NASIONAL IS ME

Dipublikasikan tanggal 31 August 2022

Nasional is Me

Masih dalam rangka HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-77, acara Ngopi Bareng Fransiskan Vol.4 ini mengambil tema Nasional Is Me. Obrolan santai sambil minum kopi ini, dipandu oleh Rm.Justianus Bayu Aprianto OFMConv dihadiri oleh narasumber terpercaya dari umat Paroki Sunter sendiri yaitu Bapak Irhandi Ludiarto dan Ibu Suci Mayang Sari. Mengambil lokasi di Aula St.Hendrikus pada Jum’at 26 Agustus 2022 pukul 19.30-21.00 WIB, acara juga disiarkan secara daring melalui zoom.

Obrolan diawali dengan perkenalan para narasumber, Pak Irhandi sebagai tokoh umat Paroki Sunter, beliau aktif sebagai pengajar Kitab Suci, yang memiliki banyak pengalaman mengajar baik di lingkup dalam Paroki Sunter maupun di luar paroki. Ibu Suci Mayang adalah umat Paroki Sunter yang terlibat aktif dalam komunitas Prodiakon, beliau juga seorang politisi yang tergabung dalam Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan saat ini menjabat sebagai Bendahara Umum PSI. Perpaduan 2 narasumber ini sudah menggambarkan perwujudan dari tema obrolan itu sendiri yaitu Nasionalisme (Nasional Is Me), bagaimana dalam keseharian hidup dan pekerjaan mereka sebagai seorang yang 100% Katolik sekaligus 100% Indonesia.

Mengapa dipilih tema Nasional Is Me? Karena kita mau mengetahui bagaimana hidup berbangsa dan bernegara dalam terang iman Katolik.

Berikut adalah petikan dari obrolan di warung kopi Ajong (Kojong):

Rm Bayu: Apa yang dimaksud dengan kemerdekaan menurut Kitab Suci?

Pak Irhandi: Kemerdekaan menurut Injil Yohanes 8:36 “Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka”. Kutipan tersebut berarti sejak orang dibaptis maka ia dibebaskan dari dosa, baik itu dosa asal maupun dosa pribadi. Manusia terlalu lama berada di bawah kuk perhambaan dosa, jadi kalau merdeka artinya benar-benar merdeka, tidak ada lagi yang mengikat.

Ibu Suci Mayang: Merdeka itu artinya bebas. Bebas untuk bicara, bebas untuk menentukan pendapat, bebas untuk mendapatkan pendidikan dan informasi, juga bebas untuk mencari nafkah dan bebas untuk mengembangkan diri.

Lebih lanjut Pak Irhandi menjelaskan mengenai keinginan daging dan keinginan roh, karena kita hidup oleh roh maka kita harus dipimpin oleh Roh. Contoh: semua orang tahu bahwa membunuh atau mencuri itu salah tapi kenapa dilakukan? Untuk menghindari yang salah maka caranya adalah hidup kita dipimpin oleh Roh Kudus, jika aku hidup maka bukan aku lagi yang hidup tetapi Kristus yang hidup di dalamku.

Kemerdekaan Kristiani seperti yang tertulis dalam Galatia 5:13 bahwa kita telah dipanggil untuk merdeka, dan gunakanlah kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk melayani satu sama lain dalam kasih, itulah cara kita untuk mengisi kemerdekaan.


Obrolan berpindah ke Ibu Suci Mayang, beliau mengisahkan awal mula dirinya beserta suami terjun ke dunia politik di Indonesia. Beberapa tahun yang lalu, beliau dan suaminya menetap di Jerman, pada waktu ada kampanye pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Cagub dan Cawagub saat itu adalah Bapak Joko Widodo dan Bapak Basuki Tjahaja Purnama. Warga Negara Indonesia yang ada di Jerman pun turut berpartisipasi dan euforia pemilihan gubernur tersebut juga sampai di Jerman.

