MENGAPA MARIA HARUS DIANGKAT KE SURGA?

Dipublikasikan tanggal 13 August 2023

MENGAPA MARIA HARUS DIANGKAT KE SURGA?

Memahami Ajaran Gereja dari Sudut Pandang Yahudi Kuno

Pada setiap tanggal 15 Agustus Gereja merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Dogma keempat tentang Bunda Maria ini dimaklumatkan pada tanggal 1 November 1950 oleh Paus Pius XII dalam konstitusi apostolik Munificentissimus Deus sebagai berikut “… Bunda Tuhan yang tak bernoda, Perawan Maria yang tetap perawan, setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi”. Gereja-gereja Timur menyebut peristiwa ini sebagai koimēsis” (κοίμησις) yang berarti “tidur”. Peristiwa Maria diangkat ke surga memang tidak tersurat dalam Kitab Suci. Bacaan liturgi menyajikan teks dari kitab Wahyu (Why 11:19a, 12:1-6a, 10ab) sebagai bacaan pertama dan kitab Lukas (Luk 1:39-56) sebagai bacaan Injil.


Kali ini kita akan membahas teks-teks ini untuk memahami makna dari peristiwa Maria diangkat ke surga. Kitab Wahyu mengisahkan tentang penampakan Bait Suci Allah yang di surga dan tabut perjanjian di dalamnya serta bunyi guruh menderu. Lalu tampaklah tanda besar di langit yakni seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. Ia sedang mengandung dan berteriak dalam kesakitan dan dalam derita untuk melahirkan. Kemudian dikisahkan bahwa ia melahirkan seorang Anak laki-laki yang akan menggembalakan semua bangsa dengan tongkat besi. Siapa perempuan ini? Para ahli Kitab Suci masih terbagi: ada yang meyakini bahwa perempuan ini adalah seorang individu, dan ada pula yang menafsirkannya sebagai sebuah kelompok. Mayoritas ahli menafsirkan perempuan itu sebagai umat Allah. Namun kita dapat menafsirkannya sebagai seorang individu apabila kita membaca teks itu dalam terang Perjanjian Lama. Dalam kitab Yesaya di tengah berkecamuknya perang Suriah Efraim Yesaya mengunjungi raja Ahas (Yes 7:10-25). Ahas harus meminta suatu tanda dari TUHAN, entah dari tempat sedalam dunia mati atau tempat setinggi langit. Meskipun Ahas menolak, Tuhan tetap memberikan tanda. Sesungguhnya, perempuan muda itu mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, serta menamainya Imanuel. Perhatikan bahwa ada tiga hal yang mirip antara kisah dalam kitab Wahyu dan kitab Yesaya: tanda, langit, perempuan, mengandung, dan melahirkan. Berarti dua teks ini berkaitan satu sama lain. Pada abad pertama penginjil Matius menafsirkan nubuat Yesaya (Yes 7:14) sebagai nubuat tentang kelahiran Mesias. Satu hal patut dicatat dan digarisbawahi: nubuat tentang kelahiran Mesias selalu dikaitkan dengan perempuan yang melahirkannya! Coba bandingkan dengan nubuat kelahiran Mesias di kitab Mikha (Mi 5:1-2). Dengan demikian, perempuan yang diceritakan pada Why 12:1 juga bisa mengacu kepada seorang individu, yaitu bunda Mesias.


Satu hal lagi yang cukup menarik, adalah bahwa perempuan itu memakai sebuah mahkota dari dua belas bintang di kepalanya. Kebiasaan dinasti Daud hanya menganugerahkan mahkota kepada raja dan ratu. Mesias sebagai Putra Daud tentu saja menyandang gelar raja. Namun, siapa ratu-Nya? Dalam dinasti Daud gelar ratu disandang oleh ibu suri, wanita yang memiliki otoritas yang kedua setelah raja. Dia diberi gelar “gebirah” dan merupakan perantara kepada raja yang amat berpengaruh. Hal itu dapat kita lihat dari peristiwa di mana Batsyeba menjadi perantara Adonia dan raja Salomo (1Raj 2:17-18). Karena Mesias adalah salah seorang Raja dalam dinasti Daud, maka sang ratu tentu saja ibu-Nya! Dan ibu Mesias tentu juga menjadi perantara yang berpengaruh.

Masih satu hal lagi yang tersisa: penampakan tabut perjanjian di dalam Bait Suci yang di surga. Tabut perjanjian adalah tempat bersemayam Tuhan di dunia. Di dalamnya terdapat tiga benda: buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun dan dua loh  batu berisi Firman. Penginjil Yohanes menyatakan bahwa Firman (yang adalah Allah) telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita (Yoh 1:14). Kali ini Allah Sang Firman memilih tubuh seorang perempuan sebagai tempat bersemayamnya. Sang Firman juga adalah Imam Agung dan roti yang turun dari surga. Di kitab 2 Samuel (2Sam 6:1-23) dikisahkan bagaimana raja Daud berupaya memindahkan tabut Allah ke Yerusalem. Daud berjalan dari Baale Yehuda (2Sam 6:2). Karena satu insiden Daud merasa tidak layak lagi menghadap tabut perjanjian dan dia berseru, “Bagaimana mungkin tabut TUHAN dapat sampai ke tempatku?” (2Sam 6:9). Namun, dia menari-nari di hadapan tabut (2Sam 6:14). Sebelum tiba di Yerusalem tabut itu sempat menyimpang ke rumah Obed-Edom dan berada di sana selama tiga bulan.

Kisah tentang tabut ini rupanya yang dikaitkan dengan bacaan Injil. Dikisahkan bahwa Maria bergegas menuju sebuah kota di pegunungan Yehuda (Luk 1:39). Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang ada di dalam rahimnya. Elisabet pun merasa dirinya tidak layak dan berseru, “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” (LUk 1:43) Dan, Maria tinggal kira-kira tiga bulan bersama Elisabet (Luk 1:56). Dari sini dapat disimpulkan, bahwa Maria adalah Tabut Baru. Sebagaimana Daud berkeinginan untuk memindahkan tabut ke Yerusalem, tentu saja Putra Daud atau Mesias juga berkeinginan untuk memindahkan tabut baru yakni ibu-Nya sendiri ke Yerusalem baru, Yerusalem surgawi. Maka, Maria “harus” diangkat ke surga.

Apa implikasi teologis dari peristiwa Maria diangkat ke surga untuk umat beriman? Katekismus Gereja Katolik  No. 966 menyatakan bahwa “ … Terangkatnya Perawan tersuci adalah satu keikutsertaan yang istimewa pada kebangkitan Puteranya dan satu antisipasi dari kebangkitan warga-warga Kristen yang lain.” Maria diangkat ke surga addalah antisipasi bagi semua umat beriman bahwa mereka pun pada gilirannya akan diangkat ke surga. 1Kor 6:19 menyatakan bahwa tubuh kita semua adalah Bait Roh Kudus yang tinggal di dalam kita. Bait Allah menjadi tempat bersemayam Allah di dunia karena ada tabut di dalam ruang mahakudus. Sekarang, Tabut itu sudah berada di surga.