Create Your Path With God
Dipublikasikan tanggal 21 February 2022
Create Your Path With God
Tanpa
terasa pandemi Covid-19 sudah berjalan
selama kurang lebih dua tahun, dan di masa pandemi Gereja tetap harus bergerak
dan berkarya dan berharap semakin banyak umat yang mau terlibat untuk berkarya
bersama. Memang tidak mudah membangun hidup persaudaraan kalau semua serba
online, tetapi inilah tantangan pelayanan di gereja/ paroki di masa pandemi dan
dunia serba digital yang harus kita hadapi bersama.
Bidang P3 (Bidang Penelitian dan Pengembangan Paroki), Gereja Santo Lukas - Paroki Sunter pada, Minggu 20 Februari 2022 pukul 13.30 – 15.30 WIB mengadakan sebuah kegiatan secara virtual “Create Your Path With God” dengan narasumber Romo Joseph Susanto Pr,
Ketua Komisi Kerasulan Kitab Suci Keuskupan Agung Jakarta. Kegiatan ini
dihadiri ± 240 orang yang terdiri dari anggota Dewan Paroki Pleno Paroki Sunter
beserta pengurus seksi / lingkungan dan umat aktif di lingkungan. Salah satu
tujuan diadakannya kegiatan ini adalah untuk kaderisasi pengurus baru gereja di masa mendatang. Romo Joseph memberikan sharing tentang pelayanan yang dilakukannya, bagaimana Romo Joseph bertumbuh dalam iman dan sudah menjadi
pelayan di gereja sejak kelas 3 SD. Pelayanan yang dilakukan sejak usia muda
sangat baik untuk tumbuh kembang iman seseorang dan menumbuhkan kecintaan
terhadap gereja.
Seseorang yang menjadi pelayan di gereja hendaknya melihat pesan yang luar biasa yang ada dalam 1 Yehezkiel 1:10” Muka mereka kelihatan begini: Keempatnya mempunyai muka manusia di depan, muka singa di sebelah kanan, muka lembu di sebelah kiri, dan muka rajawali di belakang”.
Secara simbolis menyampaikan pesan kepada kita karena sadar tidak sadar kita sering melihat lambang berwajah manusia ini yang pasti ada di setiap paroki yang melambangkan pengarang Injil, yang berwajah manusia adalah Matius, singa adalah Markus, lembu adalah Lukas, rajawali adalah Yohanes.
Pesan yang luar biasa yang ada dalam 1 Yehezkiel 1: 10
1. Pelayanan kita, pewartaan kita di gereja sebagai anak anak Alllah dalam mewartakan kasih harus seperti burung rajawali. Kita bisa membayangkan kelebihan, sikap dan keunikan apa yang dimiliki seekor rajawali. Seekor rajawali di daratan tidak beda dengan ayam jago dan unggas lainnya, yang membuatnya berbeda adalah dia mampu terbang di ketinggian paling tingi di antara burung lain artinya dia bisa mengambil jarak, dengan dia terbang lebih tinggi, dia bisa melihat relita di bawahnya dengan lebih utuh. Apabila kita seperti burung rajawali dalam pelayanan, kita sendiri bisa menjaga jarak dengan pelayanan kita, melihat realita lebih luas dan melihat berbagai hal dalam kehiduoan kita.
Jika
kita tidak bisa ‘menjaga jarak” terhadap orang yang mengkritik kita, orang
bisa menyerang kita secara pribadi. Dalam pelayanan, kita jangan mudah “baper” dan mudah merasa terluka jika dikritik
tetapi belajarlah untuk menjadi seperti burung rajawali, beranilah seperti
burung rajawali dengan belajar mengambil jarak, bukan berarti kabur dari
pelayanan tetapi mengambil jarak adalah untuk bisa melihat secara utuh kurangku
dimana, kelebihanku dimana, potensiku dimana, apa yang bisa kukembangkan dan
diperbaiki, itu dilakukan dengan menjaga
jarak.
