PENGHARAPAN DI TENGAH KETERPURUKAN
Dipublikasikan tanggal 01 December 2020
PENGHARAPAN DI TENGAH KETERPURUKAN
Memasuki Masa Adven 2020
Pada saat para petugas sedang membersihkan sisa-sisa reruntuhan gedung World Trade Center di kota New York, yang dihancurkan oleh serangan teroris pada tanggal 11 September 2001, mereka menemukan penyintas (survivor) yang langka. Sebatang callery pear tree yang hangus terbakar dengan sebagian akarnya sudah tercabut dari tanah ternyata masih mampu bertahan hidup. Berkat ketelatenan para petugas Dinas Pertamanan kota New York, pohon penyintas itu berhasil direhabilitasi dan akhirnya pada tahun 2010 pohon itu dikembalikan ke lokasi semula, yang sudah menjadi National September 11 (9/11) Memorial.
Kalau diperhatikan dengan seksama, tampaklah pembatas yang jelas antara pohon lama yang terbakar dan batang-batang baru yang tumbuh. Para pengunjung 9/11 Memorial tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengamati pohon penyintas itu, kadang sambil meletakkan karangan bunga di bawahnya atau berdoa mengheningkan cipta. 9/11 Memorial melukiskan pohon penyintas ini sebagai berikut, “New, smooth limbs extended from the gnarled stumps, creating a visible demarcation between the tree’s past and present. Today, the tree stands as a living reminder of resilience, survival and rebirth”. Diterjemahkan secara bebas kalimat itu berarti, “Dahan-dahan baru yang mulus menjulur dari tunggul yang keriput, menciptakan kesan yang kentara antara pohon yang lama dan yang baru. Pada hari ini, pohon ini berdiri tegak sebagai peringatan yang hidup tentang ketahanan, keberlangsungan hidup, dan kelahiran kembali”.
Pohon Penyintas Tragedi 11 September 2001
Pada saat inilah kita teringat akan nubuat nabi Yesaya yang tertulis dalam Yes 11. Kita mulai dengan tiga ayat pertama yang berbunyi, “Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah. Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN; ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN. Ia tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang” (Yes 11:1-3). Para pembaca kitab Yesaya pada saat itu sedang dirundung duka karena kekuatan kerajaan Israel dan Yehuda sedang menurun. Mereka membayangkan bagaimana dahulu nabi Samuel memilih Daud anak bungsu keluarga untuk menjadi raja Israel kedua menggantikan Saul. Mereka terngiang akan keberhasilan Daud mengalahkan musuh-musuh Israel seperti Goliat orang Filistin, dan akhirnya membangun kerajaan Israel raya yang hebat. Keberhasilan Daud dilanjutkan oleh putranya Salomo, yang berhasil membangun Bait Allah. Kemudian, melalui nabi Natan, Allah menjanjikan bahwa takhta Daud itu akan kokoh untuk selama-lamanya (2Sam 7:16).
Namun, apa yang terjadi? Pada tahun 721 kerajaan Utara Israel jatuh ke tangan bangsa Asyur dan penduduk Samaria dibuang ke Asyur. Dua abad kemudian pada tahun 586 SM kerajaan Selatan Yehuda ditundukkan oleh bangsa Babel, dan penduduknya dibuang ke Babel. Raja Yehuda terakhir Zedekia dipaksa menyaksikan satu per satu anak-anaknya dibunuh, lalu mata sang raja dibutakan dan dia pun dibuang ke Babel. Bait Allah, istana raja, dan seluruh kota Yerusalem dibumihanguskan. Orang-orang Israel meratapi nasib mereka dan mereka pun bertanya apakah Tuhan sungguh telah meninggalkan mereka?
