INILAH IBUMU

Dipublikasikan tanggal 17 October 2016

INILAH IBUMU

Menerima Bunda Maria di dalam Rumah Kita

Dalam Injil Yohanes Bunda Maria hanya muncul dalam dua peristiwa: perkawinan di Kana (Yoh 2:1-12) dan di kaki salib (Yoh 19:25-27). Ada keterkaitan yang sangat erat dalam peran Bunda Maria di dua episode kehidupan Yesus ini. Hal ini menjadi nyata dari narasi kedua kisah ini. Baik dalam perikop perkawinan Kana maupun di kaki salib, Bunda Maria selalu disebut dengan nama “ibu Yesus” (Yoh 2:1, 19:25) dan disebut sebagai “ibu” sebanyak empat kali (Yoh 2:1,3,5,12; 19:25-26). Selain itu, Bunda Maria dipanggil oleh Yesus sebagai “Wanita” (Yun. gunai, dalam terjemahan Bahasa Indonesia muncul sebutan “Ibu”). Di Kana Yesus melakukan tanda yang pertama yaitu mengubah air menjadi anggur dan dengan itu Dia menyatakan kemuliaan-Nya dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya (Yoh 2:11). Di Golgota Yesus “ditinggikan”, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:14-15).

Sekarang kita pusatkan perhatian ke perikop Yoh 19:25-27. Di kaki salib Yesus berdiri empat orang wanita: Bunda Maria, saudara Bunda Maria, isteri Klopas, dan Maria Magdalena. Di samping itu hadir juga tokoh “murid yang dikasihi” yang menurut catatan St. Ireneus adalah Santo Yohanes Rasul. Ketika Yesus melihat Bunda Maria dan murid yang dikasihi-Nya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, “Wanita, inilah anakmu!”. Dan kemudian Dia berkata kepada murid-Nya, “Inilah ibumu!”.

Selintas kita pasti berpikir bahwa Yesus perlu memikirkan keadaan ibu-Nya setelah Dia meninggalkan dunia ini. Namun ditilik dari konteks Injil Yohanes, nampaknya pemikiran ini kurang tepat. Dalam Injil Yohanes Yesus sama sekali tidak memusingkan diri dengan masalah-masalah dunia. Kepada Pilatus Dia menegaskan bahwa “kerajaan-Nya bukan dari dunia ini” (Yoh 18:36). Yesus juga mengatakan bahwa murid-murid-Nya “bukan berasal dari dunia” (Yoh 15:19). Lalu, apa amanat Yesus yang sesungguhnya dari “serah-serahan” ibu dan murid yang dikasihi-Nya ini?

Dalam Kitab Suci baik PL maupun PB, hubungan antara pria dan wanita adalah lambang dari hubungan antara Allah dan umat-Nya.  Hubungan perjanjian antara Allah dan umat-Nya begitu intim dan kudus, sehingga Allah bukan hanya digambarkan sebagai Bapa, tetapi juga sebagai suami bagi Israel yang diterima sebagai istri-Nya (Yeh 16:1-14). Dalam hubungan ini, Allah memperlihatkan kesetiaan-Nya walaupun Israel tidak setia. Demikian juga hubungan antara Kristus dan Gereja dilambangkan sebagai hubungan antara suami dan isteri (Why 19:6-10). Panggilan Yesus kepada ibu dan murid yang dikasihi-Nya adalah panggilan Allah kepada umat-Nya.

Di kaki salib kita melihat bahwa Gereja terdiri dari para murid Kristus dan ibu-Nya. Hari Pentakosta, hari turunnya Roh Kudus ke atas para rasul, yang juga merupakan hari lahirnya Gereja, dihadiri pula oleh Bunda Maria (Kis 1:14). Tanpa ragu St. Agustinus menyatakan bahwa Maria adalah Bunda Gereja. Dia sungguh bekerja sama secara istimewa dengan Puteranya lewat ketaatan, iman, pengharapan dan cinta kasih, maka dalam tata rahmat ia menjadi bunda kita (LG 61)

Apa konsekuensi dari semua ini? Yoh 19:27 mencatat, “Sejak saat itu murid itu menerima dia (Bunda Maria) di dalam rumahnya.” Dalam bahasa Yunani istilah “di dalam rumahnya” adalah “eis ta idia”, dapat diterjemahkan secara harafiah “ke dalam milik kepunyaannya”. Seorang murid yang dikasih Kristus menerima Bunda Maria ke dalam segala sisi kehidupannya. Maka, tidaklah berlebihan kalau umat Katolik memohon doa perantaraan Bunda Maria dalam segala hal baik sukacita maupun dukacita. Dengan cinta kasih keibuannya Bunda Maria memperhatikan kita, yang masih dalam peziarahan dan menghadapi bahaya serta kesukaran, sampai kita mencapai tanah air yang penuh kebahagiaan.

Bunda Maria dan Rasul Yohanes di Kaki Salib Yesus