menangis karena tidak dipeluk sang pembantu tentu merupakan kenyataan yang menyedihkan. Suatu ketika, saya benar-benar merasa tersentuh hati menyaksikan seorang anak umur dua tahunan yang menangis karena digendong ayahnya. Sementara begitu sang pembantu menggendongnya, anak kecil itu langsung berhenti menangis.

Tugas dan tanggungjawab orangtua dalam pendidikan anak-anaknya, tak terbatas pada pemenuhan kebutuhan dalam rangka mengembangkan kemampuan intelektual anak. Mencari biaya untuk pendidikan anak adalah sesuatu yang mulia. Berlomba-lomba mencari sekolah dengan predikat internasional adalah sesuatu yang baik. Menjamin biaya pendidikan anak di masa depan dengan memikirkan asuransi pendidikan adalah sesuatu yang bijaksana. Seiring dengan itu, harus disadari bahwa pendidikan yang berikan orang tua mesti menjangkau seluruh segi kehidupan anak.

Apa yang saya maksudkan ialah: pendidikan yang semestinya diperhatikan oleh orang tua terhadap anak-anaknya harus menyentuh banyak aspek. Orang tua mendidik anak-anaknya untuk makin bertumbuh secara intelektual, fisik, emosional, afektif, moral, sosial, spiritual. Anak-anak dibantu supaya menjadi anak yang cerdas. Selain itu, pertumbuhan dan keselamatan fisiknya harus diperhatikan. Membantu anak menyeberang jalan menurut saya merupakan bentuk sederhana dari sikap orang tua dalam menjaga keselamatan fisik anaknya. Lebih lagi, anak-anak dibantu untuk peka terhadap kebutuhan orang lain. Dan itu mengandaikan seorang anak bertumbuh dalam menata emosi, afeksi dan kemampuan sosialnnya.

Sebagaimana Bapa Yusuf dan Bunda Maria bergembira karena kelahiran Yesus, semoga pasangan suami-isteri bergembira karena kelahiran anak-anak mereka. dengan demikian menyadari tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik yang pertama dan utama. SELAMAT NATAL 2010 DAN TAHUN BARU 2011.

Sampai jumpa pada edisi mendatang.

Salam dalam nama Keluarga Kudus, Yesus, Maria dan Yosep

Rm. Ignas Tari, MSF.

Komisi Kerasulan Keluarga KAJ.

Surat keluarga pada bulan ini dilengkapi dengan suplemen mengenai Lansia dari Komisi Kesehatan KAJ bekerjasama dengan Komisi Kerasulan Keluarga KAJ. Topik mengenai Lansia kami sajikan kepada keluarga-keluarga sebab keberadaan Lansia di dalam keluarga merupakan saksi adanya masa yang lalu dan bisa menjadi sumber kebijaksanaan hidup bagi kita semua untuk masa depan. Selengkapnya mengenai Lansia, bisa Anda simak dalam tulisan dr Murcuanto D. Sp KJ. berikut ini:

Definisi Lansia:
”MENUA” (= menjadi tua= aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan memperta-ankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang dideritanya”. (Constantinides, 1994). (diambil dari buku Geriatri, Boedhi Darmojo.Edisi ke 4.FKUI.).
 
Dengan demikian, secara alamiah, manuisa secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk, makin banyaknya kerusakan sel2nya di organnya, yang disebut sebagai ”penyakit degeneratif” (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes mellitus, perlu memakai kaca mata, engsel kaki sakit, punggung sakit dan membungkuk dan kanker), yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti stroke, kelumpuhan salah satu tangan / kakinya, infark (kerusakan sel) otot jantung, koma karena kencing manis, menyebarnya sel2 kanker, dsb.). Jadi tampaknya, adanya proses ”Ausnya” sel2 organ manuisa tadi. Bahasan ini mengenai organ atau sel; dan tidak belum membahas tentang kejiwaan orang tadi, yang mungkin masih segar dan penuh semangat atau pun sudah ”Loyo”.
Proses menua itu merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor yang saling berkaitan.
Perlu diketahui bersama bahwa, salah satu Tolak Ukur Kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari harapan hidup penduduknya. Dengan perkembangan kemajuan kesejahteraan penduduknya yang cukup baik, maka makin tinggi harapan hidupnya (yang diproyeksi-kan dapat mencapai umur lebih tinggi dari 70 tahun pada tahun 2020.)
Disinilah terlihat bahwa adanya kemajuan Nilai Kesehatan, akan ikut memegang peranan penting, agar orang bisa berusia panjang.
TEORI-TEORI PROSES MENUA.

