MARI MENJAGA KESUCIAN PERKAWINAN

Dipublikasikan tanggal 23 March 2015

Mari Menjaga Kesucian Perkawinan

Seruan di Masa Prapaskah

 

Bacaan hari ini, Senin, 23 Maret 2015 sungguh layak untuk direnungkan. Bacaan pertama diambil dari Kitab Tambahan Daniel 13 yang bercerita tentang seorang wanita cantik dan takut akan Tuhan, yang bernama Susana. Kisah ini bercerita tentang nasib malang seorang wanita, yang difitnah oleh dua orang tua-tua (sesepuh) yang juga merupakan hakim di komunitas. Mereka ingin memperkosa Susana  dan ketika Susana bersikukuh menolak mereka, mereka balik menuduh Susana berselingkuh dengan seorang pemuda.  Satu ayat di dalam perikop ini bagus untuk dibaca dan direnungkan:

 

Bernafaslah Susana lalu berkata, “Aku terdesak sekeliling. Sebab jika hal itu kulakukan, niscaya mati menanti aku. Jika tidak kulakukan, maka aku tidak lolos dari tangan kamu. Namun demikian lebih baiklah aku jatuh ke dalam tangan kamu dengan tidak berbuat demikian, daripada berbuat dosa di hadapan Tuhan.” (Tamb Dan 3:22-23)

 

Betapa Susana menjunjung tinggi kesetiaan dalam perkawinan. Setia kepada pasangan hidup berarti setia kepada Tuhan. Untuk itu dia berani menghadapi apapun termasuk kematian. Bagaimana akhir kisah ini? Allah mengutus Daniel untuk menegakkan keadilan bagi Susana. Kebenaran terungkap dan kedua tua-tua itu dihukum mati.

Sesuai dengan Taurat Musa kedua orang itu dibunuh. Demikian pada hari itu diselamatkan darah yang tak bersalah. (Tamb Dan 13:62)

Lebih Baik Mati Daripada Menodai Kesucian Perkawinan

 

Bacaan Injil diambil dari Yoh 8:1-11. Kisah ini lebih akrab di telinga kita. Ahli ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada Yesus seorang wanita yang tertangkap basah berzinah. Satu hal yang selalu menimbulkan pertanyaan: dengan siapa wanita ini berzinah?  Ke mana larinya dia? Mengapa dia tidak ikut diadili? Padahal Hukum Taurat menentukan:

 

Bila seorang laki-laki berzinah dengan istri orang lain, yakni berzinah dengan istri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu. (Im 20:10, bdk Ul 22:22)

 

Jelaslah tujuan dari semua ini hanya untuk memasang perangkap bagi Yesus. Jika Yesus menghakimi wanita itu, berarti dia menelan ludah-Nya sendiri karena Dia selalu mengajarkan manusia untuk mengasihi dan mengampuni (Luk 5:20, 7:47). Sebaliknya, apabila Dia melepaskan wanita itu, berarti Yesus melanggar Hukum Taurat.

 

Apa yang dilakukan oleh Yesus?  Dia membungkuk dan menulis dengan jari-Nya di tanah. Tidak ada data tentang apa yang ditulis-Nya, tetapi ayat ini satu-satunya yang mencatat bahwa Yesus menulis sesuatu. Selesai menulis, akhirnya Yesus menjawab orang-orang yang mendesak-Nya dengan mengutip Hukum yang berlaku:

 

Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakan tangan mereka untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. (Ul 17:7)

 

Maka Yesus pun berseru,

 

“Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” (Yoh 8:7)

 

Manusia Kerap Gagal Menyikapi Masalah dalam Perkawinan

Apa yang terjadi? Pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua, sehingga akhirnya hanya Yesus dan wanita itu yang masih tinggal. Yesus pun tidak menghukum wanita itu, Dia bersabda,

 

“Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yoh 8:11)

 

Dua bacaan hari ini berbicara tentang kesucian perkawinan. Susana adalah tokoh yang mempertahankan kesetiaan perkawinan meskipun harus menghadapi kematian. Wanita dalam Yoh 8:1-11, sebaliknya, mewakili mereka yang gagal mempertahankan nilai luhur dalam sebuah lembaga perkawinan.

 

Dua tokoh yang berbeda, tetapi sesungguhnya ada kesamaan di antara kedua wanita ini:

  1. Mereka sama-sama diperlakukan tidak adil. Susana difitnah, sedangkan wanita yang tertangkap basah berzinah harus menanggung perbuatannya sendiri tanpa kehadiran pihak yang berzinah dengannya.
  2. Nilai yang ingin dijunjung dalam kedua kisah ini adalah kesetiaan dalam perkawinan.
  3. Allah  tidak tinggal diam. Dia peduli pada kelanggengan perkawinan.
  4. Allah memberikan keadilan

Kasih Kristus Adalah Dasar Hidup Suami Isteri

 

Kisah ini menjadi bacaan hari ini, Senin, Minggu V Prapaskah.  Sudah selayaknya kita merenungkan pesan-pesan luhur dari kedua teks ini. Perkawinan adalah lembaga yang diciptakan Allah sendiri.

 

Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya, dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. (Kej 2:24)

 

Karena perkawinan memiliki nilai yang sangat luhur, bahkan dalam Kitab Suci melambangkan hubungan antara Allah dan umat-Nya (bdk Ef 5:22-33), sudah pasti Allah peduli dan akan turun tangan, apabila sebuah perkawinan menghadapi ancaman. Sayangnya, dua teks ini melukiskan bagaimana manusia kerap gagal menyikapi masalah-masalah dalam perkawinan. Oleh sebab itu, Masa Prapaskah mengajak kita semua untuk menjunjung tinggi nilai-nilai luhur perkawinan dan menjawab seruan untuk menjaga kesucian perkawinan. Masalah-masalah yang timbul dalam perkawinan adalah kesempatan untuk pertobatan dan kembali kepada Allah.