MISIONARIS PENGHARAPAN DI ANTARA SEGALA SUKU BANGSA

Dipublikasikan tanggal 19 October 2025

“Misionaris Pengharapan di antara Segala Suku Bangsa”

Hari Minggu Misi Sedunia adalah saat istimewa bagi seluruh umat Katolik untuk memperbarui semangat perutusan dan kesadaran bahwa Gereja bersifat misioner secara kodrati. Artinya, setiap orang yang dibaptis dipanggil bukan hanya untuk beriman, tetapi juga me wartakan iman itu dalam tindakan nyata. Tahun ini, Paus Fransiskus mengajak kita menjadi “Misionaris Pengharapan di antara Segala Suku Bangsa.”

Dalam dunia yang diliputi oleh perang, ketidakadilan, ketakutan, dan kehilangan arah, Gereja diutus untuk membawa satu hal yang tak tergantikan pengharapan yang bersumber dari Kristus yang bangkit. 

Misi yang lahir dari doa dan ketekunan.

Yesus dalam Injil hari ini mengisahkan seorang janda yang dengan sabar dan tekun terus memohon keadilan kepada hakim yang lalim. Akhirnya, karena ketekunannya, permohonannya dikabulkan.

Yesus menegaskan: “Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya?” (Luk 18:7)

Perumpamaan ini mengajarkan bahwa iman yang sejati tumbuh dalam ketekunan doa. Ketekunan doa adalah napas bagi misi. Tanpa doa, misi menjadi sekadar aktivitas sosial; tetapi dengan doa, misi menjadi perutusan kasih Allah sendiri yang bekerja melalui kita. Sebagai orang beriman, kita sering tergoda untuk cepat menyerah ketika doa terasa hampa atau pelayanan terasa sia-sia. Tetapi di sanalah tantangan seorang misionaris sejati: tetap setia, tetap berharap, tetap percaya bahwa Tuhan bekerja bahkan di saat kita tidak melihat hasilnya.

Misionaris bukan hanya yang diutus jauh, tetapi setiap dari kita. Banyak orang berpikir bahwa misionaris adalah mereka yang meninggalkan tanah air, pergi ke pelosok dunia untuk mewartakan Injil. Benar mereka adalah pahlawan iman. Namun Paus Fransiskus mengingatkan bahwa setiap orang beriman adalah misionaris di tempatnya masing-masing.

Menjadi misionaris pengharapan berarti:

  • menghadirkan senyum ketika dunia diselimuti kekhawatiran,
  • menanamkan pengampunan ketika hati dikuasai dendam,
  • menabur kasih ketika dunia hanya mengenal egoisme.

Misi dimulai dari hati yang berani membuka diri kepada sesama.

Seorang ibu yang dengan sabar membesarkan anaknya dalam iman, seorang guru yang menanamkan nilai kasih, seorang anak muda yang tidak malu bersaksi tentang Yesus di dunia digital mereka semua adalah misionaris sejati zaman ini.

Gereja: komunitas yang diutus untuk membawa pengharapan

Gereja bukan hanya tempat berkumpul, tetapi komunitas yang diutus. Setiap Ekaristi menutup dengan perutusan: “Ite, missa est” - pergilah, kalian diutus! Artinya, misa bukan akhir, melainkan awal dari misi. Maka, setiap paroki dan komunitas diajak untuk menjadi tanda pengharapan:

  • Paroki yang peduli pada kaum miskin dan tertindas,
  • Lingkungan yang saling mendukung dan menguatkan,
  • Komunitas yang terbuka dan penuh sukacita.

Ketika dunia dilanda kegelapan, Gereja harus menjadi pelita yang memberi terang.Kita diutus bukan untuk menghakimi dunia, tetapi untuk menyembuhkan dan menumbuhkan pengharapan.

Misi di dunia modern: dari digital sampai keseharian

Dalam dunia yang semakin digital, ladang misi kita semakin luas. Media sosial bisa menjadi tempat penyebaran berita palsu dan kebencian tapi juga bisa menjadi altar kecil tempat kasih Allah disebarkan. Kita bisa menjadi misionaris dengan berbagi renungan, menguatkan teman yang sedang berjuang, atau menyebarkan pesan positif dan iman melalui media digital. Namun jangan berhenti di dunia maya. Misi sejati tetap nyata di dunia nyata: menengok yang sakit, menyapa yang kesepian, mengulurkan tangan kepada mereka yang jatuh. Misi bukan sekadar berbicara, tetapi menghidupkan kasih Kristus yang nyata.

Pengharapan yang tidak memalukan

Yesus menutup perumpamaan-Nya dengan sebuah pertanyaan menggugah:

“Jika Anak Manusia datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” (Luk 18:8)

Pertanyaan ini mengajak kita memeriksa diri:

Apakah hidup kita memancarkan iman yang penuh harapan?

Ataukah kita hidup seperti dunia penuh cemas, curiga, dan putus asa?

Pengharapan Kristen bukan optimisme kosong, tetapi keyakinan bahwa kasih Allah lebih besar daripada kejahatan. Menjadi misionaris pengharapan berarti percaya bahwa meski dunia tampak kacau, Tuhan tetap memegang kendali. Kita tidak dipanggil untuk sukses, tetapi untuk setia. 

Tindakan konkret: langkah kecil, dampak besar

Hari ini Gereja mengundang kita untuk:

  • Berdoa bagi semua misionaris di seluruh dunia, terutama di tempat-tempat yang sulit dan berbahaya.
  • Memberi dukungan nyata melalui kolekte misi sedunia agar karya pewartaan dan pendidikan iman terus berlangsung di berbagai penjuru dunia.
  • Menjadi saksi di lingkungan sendiri mulai dari keluarga, tempat kerja, komunitas, hingga dunia digital.
  • Menyebarkan harapan kecil setiap hari: senyum, kata penghiburan, waktu untuk mendengarkan, dan semangat untuk melayani.

Hari Minggu Misi Sedunia bukan sekadar hari untuk berbicara tentang misionaris di tempat jauh. Ini adalah hari untuk menyalakan kembali semangat perutusan di hati kita masing-masing. Misi dimulai dari altar, tetapi berlanjut di jalan-jalan kehidupan. Marilah kita membawa pesan Kristus ke rumah, ke tempat kerja, ke media sosial, ke setiap perjumpaan kita. Kita diutus untuk menjadi misionaris pengharapan pembawa terang di tengah dunia yang gelap, pembawa damai di tengah kebisingan, pembawa sukacita di tengah kesedihan.