Bagaimanakah kekuatan cinta bekerja dalam kehidupan ini ?

Dipublikasikan tanggal 10 May 2011

Jakarta, 10 Mei 2011

Kepada keluarga-keluarga kristiani

Se-Keuskupan Agung Jakarta

di tempat

Salam damai dalam kasih Keluarga Kudus Yesus, Maria dan Yosep.

Ada sekian banyak kekuatan yang mendasari sebuah perkawinan. Salah satunya ialah kekuatan cinta? Tak ada kebahagiaan di dalam perkawian tanpa menemukan akarnya dalam cinta. Baru-baru ini saya berjumpa dengan seorang anak yang begitu sayang pada ibunya. Ketika ditanya mengapa dia begitu sayang pada ibunya? Anak itu menjawab,"Ada kekuatan luar biasa mengalir dari cinta ibunya. Sejak ayah meninggal, ibu bekerja keras memenuhi kebutuhan rumah tangga termasuk mengusahakan biaya pendidikan kami anak-anaknya. Ibu tak pernah mengeluh dalam membesarkan kami bertiga. Di tengah kesibukannya dalam bekerja ibu selalu memberikan waktu untuk kami anak-anaknya. Pernah dalam suatu kesempatan, kami bertanya, setelah ayah meninggal, mengapa ibu tidak menikah lagi? Dan ibu menjawab singkat,"Saya bahagia jika berhasil mendidik dan membesarkan kalian bertiga. Dan itu lebih daripada kalau saya menikah lagi".

Kata-kata sang ibu begitu mengukir dalam di hati sang anak. Baginya itulah kekuatan luar biasa yang mengalir dari cinta ibunya. Tak hanya dengan kata-kata sang ibu menyatakan dan mengalirkan kekuatan cinta kepada anak-anaknya. Tetapi lebih-lebih dengan sikapnya yang tak mudah mengeluh. Juga memberi waktu untuk ketiga anaknya. Semula sang anak merasa, bahwa apa yang dilakukan sang ibu merupakan sesuatu yang biasa. Begitulah seharusnya orang tua mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Tetapi ketika mereka beranjak dewasa, menjadi sarjana dan bekerja, barulah mereka sadar bahwa apa yang dilakukan sang ibu kepada mereka itulah cinta yang sesungguhnya. Sang ibu membiarkan anak-anak bertumbuh menjadi anak yang bebas berbicara dan mengeluarkan apa saja yang menyesakkan dada.

Cinta bukan sekedar perasaan senang karena memperoleh apa yang diinginkan. Cinta juga bukan sekedar merasa nyaman karena terlindungi. Kehadiran cinta dalam hubungan ibu-anak ini memungkinkan mereka terbuka satu sama lain. Bungkam dan menutup mulut merupakan salah satu tanda yang konkret terkurasnya cinta dalam relasi.

Di dalam perkawinan dan hidup berkeluarga, kehadiran cinta harus mendapat perhatian yang utama. Diperlukan waktu untuk mencintai. Kenyataan-kenyataan dalam hidup bersama seperti duduk bersantai di ruang keluarga, mengalihkan perhatian dari menekan tombol Hand Phone ke mata anak atau pasangan yang tengah bercerita merupakan bentuk-bentuk konkret dari sikap mencintai. Memberitahu anak atau pasangan yang mengalami kesepian bahwa dia tak sendiri juga merupakan bentuk sikap mencintai. Sikap seperti itu sangat membantu dalam mengungkapkan kepada anak atau pasangan bahwa dalam situasi apa pun mereka tak sendirian.

Cinta memang tak selalu mudah untuk dihayati. Kadang-kadang kehangatan cinta berubah menjadi dingin justeru dengan pribadi yang sebenarnya secara emosional begitu dekat. Pengalaman cinta yang sulit semacam itu meminta sikap yang bijaksana agar orang tidak mencari penghiburan yang semu. Cinta berarti berusaha karena adanya kemauan untuk menjadi hangat kembali betapa pun godaan untuk bersikap masa bodoh muncul.

Bagaimanakah kekuatan cinta bekerja dalam kehidupan ini? Cinta mengalir kepada orang lain melalui sentuhan, kata-kata yang meneguhkan dan memberikan semangat, pemberian diri,  melayani apa yang dibutuhkan, pandangan mata, nada suara, sikap yang lembut, waktu yang disediakan untuk mendengarkan atau duduk menemani dan lain sebagainya. Pada saat seseorang duduk bersama dengan diam dalam ruang keluarga, pada saat itu ada kekuatan cinta yang mengalir. Ada perasaan damai yang muncul. Memang, melewatkan waktu bersama merupakan pengalaman yang mendatangkan damai. Demikianlah misalnya seorang isteri menemani sang suami menonton pertandingan sepak bola meskipun ia sebenarnya tak berminat menonton pertandingan itu. Masalahnya bukan pada perasaan suka menonton atau tidak melainkan bagaimana keduanya melewatkan waktu bersama. Kekuatan cinta mengalir pada saat keduanya melewatkan waktu bersama.

Semakin banyak kekuatan cinta yang dihasilkan dalam perkawinan, maka perkawinan tersebut makin bertumbuh kuat. Semakin kuat sebuah perkawinan maka  buah-buah perkawinan makin baik. Dengan demikian, tantangan yang melemahkan mutu hubungan suami-isteri, hubungan orang tua-anak bisa diatasi dan perkawinan yang membahagiakan tercipta.

Jika kita mencermati, ada sejumlah persoalan tersembunyi yang tak terungkap dalam perkawinan bisa menyebabkan seseorang mengalami rasa sakit emosional. Merasa tertekan, marah, sakit hati, menyimpan kesalahan pasangan kecemasan, merupakan hal-hal konkret terkait rasa sakit emosional. Kenyataan-kenyataan tersebut hanya bisa disembuhkan oleh kekuatan cinta yang diharapkan berkembang makin kuat.

Kita semua merindukan kebersamaan dalam perkawinan serta hidup berkeluarga yang sehat dan bahagia. Kerinduan tersebut hanya bisa menjadi kenyataan jika pasangan suami-isteri, orang tua-anak berlomba-lomba mengalirkan kekuatan cinta terlebih pada saat-saat dimana kekuatan cinta itu mulai melemah oleh berbagai kesulitan hidup. Menempuh perjalanan bersama-sama, membuat beban berat pun terasa ringan untuk dipikul. Itu hanya mungkin jika kekuatan cinta berada pada pusat keluarga.

Sampai jumpa pada edisi mendatang.

Salam dalam nama Keluarga Kudus, Yesus, Maria dan Yosep

Rm. Ignas Tari, MSF

Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan Agung Jakarta.