YESUS DAN PEREMPUAN SAMARIA

Dipublikasikan tanggal 26 July 2018

YESUS DAN PEREMPUAN SAMARIA

Bagian I

Perikop tentang Yesus bercakap-cakap dengan perempuan Samaria mungkin merupakan salah satu kisah yang paling menarik dalam injil Yohanes (Yoh 4:1-42). Dikisahkan bahwa Yesus dan murid-murid-Nya meninggalkan Yudea dan kembali ke Galilea. Dalam perjalanan itu mereka harus melewati Samaria, meskipun ada jalan lain yaitu dengan menyusuri lembah Sungai Yordan melalui celah Bethshan.

Sampailah Yesus ke sebuah kota yang bernama Sikhar. Nama kota Sikhar memang muncul di hampir semua manuskrip kuno, namun St. Hironimus mengidentifikasikan kota itu sebagai Sikhem. Kota Sikhem kerap dikaitkan erat dengan tokoh Yakub. Kej 33:18 misalnya mengisahkan bagaimana Yakub sampai ke kota Sikhem  lalu membeli sebidang tanah dari Hemor. Kemudian, Kej 48:22 menceritakan bagaimana Yakub memberikan sebidang tanah kepada Yusuf. Ternyata bidang tanah yang diserahkan oleh Yakub kepada Yusuf adalah bidang tanah yang dibelinya dari Hemor. Di situlah tulang-tulang Yusuf, yang dibawa orang Israel dari Mesir, dikuburkan (bdk. Yos 24:32).

Kota Sikhem juga dikaitkan dengan keberadaan sebuah sumur yang disebut sumur Yakub, meskipun Perjanjian Lama tidak pernah mencatat tentang sumur ini. Sumur ini sekarang berada di dalam kompleks sebuah gereja Ortodox, dan disebut “Bir Yakub” (באר יעקב ). Rupanya perjalanan panjang membuat Yesus sangat lelah dan Dia pun duduk di pinggir sumur. Penginjil tidak lupa mencatat waktu kejadian “pukul dua belas siang”. Dalam injil Yohanes jam dua belas siang tercatat dua kali. Jam dua belas siang juga disebutkan sebagai waktu penyaliban Yesus (bdk. Yoh 19:14). Mungkin penginjil ingin mengaitkan kedua peristiwa ini karena dalam dua peristiwa ini Yesus sama-sama “kehausan”.

Sumur Yakub di Daerah Samaria 

Latar tempat sebuah sumur bukan merupakan kejadian unik dalam Kitab Suci. Biasanya para tokoh Kitab Suci menemukan jodoh mereka di sekitar sumur misalnya Ribka (istri Ishak, Kej 24:11), Rahel (istri Yakub, Kej 29:2) dan Zipora (istri Musa, Kel 2:15). Perjanjian Lama juga pernah mengisahkan nabi Elia minta minum kepada seorang janda di Sarfat (bdk 1 Raj 17:10). Apakah peristiwa-peristiwa yang berlatar belakang “sumur dan minta minum” ini berkaitan, rasanya harus menjadi permenungan pribadi kita masing-masing.

Permintaan Yesus untuk air minum dijawab dengan keheranan oleh perempuan Samaria. Untuk memahami hal ini, perlu kiranya dipahami siapakah orang-orang Samaria. Pada tahun 722 SM kerajaan Utara (kerajaan Israel) jatuh ke tangan bangsa Asyur. Pada saat itu raja Asyur mengambil kebijakan membuang penduduk kerajaan Utara ke Asyur dan sebaliknya mengangkut orang-orang asing ke kerajaan Utara. 2 Raj 17:24 mengisahkan bagaimana orang-orang dari lima bangsa asing (Babel, Kuta, Awa, Hamat dan Sefarwaim) bermigrasi ke kota-kota Samaria. Kelima bangsa asing ini juga membawa serta berhala-berhala mereka. Orang-orang Babel membuat patung Sukot-Benot, orang-orang Kuta membuat patung Nergal, orang-orang Hamat membuat patung Asima, orang-orang Awa membuat patung Nibhas-Tartak. Tak ketinggalan, orang-orang Sefarwaim memuja para allah mereka Adramelekh-Anamelekh. Orang-orang Samaria pada zaman Yesus sudah merupakan orang campuran dan sudah tidak berdarah Yahudi asli lagi, karena merupakan buah perkawinan dari bangsa Yahudi dan non-Yahudi. Selain itu, mereka juga hanya menerima lima kitab Taurat sebagai kitab suci mereka. Sebagai pusat ibadah, mereka mengakui Gunung Gerizim dan menolak Bait Allah di Yerusalem. Maka, tidak heran kalau orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.

