TIGA PULUH LIMA PENUH MAKNA

Dipublikasikan tanggal 20 August 2024

TIGA PULUH LIMA PENUH MAKNA

Ketika saya mulai menoreh pena untuk menulis renungan ini, sesaat saya kehabisan ide untuk menuliskan kalimat yang pertama. Biasanya saya mencoba menyampaikan ide pokok kepada pembaca renungan saya pada kalimat pertama. Betapa tidak! Angka 35 bukanlah angka favorit dalam Kitab Suci. Angka 35 pertama muncul dalam kitab Kejadian (Kej 11:12) yang berbunyi, “Setelah Arpakhsad hidup tiga puluh lima tahun, ia memperanakkan Selah.” Arpakhsad adalah anak Sem atau cucu Nuh, berarti generasi kedua pasca air bah. Dia tidak mengalami peristiwa air bah, namun pastilah dia mendengar banyak cerita dari orang tuanya atau kakek neneknya perihal peristiwa dahsyat tersebut.

Catatan kedua angka 35 ditemukan pada 1Raj 22:42 yang berbunyi, “Yosafat berumur tiga puluh lima tahun waktu ia menjadi raja dan dua puluh lima tahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Azuba, anak Silhi.” Yosafat adalah raja Kerajaan Selatan atau Yehuda dan dia adalah anak Asa. Baik Yosafat maupun Asa merupakan dua orang raja Yehuda yang “melakukan apa yang benar di mata TUHAN.” (1Raj 22:43) Hanya saja Yosafat belum berhasil menghapuskan praktik penyembahan berhala. Dicatat bahwa “… bukit-bukit pengorbanan tidak dijauhkan. Orang masih mempersembahkan dan membakar korban di bukit-bukit itu.”(bdk 1Raj 22:44)


Kemudian, saya terinspirasi dengan sebuah ayat yang konon merupakan ayat yang paling  pendek di seluruh Kitab Suci yakni Yoh 11:35 yang berbunyi, “Maka menangislah Yesus.” Mengapa Yesus menangis? Tidak dijelaskan dalam ayat itu, sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa Yesus meratapi kematian Lazarus, seorang sahabat yang amat dikasihi-Nya dan itu pun menjadi kesimpulan dari orang-orang Yahudi yang menyaksikan peristiwa itu. Ada juga yang menafsirkan dengan lebih teologis; Yesus menangisi nasib manusia yang harus menjalankan  hukuman atas dosa.

Terakhir, sebuah catatan sejarah tentang pewarta Injil yang paling fenomenal yakni Paulus. Dia bertobat dalam perjalanan ke Damsyik yang diperkirakan terjadi pada tahun 33 M. Kemudian dia melakukan berbagai perjalanan misi untuk mewartakan Injil “sampai ke ujung dunia”. Terakhir dia harus menjadi martir di kota Roma, yang diperkirakan terjadi pada tahun 68 M. Hal ini berarti bahwa mantan penganiaya jemaat menghabiskan 35 tahun dari hidupnya untuk mewartakan Injil!


Apa yang bisa kita tarik dari hal-hal yang diuraikan di atas dan terutama dalam hubungannya dengan hari ulang tahun Paroki Sunter Gereja Santo Lukas yang ke-35? Pertama, mungkin kita mulai dengan Yoh 11:35, bahwa Yesus menangis. Harus diakui, Paroki Sunter merayakan ulang tahun ke-35 ketika dunia secara umum dan Indonesia secara khusus tidak sedang dalam kondisi baik-baik saja. Sejumlah peperangan berkecamuk, misalnya perang antara Rusia dan Ukraina serta pertempuran antara Hamas dan Israel. Di dalam negeri tahun ini adalah tahun politik yang diwarnai dengan pemilihan umum presiden, legislatif dan kepala daerah. Hal ini tentu menimbulkan sedikit banyak ketegangan di tengah masyarakat. Ada juga ancaman inflasi yang dikuatirkan akan berujung pada resesi ekonomi. Belum lagi fenomena “stunting”, yang membuktikan bahwa perkembangan dan pertumbuhan hidup manusia belum mencapai proses yang semestinya. Fenomena buruk yang terjadi dalam kehidupan manusia adalah buah dari rusaknya hubungan antara manusia dan Tuhan, sesama serta alam semesta. Yesus pasti menangis melihat semua kondisi yang menyedihkan ini.

Namun, sumbangsih apa yang bisa diberikan oleh umat Paroki Sunter di tengah kondisi dunia dan negara yang kurang atau tidak baik ini? Kitab Suci memberikan jawabannya yang pasti. Sebagaimana dilakukan oleh Yosafat yang berusia 35 tahun ketika dinobatkan sebagai raja, kita harus selalu “melakukan yang baik di mata TUHAN.” Umat Katolik secara keseluruhan dan umat Paroki Sunter secara khusus harus menjaga komitmen melaksanakan segala perintah dan ketetapan Allah. Yang kedua, sebagaimana Paulus menghabiskan 35 tahun dari hidupnya untuk mewartakan Injil, kita juga wajib konsisten mewartakan kabar baik di tengah dunia yang sedang bergelut dengan berbagai masalah. Mewartakan Injil berarti menyampaikan kabar baik kepada semua orang terutama mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan kaum difabel. Dengan upaya inilah umat Paroki Sunter dapat memberikan sumbangsih untuk menghadirkan Allah yang Maharahim dan Mahaadil di tengah kehidupan manusia.

Selamat ulang tahun yang ke-35 untuk Paroki Sunter!