MENANTIKAN KEDATANGAN RAJA YANG SOLIDER

Dipublikasikan tanggal 18 December 2023

MENANTIKAN KEDATANGAN RAJA YANG SOLIDER

Masa Adven 2023

Tak terasa kita sudah memasuki masa Adven tahun 2023 dan sebentar lagi kita akan merayakan hari raya Natal, hari kelahiran Yesus Kristus Sang Juruselamat. Kelahiran Yesus adalah bukti bahwa Allah peduli dan memperhatikan kondisi manusiawi kita. Allah solider pada ketidakberdayaan manusia. Dia ingin agar manusia terlepas dari belenggu kuasa dosa. Untuk itulah Dia mengutus Putera-Nya yang tunggal ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Yesus menjadi tanda solidaritas Allah pada manusia. 

Dari sisi perjalanan Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta, pada tahun 2024 kita akan memasuki tahun Solidaritas dan Subsidiaritas. Tahun 2024 adalah juga tahun politik untuk bangsa dan negara kita. Sebagai warganegara yang baik kita harus siap siaga untuk memastikan bahwa Pemilihan Umum 2024 dapat berjalan dengan lancar. Perbedaan pilihan tidak boleh menjadi hambatan, namun solidaritas dari semua pihak adalah kunci keberhasilan Pemilu. Tahun politik tentu saja penuh dengan perubahan situasi yang dinamis, sehingga solidaritas menjadi kata kunci untuk mengantisipasi kerawanan yang mungkin timbul akibat perbedaan pilihan.

Hari ini kita akan mengulas sedikit mengenai sebuah teks yang tertulis dalam surat Paulus kepada jemaat di Filipi (Flp 2:1-11). Teks ini dipilih menjadi bacaan yang direnungkan pada pertemuan minggu pertama masa Adven tahun ini. Nampaknya jemaat di Filipi menerima kedatangan guru-guru palsu sepeninggal Paulus. Paulus menyebut mereka sebagai “anjing-anjing, pekerja-pekerja jahat atau penyunat-penyunat”. Entah siapa mereka, mungkin mereka adalah orang-orang yang memaksakan aturan-aturan hukum seperti sunat sebagai syarat untuk memperoleh keselamatan. Seperti biasa setiap pendapat tentu saja mengundang pro dan kontra. Terjadi perbedaan pilihan dan perbedaan ini memicu perpecahan di tengah jemaat. 

Untuk itulah Paulus memberi nasihat kepada jemaat untuk tetap bersatu. Dia mengatakan supaya jemaat tetap “sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan” (Flp 2:2). Nasihat ini mungkin sedikit melayang di awang-awang, maka dia memberikan petunjuk konkret. Solidaritas di tengah jemaat dapat dilaksanakan apabila setiap orang “tidak mencari kepentingan sendiri atau pujian yang sia-sia (popularitas semu)”. Justru, manusia harus selalu “memelihara kerendahan hati” dan “menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri” (Flp 2:3). Dengan demikian, dia tidak hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, melainkan kepentingan orang lain pula (Flp 2:4).


Siapa yang pantas dijadikan teladan solidaritas? Dia tidak lain dan tidak bukan adalah Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah Allah, namun tidak mempertahankan kesetaraan-Nya dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan. Sebaliknya, Dia “mengosongkan diri” dan menjadi sama dengan manusia. Bukan hanya itu! Sebagai manusia, Dia rela mengambil rupa seorang hamba dan merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati di kayu salib (Flp 2: 6-8).

Kerendahan hati Yesus diganjar Allah dengan meninggikan Yesus. Dia dikaruniai nama di atas segala nama. Dalam nama Yesus segala makhluk bertekuk lutut dan segala lidah mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan (Flp 2:9-11). Di sini kita melihat bagaimana Yesus rela mengosongkan diri-Nya dari kodrat ilahi menjadi manusiawi dan sebagai manusia menjadi hamba dan sebagai hamba Dia rela mati dalam ketaatan kepada Allah. 

Dalam hal inilah kita tanpa ragu lagi menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah tokoh solidaritas yang patut selalu kita teladani. Dalam kodrat ilahi-Nya Dia memiliki segala kuasa, tetapi kuasa itu Dia gunakan untuk menjadi hamba, untuk melayani manusia. Pelayanan-Nya total sampai tetes darah yang penghabisan. Dia menganggap bahwa solidaritas pada manusia berada di atas segalanya. Dia, yang kelahiran-Nya akan kita peringati beberapa saat lagi, adalah Raja yang solider!

Sebaliknya, manusia yang berkuasa kerap memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan dirinya sendiri atau kelompoknya sendiri. Seorang pemimpin sejati tidak menganggap kekuasaannya sebagai milik yang dipertahankan karena kepentingan seluruh rakyat berada di atas segalanya. Untuk itulah, seorang pemimpin harus rela menjadi hamba dan pelayan bagi seluruh rakyat. Kalau perlu, dia harus rela mengorbankan segala sesuatu untuk rakyat yang dipimpinnya. 

Entah kebetulan atau tidak, hari Rabu Abu tahun 2024 bertepatan dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden. Mungkin melalui kebetulan ini, Allah ingin memberi petunjuk kepada kita agar menggunakan hak pilih dan berperan aktif dalam Pemilu 2024. Menggunakan hak pilih adalah wujud keterlibatan umat beriman sebagai warganegara yang baik. Hanya dengan keterlibatan semua warganegara dalam memilih pemimpinnya, kita akan memperoleh “penguasa yang berasal dari Allah, penguasa yang ditetapkan oleh Allah” (Rom 13:1). Selamat menjalankan bulan keluarga penuh berkat.