Burung
rajawali selalu diganggu burung gagak, burung pintar seperti parasit dan usil. Dia selalu terbang bersama burung rajawali dan di atas udara burung gagak
sering mematuk burung rajawali. Rajawali tidak pernah ambil pusing dan menghabiskan waktunya melawan si gagak tetapi burung rajawali akan terbang
lebih tinggi lagi saat gagak mengganggu, begitupun ketika kita dihina, dicaci
maki, diganggu, diomongin dalam pelayanan, tidak usah diurusin . Jangan habiskan waktu dengan pribadi pribadi yang
selalu ada dalam setiap paroki. Sebagai pelayan di paroki belajarlah dari
burung rajawali melihat dengan jeli, memandang, memantau dan menganalisa, semua
pelayanan kita, semua kebijakan kita harus berbasis data. Tidak bisa lagi
seorang ketua lingkungan tidak mengenal umatnya. Segala hal yang dilakukan di
paroki dan lingkungan harus berbasis data, melayani dan mewartakan dengan data.
2.Bagaikan lembu yang bekerja keras, mau berkotor- kotor, bergumul dengan
berbagai peristiwa suka duka maka seperi lembu, seorang pelayan juga harus
bekerja keras, bergumul dalam suka dan duka. Menjadi seorang pelayan harus
berani ketika menghadapi ketidakadilan, mengalami ketidakadilan menjadi bagian
dari pelayanan umat. Biasanya pelayan di gereja kalau mengalami ketidakadilan, tidak
dihargai, langsung mundur. Satu budaya yang hidup di Indonesia yaitu ketika
kita berprestasi, menonjol, penghargaannya tidak ada, tetapi saat gagal/
melakukan sekali kesalahan , orang langsung menghakimi. Belajarlah seperti
lembu, berani ketika kita menjadi pelayan, tidak dihargai seperti lembu, berani turun ke bawah, siap
jadi korban. Seperti lembu yang memamah biak, seorang pelayan gereja saat menerima informasi, sebaiknya
mengunyah informasi itu terlebih dahulu, perlu atau tidak dan jangan menelan begitu saja dan
menyebarkan informasi yang salah. Konflik identitas dalam pelayanan sangat
berbahaya, cara pikir dunia, cara berbisnis di luar, cara persaingan di luar, jangan diterapkan di paroki.
3.Bagaikan singa. Singa adalah hewan teritori. akan menguasai. Seorang
pelayan di paroki, DPH, Ketua Seksi, Ketua Lingkungan harus menguasai teritorinya secara harafiah maupun secara tidak harafiah, seorang Ketua
Lingkungan/Wilayah harus mengenali teritorinya secara harafiah, pahami dulu
batasam- batasan lingkungan, wilayah
yang harus dilayani dan siapa saja umat
yang tinggal di wilayah tersebut harus dikenali, jangan sampai pelayan umat tidak mengenali umat yang dia layani. Mengenal
teritori tidak harafiah, artinya jika seseorang menjadi Ketua Seksi Kerasulan
Kitab Suci, dia berkecimpung dalam dunia kitab suci maka dia harus menguasai
teritorinya yaitu kompeten dengan tugasnya dan menguasai Kitab Suci begitupun
dengan seksi- seksi lainnya.
4.Seperti manusia yang mengkomunikasikan kelembutan, keindahan, belas
kasih, cinta, solidaritas tanpa batas. Orang hebat, luar biasa dan berprestasi ada di
gereja tetapi jangan lupa kita ini manusia dan orang yang kita layani juga
manusia. Dalam pelayanan, kita menggali sisi positif orang lain bukan
memamerkan kelebihan kita. Perlakuan harus sama, kesempatan yang diberikan
kepada mereka juga sama. Saat rapat dan berbeda pendapat hadapilah dengan
kelemahlembutan, keunggulan manusia adalah cinta kasih. Orang katolik dikenal
sebagai orang yang bisa berbuat kasih. Kita semua adalah gereja. Manusia adalah
makhluk solidaritas tanpa batas, bukan
hanya solider dengan keluarga atau teman baik saja tetapi solider dengan sesama
tanpa batas, tidak ada lagi sekat yang memisahlan yang dibuat oleh manusia
sendiri di zaman modern ini.
Keempat
makhluk itu adalah “path” kita, temukan path kita, simbol yang bisa membantu
kita menemukan Tuhan. Dalam pelayanan baik atau buruk keadaan kita tetap layani
Tuhan sampai akhir. Asal kita mau melayani, punya niat, pasti ada jalan, pasti
ada waktu.
In everything, love and serve the Lord