SAUDARA-SAUDARA YESUS

Dipublikasikan tanggal 01 February 2017

SAUDARA-SAUDARA YESUS

Siapakah Mereka?

Bacaan Injil hari ini (Mrk 6:1-6) menyinggung tentang saudara-saudara Yesus. Mereka bernama Yakobus, Yoses, Yudas, dan Simon serta beberapa saudara perempuan Yesus. Yakobus saudara Yesus juga disinggung oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia (Gal 1:19). Adapun penginjil Yohanes (Yoh 7:5) mencatat bahwa saudara-saudara Yesus tidak percaya kepada-Nya. Namun, Kis 1:14 menyebutkan saudara-saudara Yesus bertekun sehati dalam doa di ruang atas.

Gereja Katolik mengajarkan bahwa Bunda Maria tetap perawan selamanya (KGK 499). Maria perawan sebelum melahirkan Kristus (virginitas ante partum), ketika melahirkan Kristus (virginitas in partu) dan setelah melahirkan Kristus (virginitas post partum). Tentu saja ajaran Gereja Katolik ini tidak diakui oleh seluruh umat Kristiani, salah satunya karena ada penyebutan saudara-saudara Yesus dalam Kitab Suci. Selain itu, Matius mencatat dalam injilnya bahwa Yusuf tidak bersetubuh dengan Maria sampai ia melahirkan Yesus (Mat 1:25). Pernyataan ini “seolah-olah”  menyiratkan bahwa hubungan suami istri antara mereka terjadi setelah Yesus lahir, dan menjawab kehadiran saudara-saudari Yesus dalam kisah-kisah berikutnya.

Dogma “Maria Perawan Kekal” merupakan dogma kedua yang diajarkan oleh Gereja Katolik tentang Bunda Maria. Dogma ini dikukuhkan pada Konsili Lateran tahun 649 sebagai berikut:

Barangsiapa tidak, menurut para Bapa Suci, mengakui dengan sesungguhnya dan sepantasnya bahwa Maria Tersuci, yang tetap perawan selamanya dan yang dikandung tanpa noda dosa, adalah Bunda Allah, karena dalam hari-hari terakhir ini ia mengandung dalam realitas sebenarnya tanpa benih manusia, dari Roh Kudus, Allah Sabda Sendiri, yang dilahirkan dari Bapa sebelum segala waktu, dan melahirkan-Nya tanpa sakit, keperawanannya tetap utuh murni sesudah kelahiran Putranya, biarlah ia dikutuk.

Lalu bagaimana Gereja Katolik membela ajaran tentang keperawanan Maria sedangkan sanggahan yang diajukan oleh pihak-pihak yang berkeberatan didukung oleh ayat-ayat Kitab Suci? Beberapa butir permenungan di bawah ini mungkin dapat menjawab segala keberatan yang dimaksud.

  1. Kisah kanak-kanak Yesus dalam injil Lukas tidak menceritakan bahwa Yesus memiliki adik(-adik). Luk 2:41-52 mencatat bahwa Yesus berumur dua belas tahun dan pergi ke Yerusalem beserta kedua orang tua-Nya. Kisah ini tidak menyinggung tentang saudara-saudara Yesus.
  2. Ketika Yesus wafat, Ia menyerahkan ibu-Nya kepada murid yang dikasihi-Nya (Yoh 19:25). Menarik untuk dicermati bahwa Yesus tidak menyerahkan ibu-Nya kepada saudara-saudara-Nya.
  3. Kata Yunani adelphos diterjemahkan “saudara”. Kata "saudara" bisa merujuk pada hubungan darah atau kekeluargaan, namun tidak dapat dipastikan bahwa hubungan tersebut bersifat hubungan kandung. Maka adelphos bisa merujuk kepada saudara tiri, saudara sepupu, atau saudara kandung. Kata adelphos bahkan dapat merujuk pada hubungan kasih yang membentuk suatu komunitas. Mulai Kis 1:16 sesama anggota jemaat saling menyapa dengan sebutan “saudara”.
  4. Injil Matius (Mat 27:56) mencatat nama beberapa perempuan di kaki salib Yesus: Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu anak-anak Zebedeus. Demikian pula injil Yohanes (Yoh 19:25) mencatat nama Bunda Maria (ibu Yesus), saudara ibu Yesus yang bernama Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Kalau membandingkan dua teks ini, dapat disimpulkan, meskipun tidak bersifat absolut, bahwa Bunda Maria memiliki saudara yang juga bernama Maria. Maria inilah ibu dari Yakobus dan Yusuf (atau Yoses). Maka, saudara-saudara Yesus yang disebutkan dalam Kitab Suci kemungkinan adalah “saudara-saudara sepupu-Nya”.
  5. Penginjil Matius mencatat bahwa Yusuf tidak bersetubuh dengan Maria sampai Yesus lahir. Kata “sampai” tidak berarti bahwa Yusuf dan Maria melakukan yang sebaliknya setelah Yesus lahir. Hal ini didukung oleh tema besar injil Matius bahwa Yesus adalah Imanuel (Allah beserta kita, Mat 1:23) dan Ia akan menyertai kita senantiasa sampai akhir zaman (Mat 28:20). Tentu pernyataan Yesus ini tidak berarti bahwa setelah akhir zaman Ia berhenti menyertai kita lagi bukan?
  6. Ada pula ahli tafsir yang mengaitkan keperawanan Maria dengan sebuah nubuat dalam kitab Yehezkiel.

