MENGHAYATI SPIRITUALITAS LEKTOR DALAM ORDO LECTIONUM MISSAE

Dipublikasikan tanggal 17 January 2020

Menghayati Spiritualitas Lektor dalam Ordo Lectionum Missae

Pelatihan perdana Lektor Lektris Paroki Sunter angkatan ke-5 sudah dimulai pada Rabu 15 Januari 2020 pukul 19.30 bertempat di Pondok Paroki. Puluhan peserta yang turut hadir adalah perwakilan dari lingkungan dan wilayah juga para alumni dari angkatan 1 sampai angkatan 4. Dalam pembekalan perdana tersebut, RD. Hieronimus Sridanto Nataantaka Ariwibowo diundang sebagai narasumber pertama dalam rangkaian pelatihan Lektor Lektris ini yang akan berlangsung hingga 19 Februari 2020.

Mengawali penjelasan materi mengenai Menghayati Spritualitas Lektor dalam Ordo Lectionum Missae, Romo Sridanto mengatakan bahwa berdasarkan pada buku Ordo Lectionum Missae (OLM) yang diterbitkan pada 25 Mei 1969 dan direvisi pada 21 Januari 1981, di bagian pengantar tertulis: Sabda Allah harus dimaklumkan dan diwartakan tidak hanya dalam perayaan tetapi juga lewat kesaksian hidup harian. Jadi seorang lektor/ lektris bukanlah seorang pembaca untuk diri sendiri, melainkan bisa dikatakan seperti publik figur sehingga perilaku, tutur kata, cara berpakaian sehari- hari seorang lektor/ lektris perlu diperhatikan, segala sesuatu dapat menjadi perhatian dan bahan pembicaraan umat. Seorang lektor/ lektris diharapkan dapat membuat teks mati yang dibacanya menjadi hidup.

Dalam sejarahnya, yang dapat menjadi seorang lektor adalah seorang frater (calon imam) yang disebut frater akolit, mereka dapat membacakan isi Alkitab kecuali bacaan Injil Sinoptik dan Yohanes. Sejak Konsili Vatikan II jabatan lektor dapat diberikan hanya kepada kaum pria awam sampai dengan terbitnya OLM, sejak itu lektor tidak lagi membedakan gender.

Spritualitas Ordo Lectionum Missae:

  1. Menempatkan sabda sebagai pusat hidup para pelayan liturgi.
  2. Cencus Catholicus- sehati seperasaan dengan gereja dalam bacaan misa kalender liturgi.
  3. Kesaksian hidup yang mencerminkan sabda Allah.
  4. Spiritualitas memaklumkan, mendengarkan dan menyaksikan Berita Sukacita penuh rasa syukur demi persatuan dan persaudaraan sejati.

Bacaan- bacaan Kitab Suci dan nyanyian tanggapannya merupakan bagian pokok dari Liturgi Sabda dalam perayaan Ekaristi (n.11). Oleh karena itu bacaan- bacaan dalam Liturgi Sabda tidak boleh dihilangkan atau dikurangi apalagi digantikan dengan bacaan- bacaan lain yang bukan berasal dari Kitab Suci (n.12).

Bacaan Injil merupakan puncak dari Liturgi Sabda, sehingga Evangeliarium digunakan dalam perarakan maupun pemakluman Injil. Hanya petugas khusus (yang tertahbis) yang dapat memaklumkan Injil. Penyampaian firman Allah kepada umat melalui bacaan- bacaan akan sangat tertolong oleh cara pembaca membawakannya yakni dengan nyaring, jelas dan penuh penghayatan ( n.14)

Mimbar Sabda dikhususkan untuk bacaan- bacaan, Mazmur Tanggapan, Pujian Paskah, boleh juga untuk pembawa homili dan ujud-ujud doa umat, tetapi bukan untuk komentator, solis atau dirigen (n.32-34).

Demikian pula buku- buku bacaan hendaknya yang layak, anggun dan indah, tidak boleh diganti dengan edaran-edaran pastoral lain yang sebenarnya disusun untuk bahan persiapan atau renungan pribadi (n.36-37). Sikap umat pada waktu bacaan adalah mendengarkan firman Tuhan, tidak membaca teks pada waktu bacaan Kitab Suci dibacakan, melainkan umat dapat membacanya sebelum misa dimulai.

Hari ini Kristus terus bersabda. Namun, kita tidak mendengar suara-Nya. Tetapi kita mendengar kata-kata dibaca oleh lektor. Pada akhirnya yang penting adalah bukan suara tapi kata dan apa pesannya. Lektor hanya merupakan instrumen/ alat yang digunakan Kristus untuk mengkomunikasikan pewartaannya.

Melalui pelayanan lektor, kita tidak hanya mendengar suara pembaca, tetapi kita mendengarkan firman Kristus. Para petugas harus mempersiapkan diri sebaik mungkin lewat persiapan rohani (biblis dan liturgis) juga persiapan teknis.

Menjawab pertanyaan seorang peserta mengenai lektor/ lektris yang tidak berlatih terlebih dahulu sebelum bertugas, Romo Sridanto menjelaskan bahwa jika kita mau melayani Tuhan maka kita harus memberikan yang terbaik untuk Tuhan, bagaimana caranya memberikan yang terbaik? Yaitu dengan mengikuti pelatihan, pembekalan, dan persiapan diri baik rohani maupun teknis. Mengambil contoh Kain dan Habel, hanya persembahan terbaik dari Habel yang berkenan kepada Tuhan.

Semoga dengan adanya pelatihan lektor/ lektris angkatan ke-5 ini, maka para lektor/ lektris yang bertugas semakin berkualitas sehingga dapat membantu umat Paroki Sunter untuk dapat mendengarkan firman Tuhan dengan lebih baik lagi sehingga iman umat juga semakin bertambah.

Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus( Roma 10:17).

Artikel : SH