KRIOGENIKA
Dipublikasikan tanggal 12 October 2017
KRIOGENIKA
Apa Pandangan Gereja Katolik?
Kematian adalah misteri. Siapapun manusia di dunia ini, tidak akan tahu kapan hari, jam, dan tanggal kematiannya, karena kematian seseorang merupakan hak prerogatif Allah. Oleh sebab itu para cendekiawan terus melakukan penelitian tentang peristiwa kematian manusia. Salah satunya adalah upaya pembekuan tubuh manusia yang sudah meninggal untuk kemudian “dibangkitkan” kembali pada waktunya melalui proses yang bernama kriogenika. Menurut Mark Hall, jurubicara perusahaan Inggris Stem Protect dalam wawancara dengan harian The Daily Mail, menyatakan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun biaya kriogenika manusia selama 250 tahun dapat ditekan menjadi kurang lebih enam ribu dolar Amerika Serikat. Saat ini biaya kriogenika berkisar antara 65 dan 100 ribu dolar Amerika Serikat. Pertanyaannya adalah, apakah seorang Katolik boleh meminta agar tubuhnya dibekukan setelah meninggal, dengan harapan bahwa mungkin suatu saat kemajuan ilmu kedokteran bisa menyembuhkan penyakitnya dan dengan demikian “membangkitkan” kembali raganya?
Dr. Lenin de Janon Quevedo, peneliti di Institut Bioetika Universitas Kepausan Katolik Argentina (UCA) menyatakan bahwa tidak ada keberatan moral apa pun jika seorang Katolik meminta agar tubuhnya dibekukan setelah kematiannya karena hal ini mirip dengan membeli sebuah lahan kuburan. Hanya patut disayangkan bahwa jenazah akhirnya disemayamkan bukan di tempat yang layak bagi penyempurnaan jenazah.
Dari segi biomedik ada kendala dengan proses kriogenika. Seperti diketahui kematian seseorang ditentukan oleh status “mati otak” atau “mati jantung”. Banyak manusia yang masih bernafas dan jantungnya masih berdetak, padahal otaknya sudah dinyatakan mati. Hal ini menjadi dilema etis para dokter setelah mesin ventilator ditemukan. Proses kriogenika biasa dilakukan dalam jangka waktu maksimal 25 menit setelah kematian seseorang. Namun, jaringan otak tidak akan dapat dipulihkan kembali setelah kematian manusia melewati 5 menit, sedangkan untuk jaringan jantung setelah kematian melewati waktu 20 sampai 40 menit. Maka, membekukan tubuh manusia tanpa dapat memastikan apakah dia dapat dipastikan benar-benar tidak dapat dipulihkan kembali, secara harafiah berarti menghukum orang tersebut dengan hukuman mati, mati karena kedinginan.
Apa Pandangan Gereja?
Pastor Mario Arroyo Martinez Fabre, PhD, doktor filsafat dari Universitas Kepausan Salib Suci di Roma, menyatakan bahwa gagasan untuk membekukan tubuh setelah kematian "adalah harapan yang naif", walaupun dia menyatakan bahwa "hal ini tidak dilarang secara eksplisit" oleh Gereja. Kriogenika bukanlah kenyataan sehingga apabila diterapkan dalam hukum kanonik Gereja, hal ini malah menjadi anakronistik.
Karena Gereja mengakui bahwa tubuh adalah bait Allah dan Roh Kudus diam di dalamnya (bdk. 1 Kor 3:16), Gereja mewajibkan bahwa tubuh, sekalipun sudah mati harus diperlakukan dengan penuh martabat, sehingga harus disimpan di tempat yang suci (pemakaman, gereja, musoleum). Memakamkan orang di kulkas super dingin, seperti halnya proses kriogenika jelas bertentangan dengan ketentuan itu.
Lalu, ketika tubuh manusia dibekukan, apakah jiwanya ikut membeku? Sang pastor menjawab bahwa jiwa manusia tidak mungkin membeku. Ketika manusia meninggal, jiwanya terpisah dari raganya. Jiwa manusia akan menerima penghakiman pribadi dan dia akan pergi ke surga, neraka, atau api penyucian. Jiwa akan kembali bersatu dengan tubuh yang dibangkitkan pada hari kedatangan Tuhan. Sebelum itu, jiwa tidak mungkin kembali untuk bersatu dengan tubuh yang fana.
Ted Williams, Mantan Pemain Baseball yang Dibekukan