DEVOSI MARIA
Dipublikasikan tanggal 12 May 2017
DEVOSI MARIA
Bagaimana Seharusnya Menghormati Santa Perawan Maria?
Dalam Gereja Roma Katolik Santa Perawan Maria menempati posisi yang amat penting dan terhormat. Hal ini disebabkan karena Maria ikut berperan serta dalam karya keselamatan. Dengan menerima Kristus di dalam rahimnya, melahirkan-Nya, mengasuh-Nya, dan turut menderita bersama Kristus di kaki salib, Maria telah mengambil bagian dalam karya keselamatan bersama Puteranya.
Maka, di Gereja Katolik dikenal bentuk-bentuk penghormatan kepada Santa Perawan Maria atau yang lebih dikenal dengan istilah devosi Maria. Bulan Mei dan bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan Maria dan bulan Rosario. Umat Katolik mengenal doa Salam Maria, doa Malaikat Tuhan, doa Ratu Surga, dll. Umat Katolik juga melakukan ziarah ke goa-goa Maria dan masih banyak bentuk praktik kesalehan lainnya yang berkaitan dengan Maria. Tidaklah mengherankan kalau dalam teologi Katolik dikenal pepatah “De Maria Numquam Satis” yang artinya “mengenai Maria tidak pernah cukup”.
Aneka Bentuk Penghormatan kepada Santa Perawan Maria
Intisari dari devosi Maria pada dasarnya adalah menjadikan Maria sebagai teladan hidup beriman. Umat Katolik tidak menghormati Maria karena dia memiliki kekuatan gaib atau supranatural, melainkan sebagai manusia biasa (seperti umat beriman lainnya) yang berhasil membuktikan dirinya sebagai hamba Allah yang taat. Maria menghayati imannya dengan teguh dan tidak tergoyahkan dengan pelbagai godaan, kesulitan, dan tantangan. Dalam Gereja Katolik Maria juga disebut sebagai “ecclesiae typae” (citra Gereja). Oleh karena itu, tujuan terakhir dari devosi Maria tentu saja adalah membawa umat beriman kepada Yesus dalam arti lebih mengenal, mencintai, memuliakan, dan menaati-Nya. Devosi Maria membawa umat beriman kepada penyerahan diri seutuhnya kepada Yesus, dan hal ini nyata dalam ungkapan “per Mariam ad Jesum” yang artinya “melalui Maria menuju Yesus”.
Karena devosi Maria pada dasarnya tergantung dari budaya dan pribadi masing-masing umat, maka tentu saja bentuk-bentuk penghormatan yang dipraktikkan akan berbeda. Maka, devosan Maria pun “terbagi” menjadi dua kelompok: kelompok maksimalis dan kelompok minimalis.
Kelompok maksimalis berpendapat bahwa Maria menduduki posisi paling unggul dalam Gereja, karena perannya dalam rencana keselamatan dan juga karena misteri-misteri Maria berurat akar dalam relasi Trinitas. Maka, Maria tidak cukup apabila hanya dipandang sebagai anggota Gereja saja, melainkan di atas Gereja. Dengan demikian, pembahasan tentang Maria bukan merupakan bagian dari eklesiologi.
Sebaliknya, kelompok minimalis berpendapat bahwa Maria adalah anggota Gereja yang perlu ditebus sama seperti anggota Gereja lainnya, meskipun dia menjadi model Gereja dalam peziarah duniawinya menuju kepenuhan eskatologis. Maka, gagasan tentang Maria sebaiknya dimasukkan ke dalam konstitusi tentang Gereja.
