Selamat Berpuasa!

Dipublikasikan tanggal 17 February 2015

Selamat Berpuasa!

Pada hari Rabu tanggal 18 Februari 2015 Gereja Katolik memasuki Masa Prapaskah atau Masa Puasa. Masa Puasa berlangsung selama 40 hari dan tradisi ini nampaknya mengikuti :

  1. Puasa Musa, 40 hari 40 malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air selama ia menuliskan sepuluh Firman Allah pada loh batu (Kel 34:28)
  2. Puasa Elia, 40 hari 40 malam berjalan kaki sampai ke Gunung Horeb (1 Raj 19:8)
  3. Puasa Niniwe, 40 hari 40 malam yang berlaku untuk manusia dan ternak, tidak makan dan tidak minum (Yun 3:4-7)
  4. Puasa Yesus, 40 hari 40 malam di padang gurun sebelum Dia dicobai oleh Iblis (Mat 4:2)

Musa Berpuasa Sambil Menulis Sepuluh Firman di Atas Loh

Yesus Berpuasa di Padang Gurun

Masa puasa dalam Kitab Suci bervariasi. Daud tidak makan dan semalaman berbaring di tanah (2 Sam 12:16). Ada yang berpuasa selama 3 hari 3 malam, misalnya Ester (Est 4:16) dan Paulus (Kis 9:9). Ratu Ester dan Mordekhai berdoa dan berpuasa untuk menyelamatkan umat Israel dari gerakan pemusnahan yang dirancang Haman. Paulus berpuasa dalam keadaan buta setelah pertobatannya. Ada lagi puasa yang cukup terkenal yaitu puasa Daniel. Daniel berpuasa selama 10 hari (Dan 1:12) dan selama tiga minggu (Dan 10:2). Lebih tepat kalau dikatakan bahwa Daniel berpantang, karena hanya makan sayur dan minum air putih, sedangkan makanan yang sedap, daging, dan anggur tidak masuk ke dalam mulutnya.

Ratu Ester Menyerukan Puasa Untuk Menyelamatkan Bangsanya

Daniel Berpantang

Tidak mengherankan kalau pada tahun-tahun pertama sejarah Gereja, durasi masa puasa sangat bervariasi. Baru pada abad ke IV masa Puasa berdurasi 40 hari. Pada abad VII hari Minggu tidak diperhitungkan dalam Masa Puasa, karena merupakan hari Tuhan. Dengan demikian sejak saat itu Masa Puasa dimulai pada hari Rabu Abu dan berakhir pada hari Paskah.

Kata “puasa” berasal dari dua kata Sansekerta, yaitu: “upa” dan “wasa.” Upa adalah semacam prefiks yang berarti dekat. Wasa berarti Yang Mahakuasa (seperti umat Hindu di Indonesia menyebut Sang Hyang Widhi Wasa). Jadi “upawasa”, atau yang kemudian dilafalkan sebagai puasa, tidak lain daripada cara mendekatkan diri kepada Tuhan. Bagaimana cara umat Katolik mengisi Masa Prapaskah? Bacaan Injil pada hari Rabu Abu (Mat 6:1-6,16-18) memberikan jawabannya: memberi sedekah, berdoa, dan berpuasa. Inilah cara umat Katolik menyerukan pertobatan.

Mengapa mengambil bentuk tiga perbuatan saleh ini? Hal ini dapat dipahami apabila kita merenungkan apa makna dosa. Dosa adalah segala perbuatan yang dapat merusak hubungan manusia dengan Allah, dengan sesamanya, dan dengan dirinya sendiri. Anak yang hilang menyatakan pertobatannya dengan berseru, “Bapa, aku telah berdosa terhadap surga (Allah) dan terhadap bapa (sesama) ...” (Luk 15:18). Dalam penyesalan atas dosanya Daud berseru, “Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku.” (Mzm 51:5). Dalam rangka pertobatan manusia harus memulihkan hubungan dengan Allah melalui doa, hubungan dengan sesama melalui sedekah, dan hubungan dengan dirinya sendiri melalui puasa dan pantang.

Anak Yang Hilang Kembali Kepada Bapanya

 Apa manfaat yang kita peroleh lewat berpuasa? Beberapa ayat Kitab Suci memberikan jawabannya:

  1. Supaya mampu mengendalikan diri (“Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasai seluruhnya ...” - 1 Kor 9:27)
  2. Supaya mampu mengatasi segala pencobaan (Mat 4:1-2)
  3. Supaya mengasah rohani kita agar mampu mengambil keputusan yang tepat (Mat 4:10)
  4. Supaya lebih peduli terhadap sesama (“Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” - Yes 58:6-7)
  5. Untuk mencari Tuhan (2 Taw 20:3 – “Yosafat menjadi takut, lalu mengambil keputusan untuk mencari Tuhan. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa.”)

Dengan demikian puasa bertujuan untuk memperbaharui sikap iman melalui pelatihan spiritual. Maka tak heran kalau puasa dilakukan oleh pelbagai pemeluk agama di dunia ini. Hanya saja motivasi, cara, bentuk, dan macam masing-masing agama tentu saja berbeda. Puasa adalah panggilan, oleh sebab itu puasa harus dilakukan dengan sukacita, bukan karena terpaksa. Selamat memasuki Masa Puasa!