  1. Teori ”Genetic Clock”
  2. Teori Mutasi Somatik.
  3. Rusaknya Sistem Imum Tubuh.
  4. Teori Menua akibat Metabolisme.
  5. Kerusakan sel akibat radikal bebas. 

Ad. 1. Teori ”Genetic Clock”. Teori ini mengambarkan bahwa Menua telah terprogram secara genetik untuk setiap species. Termasuk manusia. Setiap species, di dalam inti selnya sepertinya mempunyai jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu (berganti sel). Jam ini akan menghitung sendiri replikasi sel, dan akan berhenti sendiri bila tak diputar lagi atau baterainya habis. Jadi menurut teori ini akan pasti berhenti sendiri. Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu tertentu dengan pengaruh dari obat dan peninkatan mutu kesehatan; atau bisa dicegah untuk waktu tertentu. Setiap species mempunyai jangkan sendiri seperti kura-kura bisa berumr 170 tahun  Manusia dikatakan bisa 116 tahun.
Asal nilai kesehatan dijaga dan dipelihara mutunya.
Ad  2. Teori Mutasi Somatik. Teori ini mengambarkan adanya faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik, yang mempengaruhi proses menua.. Sudah diketahui oleh khalayak ramai bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur; dan sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemarnya zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik (dapat menimbulkan kanker) akan memperpanjang umur.
(hal ini dapat dilihat apa akibat perang dunia ke II.).
Ad  3.  Rusaknya sistem Imum Tubuh.
Denga bertambah usia, sel2 juga berkurang kemampuan bertahan. Kemudian timbulnya mutasi yang berulang atau perubahan protein dalam sel2, maka munculnya penurunan daya pertahanan dan daya serang “musuh” (sel kanker) maka manusia tersbut jadi cepat menuanya.
Ad  4. Teori menua akibat metabolisme.
Ternyata metabolisme yang terjaga dengan baik akanmemperpanjang umur. Begiu pula adanya gerak badan yang terprogram dengan baik juga mampu memperpanjang umur.
Maka dari itulah, suatu bukti bahwa ilmu kesehatan penting dalam mempelajarinya.
Ad  5. Kerusakn sel akibat Radikal Bebas. Radikal Bebas (RB) dapat terbentuk di alam bebas, dan didalam tubuh. Sebagai mata rantai pernafasan maka RB dapat terjadi. Namun dengan adanya makanan tertentu dan pola hidup sehat maka RB bisa ditangkalnya.

MENUA YANG SEHAT. Menjadi Tua tapi sehat.
Kita harus berupaya menjadi tua tetapi yang sehat (Healthy aging). Dengan demikian kita harus berupaya agar proses menua tadi tidak disertai adanya proses patologik (timbulnya banyak kerusakan sel organ dan gangguan).
Dengan pengertian ini maka marilah kita tingkat peningkatan mutu kesehatan (promotion), pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan kesehatan (rehabilitation). Serta kita pun mencegah pengaruh lingkungan yang tak baik serta berupaya memiliki cara hidup yang baik (Gaya Hidup atau Life Style).
Semua faktor yang sangat berpengaruh ini sering juga disebut sebagai faktor Risiko. Faktor risiko ini harus dicegah dan dikendalikan. Bila faktor Risiko lebih besar maka  proses menua lebih cepat tercipta dan timbulah gangguan (gangguan degeneratip), seperti penyakit Hipertensi, dementia (pikun), kencing manis, Osteoporoses (keropos tulang), Stroke, penyakit jantung dan sebagainya.
Marilah kita berupaya agar ”kita punya usia panjang dengan memiliki Arti (Makna) yang  berguna dan bahagia serta mandiri sejauh mungkin, dengan mempunyai kualitas hidup yang baik”.
Dengan memiliki Kasih dan kesetiaan kepada Tuhan dan banyak berbagi bagi sesama, semoga kita memiliki bahagia dan kemandirian yang berkualitas. God Bless us. Sampai jumpa pada edisi mendatang dengan tema: Lansia: Masalah Sosial dan Pencegahan Penyakit.
 
Dr. Murcuanto D, Sp KJ

Komisi Kesehatan KAJ