SURAT GEMBALA HARI PANGAN SEDUNIA 16 OKTOBER 2024

Dipublikasikan tanggal 31 October 2024

SURAT GEMBALA Hari Pangan Sedunia “Menghargai Pangan Lokal, Memartabatkan Petani dan Nelayan”

(Disampaikan sebagai pengganti khotbah, pada Perayaan Ekaristi Hari Sabtu/Minggu, 19/20 Oktober 2024)

Para Ibu dan Bapak Suster, Bruder, Frater, Romo Kaum Muda, Remaja dan Anak-anak yang terkasih dalam Kristus 

1. Setiap tanggal 16 Oktober, kita memperingati Hari Pangan Sedunia dengan merayakan dan memaknainya dalam terang iman kita. Badan Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organisation) tahun ini mengangkat tema “Hak atas Pangan untuk Kehidupan dan Masa Depan yang Lebih Baik”. Para petani, peternak dan nelayan menyediakan pangan untuk memberi makan seluruh penduduk dunia. Namun masih ada 733 juta orang di dunia yang mengalami kelaparan (https://www.fao.org/world-food-day/about/en).

2. Saudari-saudara kita petani, peternak dan nelayan menjadi tumpuan keberlangsungan hidup kita. Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi roda penggerak utama untuk pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Sayangnya, di tengah sumbangsih positif sektor pertanian ini, kesejahteraan petani masih rendah. Para petani menghadapi berbagai tantangan seperti perubahan iklim, lahan sempit, kurangnya kualitas penyuluhan pertanian, keterbatasan akses pasar, kesulitan akses kredit, biaya logistik pangan tinggi, kesenjangan infrastruktur, upah dan kesejahteraan yang rendah (bdk. “World Bank, 2023, Indonesia Poverty Assessment – Pathways Towards Economic Security”). Sensus Pertanian 2023 melaporkan terjadi penambahan jumlah petani gurem di Indonesia, dari 14,25 juta petani pada tahun 2013 menjadi 17,2 juta petani pada tahun 2023. Sebesar 62% lebih dari total 27,763 juta petani pengguna lahan hanya menggarap lahan kurang dari 0,5 hektar (https://sensus.bps.go.id/main/index/st2023).

3. Saudari-saudara kita ini juga menghadapi tantangan upah dan kesejahteraan yang rendah. Upah pekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sekitar Rp 55 ribu per hari. Upah kerja ini terendah dari 17 sektor lapangan kerja. Upah buruh bangunan lebih tinggi dari buruh tani yang rata-rata Rp 90 ribu (Dwi Andreas Santosa, Materi Presentasi Pertemuan Sosialisasi HPS KAJ, 16 September 2024). Upah yang rendah ini tidak sebanding dengan beban kerja yang berat dan 2 biaya hidup yang terus meningkat. Kondisi ini diperburuk dengan harga hasil pertanian yang sering tidak stabil, sehingga pendapatan petani menjadi tidak menentu (Muhammad Reza Ilham Taufani, 18 Mei 2024, CNBC, “Nasib Petani RI: Hidup Miris, SYL Malah Korupsi Biaya Skincare Cucu”). Maka tidak mengherankan jika Badan Statistik Nasional (BPS) per Maret 2024 melaporkan angka kemiskinan masyarakat di perdesaan yang mayoritas petani tinggi, yakni 11,79%. Persentase ini lebih tinggi dari rata-rata angka kemiskinan penduduk Indonesia sebesar 9,03% (BPS, 1 Juli 2024).

4. Kebijakan-kebijakan pemerintah di sektor pertanian dinilai oleh banyak pengamat kurang efektif dan tidak tepat sasaran. Upaya-upaya untuk mengembangkan swasembada padi, jagung, kedelai, bawang putih, gula dan daging sapi dari tahun 2015 hingga 2021 dinilai tidak berhasil. Demikian pula Program Food Estate yang dilakukan dari tahun 1996 hingga 2023. Maka impor 8 kebutuhan pokok pangan terus meningkat, dari tahun 2000 sebesar 10,81 juta ton menjadi 29,01 juta ton pada tahun 2022. Untuk memenuhi ketersediaan pangan, Indonesia tergantung pada impor gandum 100%, bawang putih 100%, kedelai 97%, gula 70%, daging sapi atau kerbau 50%, jagung 10% dan beras 10-15% (Dwi Andreas Santosa, Materi Presentasi Pertemuan Sosialisasi HPS KAJ, 16 September 2024).

5. Ketergantungan pada bahan pangan impor ini tidak hanya kurang menguntungkan petani kita, namun juga memengaruhi pola makan masyarakat. Nenek moyang kita mengonsumsi makanan berbasis keanekaragaman pangan lokal yang sehat dan ramah lingkungan. Lambat laun pola makan berubah menjadi berbasis beras dan gandum. Yang lebih memprihatinkan lagi ada pandangan masyarakat bahwa mereka yang mengonsumsi pangan lokal itu identik dengan orang miskin.

6. Pada hari ini Tuhan Yesus menyatakan (Mrk 10:35-45) bahwa Dia datang untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan banyak orang. Dengan melayani dan mengorbankan diri-Nya, Tuhan Yesus menganugerahkan kehidupan sejati kepada kita semua. Pemberian diri Tuhan Yesus ini mengingatkan kita akan peran saudari-saudara kita petani dan nelayan yang memberikan diri untuk menjamin keberlangsungan hidup kita, pun jika kesejahteraan mereka kurang kita hargai.

