MENGATASI KONFLIK ANTAR SAUDARA

Dipublikasikan tanggal 06 September 2018

MENGATASI KONFLIK ANTAR SAUDARA

Pertemuan I BKS 2018

Tidak terasa kita sudah memasuki bulan September, Bulan Kitab Suci. Keuskupan Agung Jakarta menawarkan tema besar “Bersatu dalam Terang Firman”, yang terdiri dari empat sub tema, di mana sub tema pertama adalah “Mengatasi Konflik dalam Persaudaraan”. Sebagai bacaan disajikan beberapa teks dari Kitab Kejadian yang bercerita tentang kedua anak Ishak, yakni Esau dan Yakub.

Konflik antar saudara mungkin sudah menjadi hal yang sangat lazim. Dapat dikatakan bahwa konflik, termasuk konflik antar saudara merupakan kenyataan hidup. Ribka, istri Ishak hanya bersukacita sebentar saja setelah mengetahui bahwa dia mengandung. Ketika dia menyadari bahwa kedua bayi kembar dalam kandungannya saling „berkelahi“, dia pun sangat bersedih dan ingin mati saja. Satu hal dapat dipelajari di sini, adalah bahwa ketika saudara saling bertengkar satu sama lain, tentu saja yang paling bersedih adalah orang tua mereka.

Ketika Esau dan Yakub dilahirkan, memang nampak perbedaan antara keduanya. Esau kulitnya merah dan seluruh tubuhnya berbulu. Dia gemar berburu dan menjadi kesayangan ayahnya. Sebaliknya, Yakub adalah sosok pribadi yang tenang dan suka tinggal di kemah serta menjadi kesayangan ibunya. Dua hal yang kerap menjadi sumber konflik antar saudara adalah „perbedaan“ (pluralitas) dan „pilih kasih“.

Sebagai anak sulung Esau berhak memperoleh hak kesulungan. Hak kesulungan meliputi hak kepemimpinan dalam ibadah dan keluarga, bagian ganda dalam harta warisan (Ul 21:17), dan hak memperoleh berkat yang dijanjikan oleh Allah kepada Abraham. Namun, Esau menganggap remeh hak kesulungan dan menjualnya demi semangkuk sup kacang merah. Tindakan Esau merupakan tindakan yang sangat bodoh karena menunjukkan bahwa dia memandang rendah berkat-berkat Allah dan janji-janji-Nya. Karena sikapnya inilah, Tuhan lebih mengasihi Yakub (Kej 21:23b, bdk. Mal 1:2-3). Esau menjual hak kesulungannya di bawah sumpah. Tindakan Esau ini merupakan gambaran dari manusia pada zaman ini, yang lebih mengutamakan kenikmatan duniawi dan hal-hal fana daripada anugerah keselamatan dari Allah.

Ishak Memberkati Yakub sebagai Anak Sulung

Akhirnya dengan tipu daya dan persekongkolan antara Yakub dan Ribka, Ishak menurunkan berkat kepada Yakub, yang seharusnya untuk Esau. Esau menangis dan menaruh dendam terhadap Yakub (Kej 27:41). Karena itu, Yakub melarikan diri ke rumah pamannya Laban di Mesopotamia. Di sana Yakub mendapatkan dua orang istri dan dua orang gundik serta dua belas orang anak. Di samping itu, Yakub juga memperoleh banyak harta, sehingga menimbulkan kekesalan dari anak-anak Laban (Kej 31:1). Maka, Yakub pun harus meninggalkan rumah mertuanya. Kalau di Kanaan Yakub berkonflik dengan saudaranya Esau, di Mesopotamia dia berkonflik dengan mertua dan ipar-iparnya, kali ini karena masalah harta.

Yakub meninggalkan Kanaan selama dua puluh tahun. Kembali ke Kanaan berarti menemui kembali Esau. Menemui Esau tentu saja membutuhkan strategi yang jitu, mengingat kisah lalu di antara mereka. Yakub memerintahkan utusannya menemui Esau. Esau menerima pesan dari Yakub dan akan menyambutnya dengan 400 orang pengawal. Hal ini membuat Yakub tambah panik, sehingga dia mengatur siasat-siasat lain, misalnya dengan „menyogok“ Esau dan membagi rombongannya menjadi dua rombongan.