Orang Samaria pada Zaman Kini

Menanggapi keheranan perempuan Samaria, Yesus menjawab, “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah, dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! Niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup” (Yoh 4:10). Ada tiga hal yang menarik dalam ucapan Yesus ini dan inilah metode yang digunakan oleh Yesus untuk memberikan katekese kepada perempuan Samaria ini.

Pertama, Yesus berbicara tentang karunia Allah. Dalam injil Yohanes karunia Allah dirumuskan dengan agung dalam Yoh 3:16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Karunia Allah yang paling berharga adalah Yesus sendiri. Kedua, orang yang diinjili harus diberi pemahaman tentang siapa Yesus. Ketiga, orang yang diinjili meminta “air hidup” dari Yesus.

Mula-mula, perempuan Samaria belum memahami perkataan Yesus. “Air hidup” memiliki makna ganda dan penggunaan kata-kata bermakna ganda adalah khas gaya injil Yohanes. Dalam arti harafiah air hidup adalah air yang mengalir, seperti mata air. Sedangkan, Yesus sesungguhnya sedang berbicara tentang air yang memberi kehidupan. Selain itu, perempuan Samaria menyindir Yesus dengan bertanya apakah Dia lebih besar daripada Yakub. Nah, gaya bahasa menyindir seperti ini memang juga menjadi ciri injil Yohanes, yang disebut sebagai “ironi”. Lawan bicara Yesus mengatakan sesuatu tentang Dia dengan maksud “menyindir”, tetapi ternyata sindiran itu malah merupakan kenyataan atau kebenaran.

Kemudian, Yesus memberikan penjelasan panjang tentang air hidup. Barangsiapa yang minum air hidup, ia tidak akan haus lagi karena air ini akan menjadi mata air dalam dirinya. Air hidup memiliki dua makna:

  1. Air hidup adalah pewahyuan atau pengajaran Yesus. Ams 13:14 berbunyi, “Ajaran orang bijak adalah sumber kehidupan, sehingga orang terhindar dari jerat-jerat maut.”
  2. Air hidup adalah Roh. Sebelumnya dalam percakapan dengan Nikodemus, Yesus menjelaskan tentang “dilahirkan dari air dan Roh” (bdk. Yoh 3:5). Nanti di bab 7 dalam wejangan tentang “Air Sumber Hidup” dijelaskan bahwa air hidup adalah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada Yesus.

Air Hidup

Penjelasan Yesus rupanya masih belum dipahami oleh perempuan Samaria, namun dia akhirnya meminta air hidup dari Yesus, meskipun dengan tujuan supaya tidak usah datang lagi ke sumur Yakub untuk menimba air. Rupanya katekese memang membutuhkan waktu! Meskipun demikian, perempuan Samaria sudah mulai menunjukkan kemajuan dalam pemahamannya tentang Yesus. Setidak-tidaknya, dia mulai menyapa Yesus dengan sebutan “Tuan” (Yoh 4:11, 15). Satu tujuan katekese sudah tercapai, perempuan Samaria itu akhirnya minta air hidup dari Yesus.

(Bersambung)

http://parokisantolukas.org/detail.php?id=1495