YERUSALEM MANAKAH AKU

Dipublikasikan tanggal 13 April 2022

 YERUSALEM MANAKAH AKU?

Minggu Palma yang berlangsung pada 10 April 2022 menjadi pintu gerbang bagi kita untuk memasuki Pekan Suci. Perayaan Ekaristi di Paroki Sunter dalam masa pandemi ini berlangsung di 2 lokasi yaitu di Aula St Hendrikus dan Aula St Paulus. Seperti di tahun 2021, daun-daun Palma yang sudah dicuci dan dibersihkan serta sudah diberkati diletakkan pada kursi umat. Upacara pemberkatan daun-daun Palma dilakukan oleh Pastor Marselinus Salem Damanik OFMConv berlangsung pada 09 April 2022 pukul 08.30 di halaman Gereja St.Lukas Sunter.


Setiap tahun kita merayakan Minggu Palma, memperingati Tuhan Yesus memasuki  kota Yerusalem untuk menyelesaikan misiNya di dunia ini. Lalu apa yang dapat kita ambil untuk perenungan pribadi dari Minggu Palma tahun ini? Pastor Maksinimus Nepsa OFMConv mengajak kita untuk merenungkan apakah kita sudah mempersiapkan diri dengan baik untuk menyambut Yesus dalam hati kita? Dalam kotbah singkatnya, beliau mengatakan Yesus memasuki Yerusalem menjadi fokus perenungan kita saat ini.


Siapakah Yesus itu bagi kita? Apakah Ia hanya sekedar anak dari Ibu Maria dan Bapak Yosef? Apakah Ia hanya sekadar sebagai pembuat mujizat? Bukankah Yesus sangat pantas disebut sebagai Raja Damai? Karena memang Ia adalah pembawa damai. Bacaan Injil Lukas 19:28-40 yang kita dengarkan telah menceritakan bagaimana Yesus mengalami olok-olok, siksaan, hinaan namun Ia tidak melakukan perlawanan secara verbal sekalipun, apalagi perlawanan secara fisik. Yesus penuh dengan kelemahlembutan dan seorang pribadi yang rendah hati, seorang pribadi pembawa damai.

Kata Yerusalem sendiri berasal dari kata Ierousaleem, bisa diperdengarkan sebagai Yerusyalom, kata syalom yang berarti damai. Tetapi bisa juga Ierousaleem diplesetkan menjadi Yeruzalim yakni kota yang menolak kedatanganNya, zalim memiliki arti kejam, bengis. Jika diterjemahkan lebih mendalam, situasi syalom/damai itu identik dengan ketentraman, tenang, tidak ada permusuhan, dan tidak ada kerusuhan. Sedangkan sebaliknya, kezaliman itu menggambarkan situasi yang tidak berbelas kasih dan ketidakadilan.


Memang benar bahwa di Yerusalem sendiri terdapat 2 kelompok orang yaitu kelompok yang menerima kedatanganNya, mereka merasakan damai seperti para rasul dan orang-orang yang tidak menolak Yesus juga mereka yang menyambut Yesus di gerbang Yerusalem. Kelompok lain adalah mereka yang berlaku bengis, kejam dan zalim seperti ahli-ahli Taurat dan para pemimpin agama Yahudi.

Apakah 2 situasi Yerusalem tersebut ada dalam diri kita? Jawabannya adalah YA. Jika kita menerima Yesus, berperilaku adil dan mengusahakan perdamaian maka kita berada dalam situasi “Syalom”. Mungkin kita sudah menjadi Katolik selama puluhan tahun namun perilaku kita belum sebagai pembawa damai dalam kehidupan keluarga maupun dalam hidup bermasyarakat.

Ada seorang anak yang bermimpi tentang seekor singa putih dan singa hitam bertarung, saat anak itu terbangun dari tidur, ia bertanya kepada ibunya,” Bu, singa manakah yang akan menang? “ Lalu Sang Ibu memberi jawab dengan bijaksana, katanya,” tergantung, singa mana yang kau beri makan lebih banyak, dialah yang akan menang.”

Dalam setiap diri manusia ada potensi untuk berperilaku damai dan untuk berperilaku zalim, perilaku mana yang akan menang tergantung dari kita sendiri untuk lebih banyak memberi “makan” kepada kezaliman atau kedamaian. Selamat memasuki Pekan Suci! (santi)

Klik disini untuk foto-foto Minggu Palma