Mengapa manusia memiliki kehendak untuk menjalani kehidupan ini secara egois?
Dipublikasikan tanggal 10 April 2011
Jakarta, 10 April 2011
Kepada keluarga-keluarga kristiani
Se-Keuskupan Agung Jakarta
di tempat
Salam damai dalam kasih Keluarga Kudus Yesus, Maria dan Yosep.
Paskah merupakan titik tolak iman Kristiani. Jika Yesus tidak dibangkitkan dari antara orang mati, maka kita pun tidak dibangkitkan. Paskah memberi pengertian iman yang jelas kepada kita bahwa Yesus yang bangkit dari antara orang mati adalah pribadi yang satu dan sama dengan Yesus yang mengalami sengsara, wafat dan dimakamkan. Karena itu, kita tak dapat memisahkan antara salib dan kebangkitan. Salib dan kebangkitan merupakan inti iman Kristiani.
Menjadi Kristiani berarti mengikuti Yesus. Mengikuti Yesus berarti memandang salib dalam terang kebangkitan. Di dalam seluruh peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus, kita sebenarnya melihat bahwa penderitaan yang hebat berubah menjadi kemuliaan yang penuh sukacita. Itulah Paskah. Paskah memiliki makna yang besar dalam kehidupan orang-orang Kristiani. Hidup sehari-hari mengalami transformasi jika kita melihat peristiwa hidup dalam terang peristiwa Yesus, sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Menjalani kehidupan sehari-hari dalam terang misteri Paskah membuat kita belajar untuk tidak menyia-nyiakan kesusahan dan sengsara yang kita alami di dalam kehidupan ini. Mengapa? Karena dalam peristiwa sengsara Yesus, penderitaan menghasilkan buah-buah kebangkitan.
Mungkin ada yang bertanya, apakah penderitaan yang paling konkret di dalam perkawinan dan hidup berkeluarga? Kita biasanya membahasakan penderitaan dengan salib. Kalau begitu, apakah salib yang paling konkret di dalam perkawinan dan hidup berkeluarga? Yesus mendasarkan seluruh hidup-Nya atas dasar kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Yesus menunjukkan kasih itu melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Salah satu kecenderungan yang ada dalam diri manusia ialah menjalani hidup secara egois. Egoisme merusak kehendak serta usaha-usaha kita yang luhur. Akibat dari egoisme ialah merusak hubungan dengan Tuhan dan sesama. Kasih merupakan lawan dari egoisme. Setiap hari kita semua, pasangan suami-isteri, orang tua dengan anak-anaknya berjuang untuk hidup dalam kasih. Itu berarti terus menerus berbenturan dengan kehendak menjalani ke hidupan secara egois. Perjuangan melawan kehendak menjalani hidup secara egois itulah yang kita namai penderitaan atau salib.
Mengapa manusia memiliki kehendak untuk menjalani kehidupan ini secara egois? Egoisme memberikan imbalan dalam bentuk kenikmatan, penghargaan dan rasa aman. Tetapi ketiga hal tersebut semata-mata merupakan bentuk imbalan yang palsu. Motivasi menjalani hidup secara egois merupakan dorongan yang sangat manusiawi. Iman Kristiani mendorong kita untuk menyempurnakan dorongan-dorongan itu dan mempersatukannya dengan seluruh peristiwa Yesus.
Kenikmatan, penghargaan dan rasa aman dalam iman Kristiani terkait erat dengan kesetiaan untuk mengikuti Yesus. Itu berarti, prinsip kristiani mentransformasi dorongan akan kenikmatan, penghargaan dan rasa aman. Prinsip kristiani itu ialah cinta kasih. Prinsip cinta kasih kristiani bukanlah semangat memberi berdasarkan belaskasihan, melainkan berdasar pada kasih Allah sendiri. Kebahagiaan, penghargaan dan rasa aman yang mendalam bisa dialami secara penuh karena kita mendasarkan kehidupan kita pada semangat cinta kasih kristiani dan bukan pada kehendak menjalani hidup secara egois.
Karena Yesus merupakan penjelmaan kasih Allah sendiri, maka perjuangan melawan kehendak untuk menjalani hidup secara egois akan lebih mudah dipahami jika kita meneladan diri-Nya. Melalui penderitaan dan sengsara, melalui salib dan kebangkitan Yesus tidak memberi kita kemudahan untuk lari dan meninggalkan segala bentuk kekecewaan serta kepedihan hati yang terkoyak-koyak. Yesus hadir di dalam kesusahan dan kekecewaan kita, di dalam rasa sakit dan penderitaan kita.
Iman kristiani mengajari kita, bahwa Yesus tidak membiarkan kita sendiri dalam menjalani hidup ini. Yesus yang telah mengalami penderitaan mengerikan menyertai kita selalu. Yesus menunjukkan kepada kita, bahwa kesusahan kita dapat disatukan dengan kesusahan-Nya. Dengan pemahaman ini kita bisa berharap pada buah-buah kebangkitan.
Ada banyak situasi, pengalaman, peristiwa di dalam perkawinan dan hidup berkeluarga yang membuat kita menderita kesusahan bahkan mengalami frustrasi. Pribadi pasangan yang kurang dewasa, anak-anak yang nakal, tekanan psikologis, pekerjaan yang padat, ekonomi rumah tangga yang terasa berat, kegagalan dalam pekerjaan, kesehatan yang terganggu, pengkianatan pasangan, perasaan sepi karena dibiarkan sendiri, dll., merupakan wajah-wajah penderitaan yang hadir di dalam kehidupan. Wajah penderitaan yang tak dipikul dengan setia dalam semangat kasih Yesus dapat menyeret kita untuk jatuh dalam penghiburan palsu atau mengingkari janji serta tanggungjawab yang sebenarnya sangat luhur. Satu-satunya cara supaya wajah-wajah penderitaan itu membawa buah-buah kebangkitan ialah: mengintegrasikannya di dalam hidup dan melihatnya dalam terang Paskah kebangkitan Tuhan. SELAMAT HARI RAYA PASKAH 2011.
Sampai jumpa pada edisi mendatang.
Salam dalam nama Keluarga Kudus, Yesus, Maria dan Yosep.
Rm. Ignas Tari, MSF