SAKRAMEN PERKAWINAN BUKAN MAINAN

Dipublikasikan tanggal 12 August 2017

SAKRAMEN PERKAWINAN BUKAN MAINAN

Sebagai orang-orang Kristiani, perkawinan merupakan peristiwa yang agung. Mulai dari gereja sampai pernak-pernik resepsi pasti dipersiapkan dengan detail. Namun, sakralnya Sakramen Perkawinan akan hilang ketika musik Metal (atau dangdut) menjadi iringan pengantin saat masuk menuju altar.

Pemilihan lagu dan iringan musik haruslah tepat untuk menciptakan suasana yang sakral dan mengundang kehadiran Tuhan Semesta Alam untuk memberkati laki-laki dan perempuan dalam Sakramen Perkawinan.

Tim Liturgi Dekanat Utara bekerja sama dengan Komisi Liturgi KAJ menyelenggarakan Seminar Musik dan Lagu Liturgi Perkawinan pada hari Sabtu, 12 Agustus 2017. Seminar yang diadakan di Aula Hendrikus Paroki St Lukas ini dihadiri oleh 165 orang dari berbagai paroki di Dekanat Utara.

RD Hieronimus Sridanto Aribowo, MA Lit menjelaskan bahwa koor sebaiknya diambil dari umat lingkungan / wilayah karena kedua mempelai akan tinggal di dalam lingkungan setelah resepsi perkawinan selesai. Sekurang-kurangnya, harus ada 30 orang yang bernyanyi di bangku koor. Tidak harus empat suara (sopran, alto, tenor dan bas), satu suara pun boleh asal lagu dinyanyikan dengan baik. Que bene cantat bis orat (bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali).

Dirijen dan pemazmur haruslah orang yang berbeda. Dirijen memimpin di depan anggota koor dengan pakaian tertentu sedangkan pemazmur harus mengenakan seragam liturgi dan bernyanyi di Meja Sabda.

Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam misa perkawinan tidak boleh sembarangan. Sebaiknya dipilih lagu-lagu yang ada nihil obstat (tidak ada kesesatan) dan imprimatur (persetujuan Uskup untuk dipublikasikan) dari keuskupan setempat. Pilihlah lagu-lagu yang direkomendasikan oleh KWI. Lagu yang baru saja diciptakan oleh seorang umat tidak boleh langsung dinyanyikan saat misa.

Alat musik yang menurut pendapat umum hanya cocok untuk musik sekular sama sekali dilarang penggunaannya untuk perayaan liturgi. Jadi, band jelas dilarang di dalam misa. Alat musik yang paling baik adalah orgel. Namun karena harganya sangat mahal, organ juga bisa digunakan asal dipilih yang suaranya seperti orgel. Yang penting diingat bahwa alat musik digunakan sebagai pengiring. Jadi, tidak boleh lebih keras (dominan) daripada suara koor.

Selesai acara liturgi perkawinan, biasanya kedua mempelai berdoa di depan Bunda Maria. Hal yang terpenting adalah doa yang diucapkan oleh pengantin. Jadi, iringan musik yang lembut adalah tepat. Saat itu, sebaiknya dihindari lagu Ave Maria yang keras sehingga doa pengantin menjadi tidak terdengar.

Seminar ditutup dengan tanya jawab yang sangat antusias dari peserta yang hadir. Semoga apa yang telah diperoleh dari seminar ini dapat diwujudkan di paroki masing-masing sehingga kesakralan sebuah sakramen perkawinan dapat terus terjaga.