MEMUJI ALLAH DENGAN KESEDERHANAAN, KERENDAHAN HATI, DAN CINTA KASIH
Dipublikasikan tanggal 30 November -0001
MEMUJI ALLAH DENGAN KESEDERHANAAN, KERENDAHAN HATI, DAN CINTA KASIH
Pesta Bapak Serafik St. Fransiskus dari Asisi
Pada hari ini Gereja merayakan Pesta St. Fransiskus dari Asisi. Selama berabad-abad umat Kristiani melakukan penghormatan kepada orang kudus ini. Apa sesungguhnya yang dapat kita teladani dari beliau? Pada pembukaan Misa Pesta St. Fransiskus dari Asisi kita berdoa, “Ya Bapa, Engkau telah menolong Fransiskus untuk memantulkan gambaran Kristus, dengan hidup miskin dan rendah hati. Semoga kami mengikuti Putra-Mu dengan mengikuti teladan Fransiskus dari Asisi dan mengikuti semangat cinta kasihnya.” Dari doa pembuka ini kita dapat menyimpulkan tiga hal yang dapat kita teladani dari St. Fransikus: kesederhanaan, kerendahan hati dan cinta kasih.
Bacaan pertama yang diambil dari Sir 50:1, 3-4, 6-7, berbicara tentang seorang bijak, imam besar, Simon bin Onias yang di masa hidupnya diutus untuk memperbaiki rumah Tuhan dan mengukuhkannya. DIa laksana matahari yang bersinar di tengah-tengah umat. Gambaran alkitabiah ini mengingatkan kita pada penglihatan yang dialami St. Fransiskus di Gereja St. Damianus. Yesus yang tersalib berbicara kepadanya, “Fransiskus, perbaikilah rumah saya, yang seperti kaulihat, sudah hampir roboh ini.” St. Fransiskus menerima mandat tersebut dan mulai memperbaiki gereja itu. Bacaan kedua diambil dari Gal 6:14-18. Paulus menyatakan bahwa dia sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan Yesus Kristus. Hal inilah yang dilakukan oleh St. Fransiskus, yaitu menjadi ciptaan baru yang dibangun di atas salib Kristus. Jalan inilah yang ditempuh oleh St. Fransiskus dan menjadi bentuk baru hidup injili yang selama delapan abad membawa kedamaian dan kebaikan pada dunia.
Gereja St. Damianus
Bagaimana St. Fransiskus mengembangkan cara hidup iman dan Injil? Bagi beliau, Tuhan ada dan Dialah segala-galanya. Percaya kepada-Nya dan menerima-Nya dalam hidup manusia memiliki konsekuensi menerima sesama dan menganggap mereka saudara. Bagi St. Fransiskus iman dalam Kristus adalah terang dan kekuatan segalanya. Dia sering melewatkan banyak waktu untuk merenungkan kehidupan Tuhan Yesus. Beliau sangat terinspirasi dengan kisah Natal dan menginginkan Natal dirayakan dengan khidmat dan bahkan ternak diberi jatah makan dua kali lipat.
Terlebih lagi beliau merenungkan misteri Golgota, sengsara Yesus Kristus di atas salib dan juga derita ibu-Nya. Beliau merenungkan sengsara Kristus dan menangis sampai matanya menjadi buta. Fransiskus. Di kayu salib Kristus mewahyukan kasih Allah yang berkelimpahan dan kasih inilah yang mengubah dan menerangi Fransiskus sehingga beliau mampu melihat seluruh ciptaan sebagai kemuliaan Sang Khalik.
Dalam riwayat hidup St. Fransiskus dari Asisi karangan Tomas dari Celano ada tertulis, “Ketika St. Fransiskus mendengar, bahwa murid-murid Kristus tidak boleh memiliki emas atau perak dan dalam perjalanan tidak boleh membawa pundi-pundi, bekal atau roti atau tongkat, dan tidak boleh memakai kasut dan dua baju, tetapi harus mewartakan Kerajaan Allah dan pertobatan, maka ia langsung berseru dengan gembira dalam Roh Allah, ‘Inilah yang kukehendaki.’ Katanya, ‘Inilah yang kucari, inilah yang ingin kulakukan dengan segenap hatiku.’” Bagi St. Fransiskus, menerima Injil berarti menerima seluruhnya tanpa penafsiran yang dikurang-kurangi. Semangat kesederhanaan itu diambilnya sebagai norma hidup, yang melawan pemikiran kebanyakan orang.
St. Fransiskus hidup dari Sabda Allah dan terus membina keintiman dengan-Nya sehingga melihat segala sesuatu dengan terang yang baru. Maka, beliau melihat semua yang mengelilinginya dengan mata baru, persis seperti dunia yang dilahirkan dari tangan Allah pada saat penciptaan. Sebuah dunia yang harus dicintai dan dikidungkan. Pada hari terakhir sebelum beliau wafat, meski didera dengan sakit-penyakit yang parah dan dalam keadaan buta, beliau mengarang kidung “Gita Sang Surya”. Dalam kidung ini matahari, bulan, bintang-bintang, angin, air, dan bumi (Ibu Pertiwi) disapa sebagai saudara dan saudari.
Hal lain yang menonjol dalam hidup St. Fransiskus adalah semangat cinta kasihnya. Bagi beliau mengasihi berarti menyambut dengan kesabaran dan kasih mereka yang termarjinalisasi: masyarakat kecil dan kaum yang terpinggirkan. Mereka adalah bahagian yang tidak terpisahkan dari dunia ini. Dalam kidung Gita Sang Surya beliau mencatat, “Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena mereka yang mengampuni demi kasih-Mu, dan yang menanggung sakit dan duka derita. Berbahagialah mereka, yang menanggungnya dengan tenteram, karena olehMu, Yang Mahatinggi, mereka akan dimahkotai.” Bacaan Injil diambil dari Mat 11:25-30 di mana Kristus mewahyukan misteri Allah kepada orang-orang kecil, tetapi menyembunyikannya terhadap orang-orang bijak dan pandai. Ia juga meringankan beban orang yang rendah hati dan memberi mereka kedamaian hati.
Gita Sang Surya Menyapa Semua Ciptaan sebagai Saudara
Dalam dunia yang penuh dengan logika dan rasio, serta sains dan teknologi, marilah kita mohon kepada Allah kita anugerah hikmat. Dengan meneladani St. Fransiskus dari Asisi, mari kita bersama-sama mengatakan, “Tuhan ada dan Dialah segala-galanya. Dengan semangat kesederhanaan dan kasih sayang kita membalas semua karunia dari Allah. Marilah kita bertumbuh sebagai manusia damai, yang mampu mengampuni dan berbagi penderitaan dengan mereka yang kecil, miskin, dan tersisihkan.