Dalam carut-marut dan keterpurukan inilah nabi Yesaya mewartakan pengharapan baru. Dari tunggul Isai akan keluar tunas baru dan taruk ini akan berbuah. Yesaya mewartakan bahwa seorang putra keturunan Daud akan memulihkan keadaan Israel yang hancur lebur. Siapakah Dia? Yesaya tidak menyebutkan nama-Nya, namun menjelaskan ciri-ciri pemerintahan-Nya. Pertama, Dia adalah “Yang Diurapi” (Mesias) karena Roh Tuhan Allah ada pada-Nya (Yes 61:1). Dia mewarisi karunia Allah yang sempurna (tujuh karunia Roh Allah) sehingga Dia dapat memerintah dengan penuh keadilan (Yes 11:4-5) dan penuh kedamaian (Yes 11:6-8). Semua penduduk kerajaan-Nya akan menyerah kepada kedaulatan Allah (Yes 11:9) dan kerajaan-Nya bersifat universal, merangkul segala bangsa (Yes 11:10).
Tunas Isai Akan Bertunas
Kita memasuki masa Adven pada hari Minggu tanggal 29 November 2020. Adven berasal dari kata Latin adventus, yang berarti “kedatangan”. Kedatangan siapa yang kita tunggu? Tentu saja, kedatangan Sang Mesias, Raja Damai, Raja Keadilan, Tuhan kita Yesus Kristus. Pengertian “menantikan kedatangan Tuhan” dapat dilihat dari tiga dimensi waktu: masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Adven berarti mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Yesus Kristus, yang lahir 2000 tahun yang lalu di Betlehem. Adven juga mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Yesus Kristus yang kedua pada akhir zaman. Namun, yang tidak boleh dilupakan: Adven terlebih-lebih adalah mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Yesus dalam hati kita yang paling dalam pada saat ini.
Adven tahun 2020 ini memang beda dari biasanya. Untuk pertama kalinya kita memasuki masa Adven di tengah wabah virus corona. Kita akan merayakan Natal di tengah masa PSBB dengan protokol kesehatan yang harus dipatuhi. Tidak semua umat Kristen dapat merayakan Natal di gereja karena peraturan PSBB dan protokol kesehatan. Namun, semua itu tentu saja tidak menghapus pesan Natal yang paling utama yakni bagaimana kita menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk menciptakan keadilan dan perdamaian di bumi ini. Di samping wabah Covid-19, dunia juga sedang dilanda resesi ekonomi yang berdampak luar biasa bagi kesejahteraan hidup umat manusia. Belum lagi ketegangan antara negara-negara yang bersengketa tetap mewarnai Adven dan Natal tahun ini.
Merayakan Natal dengan Protokol Kesehatan di Tengah PSBB
Apakah semua tragedi kemanusiaan ini akan membuat kita kehilangan pengharapan? Nampaknya nubuat Yesaya berkata lain. Dia menulis, “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar …” (Yes 9:1). Kita tidak boleh kehilangan harapan, karena kita tahu bahwa kita memiliki Allah yang dapat diandalkan. Kita kembali ke pohon penyintas yang disinggung pada awal tulisan ini. Pohon yang hampir mati itu tidak pernah putus asa dan berupaya untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Berkat tangan-tangan manusia yang mencintai keadilan dan kedamaian, pohon itu dapat dipulihkan kembali. Dari batangnya yang terbakar tumbuhlah dahan-dahan baru. Pohon itu bertunas dan berbunga, menyatakan secercah harapan kepada bumi yang sedang meratap. Renungan ini akan ditutup dengan tulisan bijak, “The Christmas spirit is that hope which tenaciously clings to the hearts of the faithful and announces in the face of any Herod [of any disaster or tragedy or injustice] the world can produce and all the inn doors slammed in our faces and all the dark nights of our souls that with God all things still are possible that even now unto us a Child is born!” Dalam terjemahan bebas kalimat bijak itu kira-kira berbunyi, “Semangat Natal adalah harapan yang dengan teguh melekat di hati umat beriman dan memaklumatkan di hadapan setiap “Herodes” [bencana atau tragedi atau ketidakadilan] yang dapat dihasilkan dunia dan semua pintu penginapan yang dibanting di hadapan wajah kita serta semua kekelaman jiwa kita bahwa bersama Tuhan segala sesuatu masih mungkin, bahkan sekarang telah lahir bagi kita seorang Anak!”
Selamat memasuki masa Adven penuh berkat dan pengharapan!