Yakub Bergumul dengan Malaikat Allah

Dalam situasi genting Yakub bergumul dengan malaikat Allah di tempat penyeberangan sungai Yabok sampai fajar menyingsing. Sejak saat itu namanya diganti oleh malaikat Allah menjadi Israel. Pergumulan dengan Allah menjadi titik balik dalam kehidupan Yakub. Kalau sebelumnya Yakub adalah seorang yang terbiasa dengan tipu-menipu, dengan siasat dan strategi, kini dia menyadari bahwa dia harus menyelesaikan masalah dengan cara lain.

Tentu saja Yakub masih cemas menghadapi pertemuan dengan Esau. Ia mengatur strategi membentuk urutan kelompok keluarganya. Ia menempatkan budak-budak perempuan beserta anak-anak mereka di muka, Lea beserta anak-anaknya di belakang mereka, dan Rahel beserta Yusuf di belakang sekali. Lalu, Yakub maju ke hadapan Esau dengan sujud menyembah sampai ke tanah tujuh kali.

Tindakan Yakub sangat dipahami oleh Esau. Esau berlari menemui adiknya, mendekapnya, memeluk lehernya dan menciumnya. Mereka pun bertangis-tangisan dan hal itu menadakan bahwa mereka sudah saling memaafkan. Antara Esau dan Yakub terjadi rekonsiliasi antar saudara.

Yakub Berdamai dengan Esau

Ada beberapa hal dapat menjadi permenungan dalam teks-teks tentang konflik Esau dan Yakub. Pertama, rekonsiliasi merupakan sebuah perjalanan. Yakub berpisah dari Esau selama dua puluh tahun dan dua puluh tahun itu dia lewati dengan banyak tantangan. Perjalanan ini melambangkan proses menuju rekonsiliasi di mana manusia harus mencoba memandang konflik dengan kaca mata yang berbeda. Pada saat berdamai dengan Esau, Yakub mengakui bahwa melihat muka Esau serasa melihat wajah Allah (Kej 33:10). Itu adalah buah dari sebuah proses atau perjalanan menuju rekonsiliasi di mana orang-orang yang tidak disukai akhirnya dapat dipahami dengan cara yang berbeda.

Kedua, rekonsiliasi adalah perjumpaan. Yakub dikisahkan bersujud menyembah Esau sebagai tanda kerendahan hatinya.  Esau digambarkan berlari mendapatkan Yakub, mendekap, memeluk leher dan mencium adiknya. Hal-hal ini mustahil dapat dilakukan apabila pihak-pihak yang berkonflik tidak mau bertemu satu sama lain. Maka, kita harus siap menerima dengan baik segala bentuk ungkapan perdamaian dari orang lain.

Ketiga, pluralitas atau kebhinnekaan yang tadinya merupakan sumber konflik ternyata merupakan sumber kekuatan. Baik Esau maupun Yakub mendapatkan banyak berkat (Kej 33:9). Meskipun setelah perjumpaan ini Esau dan Yakub kembali berpisah (Kej 33:16-17), mereka berpisah dalam keadaan damai. Kej 35:29 mengisahkan bagaimana kedua bersaudara itu hadir dalam pemakaman Ishak (Kej 35:29).

Penyelesaian konflik bisa bermacam-macam. Penyelesaian pertama adalah mengalah, hal ini biasa terjadi apabila pihak kuat berkonflik dengan pihak lemah. Penyelesaian kedua adalah bertarung sampai penghabisan, dan ini terjadi ketika konflik terjadi antara dua pihak yang sama-sama kuat. Kitab Suci menawarkan bentuk penyelesaian yang lain, win-win solution di mana kedua belah pihak yang bertikai sama-sama diuntungkan.