7. Melihat situasi pangan dan petani di negeri kita yang sedang tidak baik-baik saja, perayaan Hari Pangan Sedunia Keuskupan Agung Jakarta tahun ini mengambil tema “Menghargai Pangan Lokal, Memartabatkan Petani dan Nelayan”. Tuhan Yesus begitu menghargai orang yang memberi makan dan minum kepada 3 saudara-saudarinya yang lapar dan haus. Dia mengidentikkan diri-Nya dengan yang lapar dan haus serta menjanjikan Kerajaan Allah bagi yang memberi makan dan minum kepada mereka, “......sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ...” (Mt 25:35). Penghargaan Yesus kepada saudari-saudara kita yang memberi makan ini mendasari sikap kita untuk menghargai saudari-saudara kita petani dan nelayan.

8. Namun, karena sebagian besar kita tinggal di wilayah perkotaan mungkin kurang dapat memahami dengan baik perjuangan dan suka-duka petani. Bahkan ketika sedang makan pun kita seringkali tidak mengingatnya. Padahal setiap butir nasi adalah hasil tetesan keringat para petani yang bekerja keras di sawah dan ladang mereka. Paus Fransiskus dalam kesempatan Audiensi Umum 10 Januari 2024 di Vatikan berkata, “Katakan kepadaku bagaimana kamu makan dan aku akan mengatakan kepadamu hati macam apa yang kamu miliki.” Cara makan kita mencerminkan sesuatu yang ada di dalam diri kita. Bapa Suci mengritik sikap rakus sebagian orang, “Ada orang yang makan terlalu banyak dan ada orang yang makan terlalu sedikit”. Kita diajak untuk membangun relasi yang baik dengan makanan dan mereka yang menyediakannya sehingga kita mampu menghargai mereka (https://www.agensir.it/chiesa/2024/01/10/pope-francis-tell-me-howyou-eat-and-i-will-tell-you-what-kind-of-soul-you-possess/).

9. Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk menghargai saudari-saudara kita petani yang kebanyakan tinggal jauh dari kita. Kita dapat mulai dari hal-hal kecil dan sederhana di dalam keluarga kita masing-masing, di dalam komunitas, di lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja kita. Hal-hal sederhana dapat kita lakukan, misalnya:

9.1 Pertama, penyadaran pentingnya menghargai makanan. Ini dapat dilakukan di dalam keluarga, sekolah, kegiatan pendidikan iman anak dan remaja, pertemuan lingkungan, paroki, kelompok-kelompok kategorial, warga lingkungan tempat tinggal dan sebagainya. Kita perlu terus-menerus mempromosikan keanekaraman makanan lokal yang sehat, tidak membuang makanan, berbagi makanan berlebih dengan saudari-saudara yang lapar, tidak menimbun makanan di rumah, dan lain-lain. Kita dapat mempomosikan kebiasaan-kebiasaan dan praktik-praktik baik dalam menghargai makanan dan petani misalnya lewat lomba membuat konten media sosial dan mempublikasikannya

9.2 Kedua, kita dapat mengembangkan ketahanan dapur keluarga dengan menanam tanaman pangan seperti sayur-sayuran, buah-buahan, bawang, cabai, dll. di pekarangan rumah, dengan pot-pot atau inovasi pertanian perkotaan lainnya. Inisiatif-inisiatif seperti ini bukan hanya memberikan keuntungan ekonomis dan kesehatan tetapi juga berkontribusi untuk perawatan lingkungan

9.3 Ketiga, kita dapat membantu pengembangan pemberdayaan para petani, peternak dan nelayan lewat berbagai cara. Bisa berupa pemberian bantuan peralatan usaha, inovasi teknologi pertanian, pemasaran yang adil dan lainlain. Dalam rangka ini pula Keuskupan Agung Jakarta sudah mengirimkan surat mengenai Aksi Peduli Sesama Hari Pangan Sedunia kepada Dewan Paroki/Pengurus Gereja Dana Papa, Seksi Pengembangan Sosial Ekonomi Paroki dan Panitia Hari Pangan Sedunia

Gerakan-gerakan ini hanya sebagai contoh dan bisa dikembangkan sesuai dengan situsi dan kondisi di tempat masing-masing.

10. Akhirnya, bersama-sama dengan para imam dan semua pelayan umat, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para ibu / bapak / suster / bruder / frater / kaum muda / remaja dan anak-anak sekalian, yang telah berperan dalam upayaupaya untuk menghargai pangan dan saudari-saudara kita yang mengusahakannya. Semoga upaya-upaya yang sudah, sedang dan akan kita lakukan dapat menjadi jalan untuk menampilkan wajah Allah yang peduli, berbelas kasih dan terlibat. Semoga kita, umat Keuskupan Agung Jakarta terus berjalan bersama dengan semangat semakin mengasihi, semakin peduli dan semakin bersaksi dan tidak lelah mencari jalan-jalan baru untuk mewujudkannya dalam hidup kita. Salam sehat berlimpah berkat untuk Anda, keluarga dan komunitas Anda.

+ Kardinal Ignatius Suharyo

Uskup Keuskupan Agung Jakarta