KISAH NABI YUNUS
Dipublikasikan tanggal 24 April 2018
KISAH NABI YUNUS
Kisah Pelarian Seorang Nabi
Kitab Yunus merupakan kitab nabi yang mungkin paling digemari oleh para pembaca Kitab Suci. Meskipun termasuk dalam kategori kitab nabi-nabi kecil, namun gaya bahasanya memang berbeda dengan sastra kenabian pada umumnya. Kitab ini lebih bersifat naratif dan satu-satunya nubuat nabi Yunus hanyalah terdapat dalam Yun 3:4 yang berbunyi, “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.”
Tuhan mengutus Yunus untuk mempertobatkan kota Niniwe, kota penting dalam kerajaan Asyur. Namun, sang nabi berupaya menghindari perutusannya dan melarikan diri ke kota Tarsis, yang kemungkinan besar berada di pantai barat Spanyol. Karena pantai barat Spanyol merupakan ujung paling barat dari dunia yang diketahui manusia pada saat itu, rupanya sang nabi memang nekad melarikan diri sampai “ke ujung dunia” untuk menghindari panggilan Tuhan.
Untuk mendapatkan kapal ke Tarsis, Yunus harus pergi ke Yafo, sebuah kota pelabuhan di sebelah barat laut Yerusalem. Untuk pergi ke Yafo Yunus harus “turun” (יָרַד Ibr, yarad) dari gunung ke pantai. Kemudian Yunus “turun” ke dalam kapal yang akan membawanya ke Tarsis. Lalu, Yunus “turun” ke dalam ruang kapal yang paling bawah. Rupanya Yunus “turun” makin lama makin dalam! Bahkan ketika ditelan ikan besar, Yunus dibawa “turun” de dasar bumi (Yun 2:6). Rupanya kata “turun” digemari oleh penulis kitab Yunus. Inilah kisah seseorang yang melarikan diri dan mengingkari panggilan Tuhan. Alih-alih melarikan diri jauh dari hadapan Tuhan, Yunus malah makin terperosok semakin dalam!
Kata “Yunus” dalam bahasa Ibrani (יוֹנָה, yonah) berarti burung merpati. Di dalam Hos 11:11 burung merpati melambangkan bangsa Israel. Pelarian Yunus melambangkan penolakan bangsa Israel untuk mewartakan pertobatan kepada bangsa non-Yahudi, dalam hal ini Niniwe. Sejak kembali dari pembuangan, bangsa Yahudi menerapkan sistem nasionalisme yang amat ketat dan sempit, terutama di zaman Ezra Nehemia. Mereka berupaya untuk melawan sinkretisme (pencampuran agama) yang mengancam bangsa Israel pada saat itu, dan berusaha menjaga identitas bangsa, antara lain dengan melarang kawin campur.
Selain kata “turun” kata lain yang amat sering muncul dalam kitab Yunus adalah kata “besar” (גָּדוֹל, gadol). Niniwe adalah kota yang besar, terjadi badai yang besar, ketakutan awak kapal yang sangat besar kepada Tuhan, ikan besar dan lain-lain. Pokok pemberitaan kitab Yunus adalah kerahiman Allah yang mahabesar. Dia mengasihi semua bangsa, bukan hanya bangsa Yahudi. Ayat dari kitab Yunus (4:11) berbunyi, “Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu,yang berpenduduk lebih dari serratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?”
Kata “sayang” dalam bahasa Ibrani (חוּס, chus) melukiskan kerahiman Allah yang luar biasa. Yunus sendiri menyebut Tuhan sebagai Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Seruan ini bermula dari kisah anak lembu emas di kitab Kel 34:6. Kata “kasih setia” dalam bahasa Ibrani (אֱמֶת, emet) memiliki akar kata yang sama dengan kata “Amitai” (אֲמִתַּ֖י), nama ayah Yunus. Yunus sebagai “burung merpati” adalah anak dari Tuhan, Sang Kasih Setia. Tuhan membutuhkan umatnya untuk menjadi duta kerahiman-Nya. Meskipun sang duta melarikan diri sampai ke ujung dunia, Dia akan tetap setia mencarinya dan membawanya kembali ke hadapan-Nya untuk melaksanakan tugas panggilannya. Tugas panggilan itu tidak lain adalah mewartakan kerahiman-Nya kepada semua orang, tanpa kecuali.