Kemudian ia membawa aku kembali ke pintu gerbang luar dari tempat kudus, yang menghadap ke timur;  gerbang ini tertutup.  Lalu TUHAN berfirman kepadaku: "Pintu gerbang ini harus tetap tertutup, jangan dibuka dan jangan seorangpun masuk dari situ,  sebab TUHAN, Allah Israel, sudah masuk melaluinya; karena itu gerbang itu harus tetap tertutup.  Hanya raja  itu, oleh karena ia raja boleh duduk di sana makan santapan di hadapan   TUHAN. Raja itu akan masuk melalui balai gerbang dan akan keluar dari situ."

(Yeh 44:1-3)

Dalam kaitannya dengan ajaran tentang keperawanan Maria yang kekal, Gereja Katolik merenungkan nubuat nabi Yehezkiel tentang pintu gerbang Bait Allah di surga. Keperawanan Bunda Maria ditipologikan sebagai pintu gerbang Bait Allah surgawi. Pintu ini harus tetap tertutup karena TUHAN Allah Israel telah masuk melaluinya, dan tidak ada seorang pun yang boleh masuk melaluinya. Keperawanan Bunda Maria adalah keperawanan yang kekal di mana tidak akan ada lagi yang dilahirkan oleh rahim Maria selain Kristus. Pintu gerbang itu akan selalu tertutup, karena hanya sang Raja yaitu Allah Israel yang boleh melewatinya, dan Ia akan duduk dan bersantap. Raja ini menggambarkan Kristus karena Ia adalah Mesias, keturunan Yehuda (suku raja).

Dengan demikian, ajaran Gereja Katolik tentang keperawanan Bunda Maria yang kekal bukan tanpa dasar. Meskipun tidak diajarkan secara eksplisit dalam Kitab Suci, keperawanan Maria sesudah melahirkan berulangkali dinyatakan oleh para Bapa Gereja Latin, Yunani, dan Suriah. Yang menonjol di antara sumber-sumber patristik adalah tulisan Santo Hieronimus Contra Helvidius, yang tidak hanya mengukuhkan ajaran Gereja, tetapi telah menaklukkan keberatan dan sanggahan terhadap keperawanan Maria setelah melahirkan Yesus.

Dalam kaitannya dengan kehidupan umat beriman, keperawanan Bunda Maria menjadi model hidup keperawanan Gereja. Hidup selibat maupun hidup berkeluarga merupakan panggilan hidup umat beriman. Perkawinan merupakan sakramen yang suci, dan keperawanan merupakan salah satu indikasi kesucian. Keperawanan menjadi kendali untuk tidak mengikuti kecenderungan zaman yang negatif, seperti hubungan seksual pranikah atau hubungan seksual tanpa komitmen perkawinan. Bagi para biarawan biarawati keperawanan adalah persembahan diri kepada Allah. Yesus bersabda, “Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti." (Mat 19:12)

Keperawanan Maria Tetap Utuh Murni Sesudah Kelahiran Putranya (Konsili Lateran, 649)