MENGASIHI ALLAH YANG TIDAK DILIHAT
Dipublikasikan tanggal 09 September 2020
MENGASIHI ALLAH YANG TIDAK DILIHAT
Pertemuan Bulan Kitab Suci Minggu Kedua
"Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya” (Mat 25:31-32a). Kita membayangkan bahwa kalimat ini diucapkan oleh Yesus di Bukit Zaitun sambil memandang kota Yerusalem yang sedang merencanakan penangkapan-Nya. Pada saat yang sama salah seorang murid-Nya mengkhianati-Nya! Ketika Yesus nampak seperti manusia yang akan segera menerima kekalahan, Dia justru memaklumatkan kemuliaan-Nya yang akan datang pada suatu hari dan Dia akan menjadi Hakim Agung atas segala bangsa di dunia.
Ujian yang Nyata
Ada satu hal menarik yang dapat disimpulkan dari teks ini. Yesus dengan tegas menyatakan bahwa ciri otentik seorang Kristiani bukanlah terletak pada imannya atau pengetahuannya tentang Kitab Suci, melainkan pada perhatian yang ditunjukkannya kepada sesamanya yang membutuhkan. Bukti yang paling meyakinkan Sang Hakim Agung adalah bagaimana manusia mewujudkan kasihnya dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu Yesus tidak meminta siapa pun untuk membela perkaranya. Dia tidak mengajukan pertanyaan atau meminta bukti-bukti tambahan, sebagaimana dilakukan oleh hakim-hakim di dunia. Dia hanya menyampaikan undangan kepada orang-orang yang layak, “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-ku, terimalah Kerajan yang telah disediakan bagimu …” (Mat 25:34).
Kemudian, Dia menjelaskan dasar keputusan-Nya. Yesus hanya mencatat bahwa manusia yang diberkati oleh Bapa adalah mereka yang memiliki kesempatan untuk menolong sesama yang membutuhkan dan mereka melakukannya. Yesus bahkan mengidentifikasikan diri-Nya sebagai salah seorang yang paling hina. Menolong sesama yang membutuhkan berarti menolong Yesus. Sebaliknya, mengabaikan sesama yang membutuhkan berarti mengabaikan Yesus. Domba-domba yang mewarisi Kerajaan adalah mereka yang telah menanggapi berbagai kebutuhan manusia akan cinta kasih, kepedulian dan pelayanan. Bukan mustahil, ketika melakukan hal ini, mereka juga menanggung risiko yang tidak kecil.
Menurut Yesus, masalah membantu sesama yang membutuhkan sangatlah serius. Hal ini nampak dari ketegasan kata-katanya terhadap kambing-kambing, “Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya” (Mat 25:41b). Kambing-kambing ini mewakili mereka yang mungkin menganggap diri mereka sebagai domba-domba. Di antara deretan kambing-kambing terdapat mereka yang fasih mendaraskan syahadat iman, mereka yang piawai dalam hal dogma Gereja, atau mereka yang memiliki kedudukan istimewa dalam Gereja, namun sayang mereka gagal menunaikan satu tugas utama yakni membantu sesama yang membutuhkan.
Kejutan di Akhir Zaman
Menanggapi keputusan yang ditetapkan oleh Sang Hakim Agunng, reaksi dari domba dan kambing sama saja: mereka sangat terkejut! Artinya, mereka sesungguhnya mengantisipasi keputusan yang berbeda. Sayang keputusan Sang Hakim Agung sudah final dan mengikat. Setiap manusia hanya diberitahu mereka masuk kelompok yang mana.
Apakah iman tidak menjadi hal yang mendasari keputusan Yesus? Tentu saja ya! Domba-domba disuruh untuk menempati tempat di sebelah kanan Yesus karena mereka memiliki iman yang sejati. Iman yang sejati ini berbuah dengan perbuatan-perbuatan yang baik. Mereka melakukan semua perbuatan baik tanpa mengingatnya, dan juga tanpa pamrih atau mengharapkan pujian. Perbuatan baik menjadi kebiasaan dalam kehidupan iman mereka dan mereka melakukannya dengan penuh sukacita. Dengan demikian, mereka memperoleh upah dari Bapa di surga (Mat 6:1, 4, 6, 18).
Perbuatan Baik yang Tidak Baik
Kambing bisa saja merupakan orang-orang munafik yang gemar melakukan perbuatan-perbuatan baik. Sayang mereka melakukan praktik-praktik kesalehan (doa, puasa) dan amal sedekah supaya dilihat orang lain. Jika demikian, mereka tidak beroleh upah dari Bapa di surga. Pada kotbah di bukit Yesus mengajarkan, “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu” (Mat 6:3).
Kisah ini menunjukkan betapa radikalnya perbedaan antara penghakiman Allah dann penghakiman manusia. Perbuatan baik yang sejati adalah perbuatan yang bermuara dari hati yang dihuni oleh Kristus. Hidup seorang Kristiani harus mampu menjawab tuntutan Allah, yakni hidup yang siap sedia menanggapi segala perkara dengan kasih yang tulus terhadap sesama. Santo Yohanes menulis, “Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah,’ dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya” (1Yoh 4:20).
Sekarang, Apa yang Harus Kita Lakukan?
Hanya ada satu jawaban. Kita harus melaksanakan perintah Tuhan. Berjaga-jagalah! Bagaimana caranya? Pertama, dengan tidak jemu-jemu mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan pertolongan kita (Gal 6:9). Kedua, dengan hidup dalam sabda Tuhan, kebenaran yang memerdekakan (2Tim 3:15). Ketiga, hidup dalam Roh dan memberi diri dipimpin oleh Roh (Gal 5:16, 18). Maka, “Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia (Luk 21:36)."