Keluarga merupakan jalan pertama bagi kedamaian
Dipublikasikan tanggal 10 February 2011
Jakarta, 10 Februari 2011
Kepada keluarga-keluarga kristiani
Se-Keuskupan Agung Jakarta
di tempat
Salam damai dalam kasih Keluarga Kudus Yesus, Maria dan Yosep.
Kita semua mendambakan hidup yang aman dan damai. Kita semua memerlukan suasana yang memungkinkan untuk menjalani hidup dengan tenang. Meski demikian, kita juga mengalami berbagai kenyataan yang membuat seakan-akan hidup yang aman dan damai sulit terwujud. Konflik dan berbagai keresahan sosial, kekerasan dalam berbagai bentuk, kemiskinan dan perilaku yang tak akrab dengan lingkungan membuat kehidupan ini terpecah-pecah. Perilaku para pengendara di jalanan cukup memberikan gambaran kepada kita bahwa hidup banyak manusia sekarang ini seperti terburu-buru dikejar oleh waktu. Suasana hidup banyak diwarnai oleh mentalitas masa bodoh. Tak peduli dengan hidup orang lain. Yang penting adalah hidupku. Hidup kelompokku. Dalam iklim hidup masyarakat seperti ini, masihkan kita mencapai hidup yang tenang dan damai? Bagaimana kita dapat mengharapkan dan mencapai hidup yang tenang dan damai itu? Dapatkah kita mengalami hidup yang aman dan damai dalam iklim masyarakat yang diracuni oleh kebencian serta mentalitas balas-membalas?
Menurut saya, kita tak boleh berkecil hati. Bagaimanapun, hidup yang aman dan damai, hidup yang tenang dapat kita capai. Kedamaian merupakan bagian dari rencana Allah sejak dunia diciptakan. Kedamaian mengatasi konflik. Kedamaian mempersatukan perbedaan. Allah meletakkan dasar dari hidup yang aman dan damai dalam kodrat dasariah manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah sendiri.
Hidup yang aman dan damai itu berkembang dalam hubungan antar manusia, terlebih lagi dalam hubungan istimewa yang dibangun oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berkomitmen untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan. Dalam perkawinan, seorang laki-laki dan seorang perempuan menjadi satu sedemikian rupa sehingga hidup yang aman dan damai tercipta. Kesatuan antara keduanya mengatasi konflik dan perbedaan yang ada. Tuhan mempercayakan kepada keduanya tanggungjawab untuk meneruskan kelanjutan kehidupan dengan membangun keluarga. Kita bisa melihat disini, bahwa sebenarnya masa depan umat manusia dipelihara dan diteruskan melalui keluarga.
Karena itu, ada hubungan yang erat antara keluarga dengan hidup yang aman dan damai. Kedamaian dan kerukunan hidup antara suami-isteri diteruskan dalam kedamaian dan kerukunan hidup antara orang tua dengan anak-anaknya. Kedamaian dan kerukunan hidup antara orang tua dengan anak-anaknya diteruskan dalam kedamaian dan kerukunan hidup dalam praktek bertetangga. Kedamaian dan kerukunan hidup dalam praktek hidup bertetangga diteruskan dalam kedamaian dan kerukunan hidup dalam hidup bersama dalam masyarakat. Dengan kata lain, keluarga merupakan jalan perdamaian. Keluarga memberikan sumbangan yang sangat besar dalam mencari dan menemukan hidup yang aman dan damai. Keluarga menjalankan tanggungjawabnya dalam menanamkan suasana hidup yang damai. Sikap menghargai perbedaan justeru bermula di dalam keluarga.
Kita bisa membayangkan pasangan suami-isteri yang berasal dari daerah dan latar belakang yang berbeda. Berbagai perbedaan itu disatukan dalam perkawinan. Disitulah sikap menghargai perbedaan berawal. Sikap saling cinta antara pasangan suami-isteri, meski tetap ada dan diakui perbedaan antara keduanya, merupakan awal mula hidup bersama dalam damai. Sikap hormat suami terhadap isterinya dan sikap hormat isteri terhadap suaminya merupakan bentuk konkret dari praktek hidup berdamai. Pada titik ini bisa dikatakan, bahwa kedamaian bisa tercipta jika ada penghormatan terhadap perbedaan.
Dalam keluarga, praktek hidup yang diwarnai oleh kedamaian, tak saja terjadi dalam diri pasangan suami-isteri. Kedamaian mulai ditanamkan dan bertumbuh dalam usaha orang tua menjalankan tugas dan tanggungjawab mereka dalam mendidik anak. Tugas itu dijalankan dengan sepenuh hati dengan maksud supaya anak-anak makin bertumbuh dewasa dan berkembang dalam sikap menghormati, menghargai, dan menerima perbedaan.
Sikap penuh cinta kasih antara suami-isteri, antara orang tua dengan anak-anaknya menjadi jalan bagaimana kehidupan bersama yang damai dalam lingkup yang lebih luas tercapai. Bagaimana pun, berbagai kebajikan dalam relasi suami-isteri seperti, relasi orang tua-anak yang diwarnai oleh sikap hormat yang mendalam terhadap perbedaan, menjalani hidup bersama dengan sikap saling mengerti dan mengampuni, teladan kesabaran dan kebaikan yang membesarkan hati, penerimaan dan cinta terhadap anggota keluarga yang lemah dan sakit, termasuk di dalamnya penerimaan yang tulus terhadap mereka yang lanjut usia menggambarkan bahwa Keluarga merupakan tempat pertama dimana seseorang menghidupi pengalaman akan kedamaian.
Di tengah-tengah iklim dimana hidup yang tenang dan damai terasa sulit untuk dicapai karena diracuni oleh kebencian serta mentalitas balas-membalas, kita jangan pernah berhenti berharap bahwa keluarga tetap merupakan jalan yang pertama bagaimana seseorang mengalami kedamaian dalam hidup. Cinta yang tulus antar anggota di dalam keluarga merupakan jalan bagi bertumbuhnya kedamaian. Keluarga-keluarga yang dengan murah hati menerima perbedaan di dalam diri setiap anggotanya akan bertumbuh dan berkembang menjadi keluarga yang mengalami kedamaian. Sebab, keluarga merupakan jalan pertama bagi kedamaian.
Sampai jumpa pada edisi mendatang.
Salam dalam nama Keluarga Kudus, Yesus, Maria dan Yosep
Rm. Ignas Tari, MSF
Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan Agung Jakarta