MENCINTAI BUMI KITA

Dipublikasikan tanggal 05 December 2016

MENCINTAI BUMI KITA

Pertemuan Adven III

Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin hari kian parah. Kondisi tersebut secara langsung telah mengancam kehidupan manusia. Tingkat kerusakan alam pun meningkatkan risiko bencana alam. Penyebab terjadinya kerusakan alam dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia. Laporan program “The Value of Land” yang diprakarsai oleh Economics of Land Degradation Initiative menyatakan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi akibat ulah manusia sejak tahun 2000 bertanggung jawab atas hilangnya 75 persen nilai ekonomis alam yang sejatinya dapat dimanfaatkan oleh manusia.

Allah menciptakan bumi sebagai tempat tinggal yang indah dan asri bagi manusia. Madah penciptaan di Kej 1 mencatat bahwa Allah melihat semua ciptaan-Nya baik,  bahkan sungguh amat baik (Kej 1:31). Dia memberi tugas kepada manusia untuk “mengusahakan dan memelihara bumi” (Kej 2:15). Namun, manusia gagal untuk melaksanakan tugas mulia tersebut. Berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi, baik dalam lingkup global maupun nasional, sebenarnya berakar dari perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab terhadap lingkungannya. Sebagai contoh dalam lingkup lokal, penebangan liar dan perusakan ekosistem hutan yang terjadi hampir seluruh pulau di negara kita, pencemaran lingkungan yang akut, sebenarnya merupakan perbuatan manusia yang tidak bertanggungjawab. Tentu Allah sedih melihat kondisi bumi dewasa ini. Penulis kitab Wahyu menubuatkan bahwa Allah akan menghakimi semua perusak lingkungan dengan “membinasakan barangsiapa yang membinasakan bumi.” (Why 11:18).

Kitab Suci menggambarkan kesatuan dan persatuan antara alam dan manusia. Kata Ibrani untuk manusia adalah “adam”, yang memiliki akar kata yang sama dengan kata “adamah” yang berarti tanah.  Maka, manusia berasal dari tanah (Kej  2:7), harus hidup dari menggarap tanah (Kej 3:23) dan pasti kembali kepada tanah (Kej 3:19). Kitab Suci dengan jelas menggambarkan teologi lingkungan hidup bahwa manusia dan alam saling tergantung sesuai dengan hukum ekosistem. Oleh karena itu, ketika manusia merusak alam, berarti dia merusak dirinya sendiri. Lalu, apa yang harus dilakukan oleh manusia untuk melestarikan alam?

Manusia Berasal dari Tanah, Diberi Tugas untuk Mengelola Tanah, dan Akan Kembali ke dalam Tanah

Pertama, adalah dengan menjaga kebersihan. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan manusia menghasilkan sampah. Allah sebenarnya sudah merancang bumi supaya secara alami dapat mengelola sampah-sampah ini. Penulis kitab Amsal menyatakan, “Dengan hikmat TUHAN telah meletakkan dasar bumi, dengan pengertian ditetapkan-Nya langit, dengan pengetahuan-Nya air samudera raya berpencaran dan awan menitikkan embun.” (Ams 3:19).  Sayangnya manusia lalai mengelola sampah dengan baik sehingga menyebabkan gangguan dan ketidaksetimbangan lingkungan. Masalah sampah semakin hari semakin meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, aktivitas, pola kehidupan, tingkat sosial ekonomi dan kemajuan teknologi. Dalam artikel sebelumnya (http://parokisantolukas.org/detail.php?id=1029) pernah dijelaskan bahwa Allah memerintahkan bangsa Israel untuk menguburkan kotoran manusia di luar perkemahan (“kada hajat”, Ul 23:12-13). Perintah ini dimaksudkan agar perkemahan tetap bersih. Maka ketaatan manusia dalam mengelola sampah adalah ketaatan kepada Allah.

Allah Sangat Peduli terhadap Kebersihan Lingkungan

Kedua, adalah dengan menghemat sumber daya alam. Menghemat sumber daya alam berarti menghargai sumber daya alam sebagai anugerah dari Allah. Kitab Kejadian (Kej 2:15) menyatakan bahwa Tuhan mengutus manusia untuk mengusahakan dan memelihara alam. Kata “mengusahakan” dalam ayat ini menggunakan kata Ibrani “abudah”, yang memiliki akar kata yang sama dengan kata “ibadah”. Maka, ketika manusia memanfaatkan alam dengan bertanggung jawab, manusia beribadah dan mengabdi kepada Allah. Manusia harus bijak dan dalam mengelola lingkungan dan memeliharanya sesuai dengan kepercayaan yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia.

Bijak Mengelola Sumber Daya Alam adalah Ibadah Manusia

Sang Khalik telah memberikan tanggung jawab kepada manusia untuk memelihara bumi. Penghargaan akan tugas mulia ini dan penghormatan kepada Allah serta seluruh ciptaan-Nya hendaknya memotivasi manusia untuk membuat keputusan yang bijaksana dan sungguh-sungguh berkenan kepada Allah dalam hal pengelolaan lingkungan hidup.

Masa Adven adalah masa pertobatan dan selayaknya kita isi juga dengan pertobatan ekologis. Paus Fransiskus telah menyerukan pesan pertobatan ekologis dalam ensiklik keduanya Laudato Si’. Beliau mengutip nyanyian yang indah dari St. Fransiskus Asisi “Gita Sang Surya”, yang mengingatkan kita bahwa bumi adalah saudari kita yang berbagi hidup dengan kita. Sebuah seruan aktual di tengah-tengah gempuran dahsyatnya perusakan lingkungan hidup akibat konsumerisme dan keserakahan manusia. Maka, Gereja tidak hanya dipanggil untuk mengurusi masalah-masalah teologi dan ibadah semata-mata, tetapi juga membuka diri untuk mengambil bagian dalam melindungi bumi dari kehancuran bersama umat manusia seluruh dunia.