BERIKAN KEPADA KAISAR APA YANG MENJADI MILIK KAISAR
Dipublikasikan tanggal 29 September 2016
BERIKAN KEPADA KAISAR APA YANG MENJADI MILIK KAISAR
Ramai-ramai Ikut Pengampunan Pajak
Mendekati akhir bulan September 2016 antusiasme masyarakat mengikuti pengampunan pajak semakin tinggi. Hal ini terlihat dari antrean yang terjadi di kantor-kantor pelayanan pajak. Banyak orang rela mengantre sejak dini hari dan fenomena ini sudah berlangsung sekitar satu dua minggu terakhir ini. Bisa dibayangkan bagaimana situasi yang akan terjadi di hari terakhir periode pertama pengampunan pajak besok, hari Jumat 30 September 2016.
Ada beberapa hal yang mungkin layak menjadi butir-butir permenungan dari kebijakan pengampunan pajak yang dimaklumatkan oleh pemerintah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 ini. Pertama, apakah alkitabiah bahwa seorang Kristiani taat membayar pajak? Kedua, apakah Kitab Suci umat Kristiani berbicara pula tentang “pengampunan” atau “penghapusan” utang, di mana utang pajak termasuk di dalamnya?
Hanya sedikit orang yang senang membayar pajak. Banyak orang merasa bahwa pajak yang mereka bayar kerap disalahgunakan, dikorupsi, atau digunakan secara tidak tepat. Hal ini juga terjadi pada zaman Yesus. Para pemungut cukai dicap sebagai pendosa karena mereka bekerja untuk pemerintah Romawi, yang adalah orang-orang kafir. Ketika ditanya apakah patut membayar pajak kepada pemerintah Romawi yang berkuasa pada saat itu Yesus memberi jawaban penting, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” (Mrk 12:17).
Kepatuhan kepada pemerintah juga diajarkan oleh Paulus ketika dia menulis surat kepada jemaat di Roma (Rom 13:1-7). Menurut Paulus pemerintah yang sah berasal dari Allah, sehingga barangsiapa melawan pemerintah, dia melawan ketetapan Allah (Rom 13:2). Paulus bahkan menegaskan bahwa pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikan manusia (Rom 13:4). Maka tiap-tiap orang harus membayar pajak, karena yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah (Rom 13:6). Menarik untuk dicermati bahwa kewajiban untuk tunduk kepada pemerintah dan membayar pajak bukan hanya karena ingin menghindari hukuman, melainkan juga karena “suara hati” (Rom 13:5). Hati nurani orang Kristen bahkan mengharuskannya membayar pajak, sekalipun mungkin penggunaannya belum tepat seratus persen. Dengan demikian, permenungan pertama terjawab sudah: orang Kristen wajib taat membayar pajak. Seorang pengemplang pajak bukan pengikut Kristus sejati.
Hal yang menarik adalah bahwa pengampunan pajak di negeri ini bertepatan dengan Tahun Suci Luar Biasa Kerahiman Allah. Tahun Yubileum diinspirasikan oleh Tahun Yobel (Im 25:1-22). Terhitung sejak bangsa Israel masuk ke Tanah Terjanji, mereka menghitung siklus tahun tujuh kali tujuh tahun. Setiap tahun ketujuh adalah Tahun Sabat. Setelah lewat 49 tahun, bangsa Israel memasuki tahun ke-50 yang disebut Tahun Yobel untuk memaklumatkan pembebasan di seluruh negeri.
Tahun Yobel memiliki beberapa aspek yang sama dengan Tahun Sabat. Tanah diistirahatkan secara total. Tahun Yobel juga mengumumkan pembebasan bagi para budak Ibrani, yang banyak di antaranya menjual diri sebagai budak karena utang. Semua tanah milik pusaka yang telah terjual (biasanya karena kesulitan finansial) dikembalikan, dan setiap orang kembali kepada keluarganya dan ke tanah leluhurnya. Tidak ada keluarga yang untuk selamanya terpuruk dalam kemiskinan, sebagaimana dikatakan oleh Allah, ”Tidak seorang pun akan menjadi miskin di antaramu...” (Ul 15:4)
Tahun Yobel adalah juga tahun penghapusan utang yang diberikan Tuhan kepada umat Israel. Setiap piutang dalam bentuk apapun harus diputihkan pada saat akhir Tahun Yobel, sehingga orang yang memiliki piutang dilarang keras menagih utangnya itu kepada sesama bangsanya yang berutang. Apakah tujuan dari perintah Tahun Yobel ini dalam hal penghapusan utang? Tujuan dari penghapusan utang tidak lain adalah untuk menciptakan kemakmuran secara merata di kalangan masyarakat serta meminimalisir terjadinya kemiskinan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peraturan Tahun Yobel bertujuan baik dan demi kebahagiaan Israel pada umumnya.
Dengan demikian, Tahun Pengampunan Pajak yang bertepatan dengan Tahun Suci Luar Biasa Kerahiman Allah merupakan karunia yang dianugerahkan Allah kepada kita semua. Dengan pertobatan sejati manusia dikembalikan kepada hati nurani, sebagai tempat Allah mewahyukan diri-Nya. Hati nurani pula yang mengajak manusia untuk tunduk kepada pemerintah, salah satunya dengan membayar pajak.
Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut, negara harus menggali sumber dana dari dalam negeri berupa pajak. Pajak adalah kontribusi wajib rakyat kepada negara dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Taat membayar pajak bukan hanya amanah Undang-undang, melainkan juga ajaran Allah bagi umat-Nya. Selamat mengikuti Pengampunan Pajak!
Peniupan Yovel (Tanduk Domba Jantan) Memaklumatkan Pembebasan di Seluruh Negeri