Perdebatan antara kedua kelompok ini meruncing pada Konsili Vatikan II, sehingga perlu diadakan pemungutan suara (voting) pada tanggal 26 Oktober 1963 untuk memutuskan apakah ajaran tentang Santa Perawan Maria perlu dimasukkan ke dalam konstitusi tentang Gereja atau tidak. Melalui dua kali proses voting, akhirnya para Bapa Konsili menyetujui bahwa pokok-pokok ajaran tentang Santa Perawan Maria dimasukkan ke dalam skema konstitusi tentang Gereja, dan ditempatkan pada dokumen Konstitusi Dogmatik tentang Gereja Lumen Gentium Bab VIII dengan judul “Santa Maria, Perawan dan Bunda Allah dalam Misteri Kristus dan Gereja.”
Konsili Vatikan II telah memberikan pedoman bagi penghormatan yang tepat kepada Maria. Pertama, devosi Maria harus menempatkan Allah sebagai titik orientasi. Meskipun devosi Maria sangat istimewa, pada hakikatnya tetap saja berbeda dengan penyembahan kepada Allah. Kedua, devosi Maria penting ditempatkan dalam konteks liturgis. Dengan demikian Konsili Vatikan II mencoba menertibkan bentuk-bentuk devosi Maria yang sudah ada sebelumnya, yang lebih didasarkan kepada perasaan dan kesalehan emosional daripada Kitab Suci dan liturgi. Dengan cara ini Konsili Vatikan II hendak menghindari salah paham dengan saudara-saudara Kristen yang lain.
Konsili Vatikan II Mengubah Wajah Gereja dalam Banyak Hal, Termasuk Devosi Maria
Setelah Konsili Vatikan II, pada tanggal 2 Februari 1974 Paus Paulus VI mengeluarkan anjuran apostolik “Marialis Cultus”. Dalam dokumen ini diberikan empat petunjuk pelaksanaan devosi Maria yakni: biblis, liturgis, ekumenis dan antropologis.
Devosi Maria harus bersifat biblis, artinya penghormatan kepada Maria tidak bisa dilepaskan dari Kitab Suci, malahan harus menimba sebanyak-banyaknya inspirasi rohani darinya. Maka, devosi Maria perlu diresapi dengan Kitab Suci agar dalam praktik-praktik devosinya umat beriman dapat diterangi dengan cahaya Sabda Ilahi dan bertindak sesuai dengan perintah Sang Sabda yang menjadi manusia.
Devosi Maria bersifat liturgis, artinya harus disesuaikan dengan liturgi dan pastoral yang sehat. Maka, tidak boleh memasukkan unsur-unsur devosi di dalam perayaan Ekaristi, karena ada bahaya bahwa kenangan akan Tuhan sendiri tidak menjadi puncak perayaan, melainkan hanya menjadi kesempatan untuk praktik devosi.
Devosi Maria bersifat ekumenis, artinya harus mempertimbangkan bentuk-bentuk penghormatan kepada Maria yang dipraktikkan oleh saudara-saudara Ortodoks, Anglikan, dan Gereja-gereja Reformasi. Hendaknya devosi Maria tidak menjadi batu sandungan dalam upaya-upaya ekumenis.
Devosi Maria bersifat antropologis, artinya umat beriman mengungkapkan perasaan hormat kepada Santa Perawan Maria dalam keadaan sosio-kultural yang berbeda dan dengan cara serta sikap yang sesuai zamannya.
Marialis Cultus, Anjuran Apostolik Paus Paulus VI
Dengan menyediakan diri menjadi Bunda Penebus, sudah layak dan sepantasnya Santa Perawan Maria diberi penghormatan yang tinggi. Maria adalah cermin kekudusan, yang senantiasa memantulkan rahmat Allah. Maria adalah wanita yang terberkati di antara segala wanita dan dia telah menerima panggilan paling luhur yang pernah dikaruniakan Allah kepada manusia. Praktik-praktik penghormatan kepada Maria secara keseluruhan bertujuan untuk meneladani cara hidupnya sambil mohon doa perantaraannya, supaya umat beriman semakin mendekatkan diri kepada Yesus Kristus.
Bunda Allah, doakanlah kami.