KISAH MARIA DAN MARTA

Dipublikasikan tanggal 21 July 2019

KISAH MARIA DAN MARTA

Mencari Keiintiman dengan Allah di tengah Kesibukan Dunia

Bacaan Injil hari ini sungguh fenomenal. Dalam perjalanan ke Yerusalem Yesus singgah di rumah keluarga yang sangat dikasihi-Nya, keluarga Maria, Marta, dan Lazarus (Luk 10:38-42). Dalam kisah ini tidak diceritakan tentang Lazarus, yang dibangkitkan oleh Yesus (Yoh 11:1-57). Dari pagi hari tidak henti renungan tentang teks ini diunggah ke media-media sosial. Kebanyakan renungan menyajikan tafsir tradisional, di mana Yesus diyakini menegur Marta, yang mewakili umat manusia yang “sok sibuk” dan memuji Maria, yang mewakili umat manusia yang rajin berdoa dan membaca Kitab Suci. Ada renungan yang lebih moderat menyatakan bahwa teks ini bersama-sama dengan perikop sebelumnya tentang “Orang Samaria yang Murah Hati” (Luk 10:25-37) menegaskan bahwa baik pelayanan karitatif maupun pelayanan kontemplatif sama-sama penting di hadapan Tuhan.

Sesungguhnya, dunia yang sibuk ini nampaknya tidak memungkinkan bahwa manusia hanya berlaku seperti Maria, yang setia setiap saat “duduk dekat kaki Tuhan dan mendengarkan perkataan-Nya” (Luk 10:39). Para pastor pun sekarang dilatih untuk menjadi “manager” dengan pelbagai pembekalan di bidang keuangan, manajerial pastoral, hukum dan lain-lain. Apakah dapat dikatakan bahwa seorang ibu yang setia melayani keluarganya “kalah kudus” dibandingkan dengan seorang pewarta Sabda atau katekis? Tentu saja tidak! Apakah pelayanan seksi PSE “kalah penting” dibandingkan dengan seksi KKS? Kita sudah mengetahui jawabannya dengan pasti.

Sekiranya saja, apabila Maria dan Marta sama-sama duduk dekat kaki Yesus dan mendengarkan sabda-Nya, apa yang bakal terjadi? Beberapa saat kemudian, perut Yesus pasti bunyi keroncongan, sementara makanan belum tersaji. Kita harus memahami bahwa menjamu tamu nampaknya menjadi sebuah “keharusan” bagi masyarakat Yahudi pada saat itu. Hal ini menjadi jelas dalam bacaan pertama hari ini yang diambil dari Kej 18:1-10a, yang mengisahkan tentang bagaimana Abraham menjamu tiga orang tamunya dengan sangat baik.

Lalu di mana letak kesalahan Marta? Pertama, dia tidak menyadari bahwa dia dapat menjalin keintiman dengan Tuhan apabila dia masuk ke ruang tamu dan mendengarkan perkataan Yesus bersama Maria. Kedua, pikiran Marta hanya dan terlalu terbebani dengan hal-hal tertentu saja, mungkin segala masalah dapur dan tetek bengeknya. Kita dapat membayangkan kalau kita bertamu di rumah seorang teman, lalu ditinggalkan sendiri di ruang tamu dan tuan rumah sibuk di dapur, meskipun demi menyiapkan santapan untuk kita. Tentu kita merasa tidak nyaman, namun hal itulah yang dilakukan Marta terhadap Yesus!

Kita dapat membayangkan keadaan Yesus pada hari itu. Dia pasti lelah karena melakukan perjalanan jauh dari Galilea ke Yudea. Apalagi perjalanan ini akan berakhir di Yerusalem di mana Yesus akan menjalankan sengsara sampai wafat. Maria “memilih bagian yang terbaik” (Luk 10:42) dengan menjadi tuan rumah yang setia mendengarkan tamunya. Di injil Yohanes bahkan dicatat bahwa Maria mengurapi kaki Yesus dengan minyak narwastu murni dan menyekanya dengan rambutnya (Yoh 12:1-8). Maria berhasil menunjukkan kasihnya yang tulus dan agung kepada Tuhan.

Kalau demikian apa yang harus kita lakukan? Hidup kita jelas dunia Marta. Peran Marta mengisi lembaran hidup kita di tempat pekerjaan, tempat belajar, di rumah dan di mana pun juga. Lalu, apa yang salah? Patut dicamkan, bahwa peran Marta lupa mengatur kesetimbangan antara pekerjaan dan ibadah. Dan itulah peran yang diambil oleh Maria. Maka, kehidupan kita di dunia ini harus memiliki dua dimensi yang seimbang. Kita harus hidup di dunia Marta dengan memiliki hati Maria. Itulah bagian yang terbaik, yang “tidak akan diambil dari kita” (Luk 10:42).

Selamat melewati hari Minggu penuh berkat.