Ibu Mayang mengatakan bahwa kehidupan di negara maju seperti Jerman bisa jadi membosankan, karena tatanan kehidupan masyarakat sudah rapi tersusun dan berlangsung baik. Beliau pun sadar bahwa setiap hari sejak bangun tidur hidup kita sudah berkaitan dengan politik, yaitu saat menyalakan kran air, memasak dengan gas, menyalakan lampu listrik, dan sebagainya. Semua itu berakhir dengan tagihan air, tagihan listrik. Tinggal kita mau memilih orang lain yang menentukan hidup kita atau kita mau ikut serta menentukan hidup dan masa depan kita. Pemikiran itulah yang membuat Ibu Mayang dan suami hijrah kembali ke Indonesia dengan tujuan untuk ikut terlibat dalam menentukan masa depan Indonesia yang lebih adil dan sejahtera.

100% Katolik 100% Indonesia

Mengutip slogan dari Mgr. Soegijapranata SJ, 100% Katolik 100% Indonesia, para narasumber mengatakan mewujudkan slogan tersebut mudah tapi sulit di masa sekarang. Bila dilihat dari sejarahnya, Vatikan adalah termasuk salah satu negara awal yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Pak Irhandi mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan umat Katolik masa sekarang lebih berpusat pada Altar, namun sebenarnya yang menjadi cita-cita Mgr Soegija adalah orang-orang Katolik yang juga terlibat di masyarakat. Keuskupan Agung Jakarta juga menyarankan nama-nama gereja atau lingkungan sesuai lokasi daerah setelah itu barulah disebutkan nama santo santa pelindungnya. Contoh: Paroki Sunter-Gereja St.Lukas, Lingkungan Pengadilan – St.Petrus.


Mewujudkan Indonesia yang toleran pun masih menjadi tantangan dan belum tercapai walau Indonesia sudah merdeka 77 tahun.  Dengan maraknya politik identitas ataupun praktik kegiatan sosial yang berujung disebut sebagai Kristenisasi, justru umat Katolik diharapkan dapat bersikap seperti kisah orang Samaria yang baik hati di tengah masyarakat. Pada akhir kisah tersebut, Tuhan Yesus menanyakan siapakah yang disebut sesamaku manusia? Jawabannya adalah orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepada sesama, tidak disebut Orang Samaria. Ibu Mayang juga menambahkan masih ada 3 pekerjaan rumah (PR) di masa sekarang ini, yaitu Intolerasi, Korupsi dan Penegakan Hukum di Indonesia supaya tidak tebang pilih.  Sebagai politisi, terlebih memegang jabatan sebagai Bendahara Umum, Ibu Mayang pun seringkali mengalami godaan dan tantangan, namun tetap harus kuat iman, hidup sesuai dengan dorongan Roh Kudus untuk menghadapi tantangan duniawi.

Nasional Is Me

Sebagai penutup, Pak Irhandi menegaskan kembali, Indonesia merdeka sudah jelas pada 17 Agustus 1945, sebagai orang Katolik kita juga merdeka dari dosa asal dan dosa pribadi pada waktu pembaptisan. Namun masih ada kuk perhambaan. Jika sudah merdeka, jangan mau lagi dijajah. Penjajahan modern contohnya dalam bentuk kekerasan dan korupsi. Lihatlah sekeliling kita, mungkin masih ada sesama kita yang belum “merdeka” dan perlu kita bantu.

Sejalan dengan itu, Ibu Mayang mengatakan menjadi Indonesia adalah menjadi Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu. Menjadi orang Indonesia tidak terpaku pada domisili atau letak geografis saja, tetapi secara hati dan pikiran dimanapun kita berada tetap memikirkan Indonesia.

Mengakhiri acara Ngopi Bareng Fransiskan Vol.4, Rm Bayu memberikan kesimpulan bahwa kita diharapkan hidup bersama dalam masyarakat Indonesia melalui kebenaran, keadilan dan juga hidup dalam kasih. Acara Ngopi Bareng Fransiskan ini disponsori oleh Narasi Coffee, Kopi Ajong dan Chrislotelli, dan didukung oleh Yuhu Band yang beranggotakan Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Sunter dengan bintang tamu Rm. Maksinimus Nepsa OFMConv. (santi)