100% KATOLIK INDONESIA

Dipublikasikan tanggal 09 December 2016

100% KATOLIK INDONESIA

Pertemuan Adven IV

Almarhum Mgr. Albertus Soegijapranata pernah berkata, “Jika kita merasa sebagai orang Kristen yang baik, kita semestinya juga menjadi seorang patriot yang baik. Karenanya, kita merasa bahwa kita 100% patriotik sebab kita juga merasa 100% Katolik. “ Untuk mewujudnyatakan ide tersebut, Mgr. Soegijapranata memberikan caranya, yaitu dengan membentuk lingkungan dalam Gereja. Dalam lingkungan itu diharapkan ada orang-orang Katolik yang membangun lingkungan dan terlibat dalam gerakan masyarakat. Di lingkungan itu pula awam Katolik berperan menjadi rasul Gereja sesuai dengan perannya masing-masing.

Mgr. Albertus Soegijapranata: 100% Katolik 100% Indonesia

Kitab Suci Perjanjian Lama mencatat tokoh-tokoh yang patriotis misalnya Nehemia (Neh 1:3-11). Dia menjadi pengurus minuman raja dan tugasnya adalah mencicipi lebih dahulu anggur yang akan disajikan kepada raja supaya dapat dipastikan bahwa minuman itu tidak mengandung racun. Profesi itu merupakan kedudukan tertinggi dalam istana raja Persia. Namun, dia tidak melupakan bangsanya sendiri. Ia bersedia meninggalkan kehidupan mewah dalam istana dan pergi ke Yerusalem untuk membangun kembali kota itu. Kitab Ester juga menceritakan patriotisme Ester dan Mordekhai, yang berupaya menyelamatkan bangsa Israel dari genosida akibat ulah Haman. Patriotisme juga ditunjukkan di dalam kitab 1 dan 2 Mak, di mana orang-orang Yahudi berperang melawan Helenisme yang dipaksakan oleh raja Antiokus IV Epifanes. Di sana dikisahkan patriotisme seorang yang lanjut usia bernama Matatias, dengan kelima orang anaknya: Yohanes, Simon, Yudas, Eliazar, dan Yonatan.

Patriotisme juga muncul dalam Perjanjian Baru dengan hadirnya orang-orang kelompok Zelot, yang didirikan oleh Yudas orang Galilea (Kis 5:36-37). Mereka meyakini bahwa sikap tunduk kepada penjajah Roma berarti pengkhianatan terhadap Allah, raja Israel sejati. Kelompok ini memberontak terhadap Roma pada tahun 6 M, namun gagal. Mereka menolak keras pembayaran upeti bangsa Israel kepada kasiar Roma. Mereka dengan fanatik meneladani Matatias dan anak-anaknya.

Dengan demikian, patriotisme adalah sikap yang dipuji dalam Kitab Suci. Namun, patriotisme harus dibedakan dari chauvinisme atau paham nasionalisme yang sempit. Kaum chauvinist menginginkan agar negara mereka menjadi negara yang paling berkuasa di dunia, maka mereka tidak segan untuk merendahkan dan bermusuhan dengan negara lain. Santo Yohanes Paulus II membahas tentang patriotisme dalam bukunya Memory and Identity. Beliau mengajarkan bahwa patriotisme adalah cinta terhadap tanah air sendiri yang menghargai hak-hak bangsa lain sama dengan hak-hak yang dituntutnya. Kitab Suci mengajarkan kita untuk menghormati dan mengasihi orang-orang asing (Im 19:33-34) sama seperti diri kita sendiri.

Sikap patriotisme juga tidak sejalan dengan paham “right or wrong is my country” yang fanatik. Semboyan nasionalisme ini diucapkan oleh Winston Churchill Perdana Menteri Inggris semasa Perang Dunia II. Meskipun kita harus mencintai bangsa dan negara dengan segala kekurangan dan kelebihannya, hal ini tidak mengurangi kewajiban kita untuk selalu membela kebenaran dan keadilan. Hal ini menjadi pergumulan hidup para nabi, misalnya Yeremia. Dalam masa pelayanan Yeremia, kerajaan Yudea (Selatan) diajak Mesir untuk bersekutu menyerang Babel, negara terkuat saat itu. Yeremia dengan gigih melawan usul tersebut dan menentang nabi-nabi palsu dengan menegaskan bahwa tindakan bersekutu dengan Mesir bertentangan dengan kehendak Allah. Sayangnya, penduduk kerajaan Yudea lebih condong kepada nabi-nabi palsu dan menuduh Yeremia melemahkan semangat juang nasional mereka.

Sikap patriotisme juga ditandai dengan ketaatan kepada pemimpin dan pemerintah yang sah. Kitab Suci mencatat banyak amanat tentang hal ini, misalnya:

  1. Ams 24:21, “Hai anakku, takutilah TUHAN dan raja; jangan melawan terhadap kedua-duanya.”
  2. Rom 13:2, “Sebab barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.”
  3. Tit 3:1, “Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik.”
  4. 1 Pet 2:13-14, “Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik.”

Umat beriman bukan hanya diwajibkan untuk menghormati dan menaati pemerintah, tetapi juga diwajibkan untuk berdoa bagi mereka, seperti himbauan St. Paulus, “Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang,  untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan (1 Tim 2:1-2). Karena itu, orang Kristen wajib berdoa bagi bangsa dan negaranya. Tentu saja umat Katolik dapat memanfaatkan masa Adven 2016 dengan sebaik-baiknya untuk mendoakan bangsa dan negara Indonesia agar menjadi bangsa yang semakin maju dan kuat serta takut akan Tuhan.