Bagaimana menemukan makna iman dari uang di dalam perkawinan
Dipublikasikan tanggal 21 June 2011
Kepada keluarga-keluarga kristiani
Se-Keuskupan Agung Jakarta
di tempat
Salam damai dalam kasih Keluarga Kudus Yesus, Maria dan Yosep.
Dalam sebuah Rekoleksi Keluarga, saya berkata, "Di dalam perkawinan dan hidup berkeluarga, segala sesuatu mesti dimaknai dalam terang iman". Seorang peserta kemudian bertanya,"Apakah Romo bisa memberikan contohnya?". Saya lanjut memberikan contoh. Contoh yang saya ambil adalah uang. Dan saya tekankan, "Makna Iman dari uang. Uang mesti diberi makna iman". Peserta tersebut, tampak sedikit terkejut, kemudian bertanya lebih lanjut. "Bagaimana menemukan makna iman dari uang?" Barangkali pertanyaan ini juga menjadi pertanyaan banyak pasangan suami-isteri. Bagaimana menemukan makna iman dari uang, terlebih di dalam perkawinan.
Sebenarnya, bagi pasangan suami-isteri Kristiani, uang bukan sekedar pendapatan yang diperoleh dengan susah payah untuk memenuhi kebutuhan. Banyak orang bangun pagi-pagi kemudian pulang larut malam untuk mengumpulkan dan mencari apa yang disebut uang. Apa yang terukir di dalam pikiran barangkali, "Kebahagiaan tergantung pada banyak sedikitnya uang yang dikumpulkan. Makin banyak uang, maka makin bahagia. Makin sedikit uang maka makin kurang bahagia". Anggapan ini tentu saja ada benarnya. Bagaimana pun, segala sesuatu memang butuh uang. Tetapi perlu disempurnakan, bahwa kebahagiaan tidak semata-mata terletak pada uang. Dan menurut saya, uang bisa membahagiakan jika orang memaknai uang dalam terang iman.
Apa artinya? Seringkali kita menjumpai orang yang semakin kaya justeru semakin sering bertengkar mengenai kekayaan. Orang yang makin banyak uang, justeru makin sering bertengkar karena uang. Pasangan yang mengalami konflik dalam kehidupan rumah tangga tidak selalu pasangan yang kekurangan uang. Mereka yang berkelimpahan uang pun bisa mengalami hubungan yang kurang harmonis karena pandangan mereka terhadap uang yang kurang tepat. Ada banyak pasangan yang terus merasa kurang meskipun sebenarnya sudah berkecukupan dalam hidupnya. Salah satu kenyataan menyedihkan yang menimpa banyak keluarga saat ini menurut saya ialah, mengabaikan keluarga dan menghabiskan banyak waktu untuk mencari uang. Seakan-akan hubungan suami-isteri, hubungan orang tua-anak menjadi beres dengan uang. Banyak keluarga yang beranggapan bahwa, hanya dengan menghasilkan banyak uang setiap bulannya, maka mereka menemukan kepuasan, menemukan kebahagiaan. Akan tetapi, kepuasan dan kebahagiaan sebenarnya tidak semata-mata terletak pada uang berapa pun jumlahnya. Kepuasan dan kebahagiaan terletak pada sikap-sikap yang dikuasai oleh kebenaran, kesalehan, iman, kasih, daya tahan dan kelembutan. Dengan kata lain, kebahagiaan, kepuasan hidup ditemukan dalam Tuhan dengan mengikuti nilai-nilai yang diajarkan-Nya. Paulus, dalam pesan Penutup Suratnya yang pertama kepada Timotius, berkata,"Tetapi engkau hai manusia ALLAH, patuhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan' (1 Tim 6: 11).
Melakukan yang benar dan adil, hidup dalam kesalehan dan rajin beribadah, memperhatikan orang lain seperti Tuhan memperhatikan kita, hidup berdasarkan semangat kasih setia, sabar menghadapi kekurangan orang lain yang barangkali terus menerus melakukan kesalahan yang sama, realistis dalam menerima dan mengabdi pada kenyataan hidup merupakan hal-hal yang membawa kepuasan dan kebahagiaan sejati dalam suatu perkawinan.
Menikah secara kristiani berarti juga memberikan makna iman kristiani terhadap perkawinan. Bersusah payah bekerja mencari uang berarti juga memberikan makna iman dari uang yang didapat. Kebahagiaan dalam perkawinan tidak ditemukan dalam barang dan uang yang diperoleh melainkan dalam jalinan hubungan antar anggota dan terlebih dalam jalinan hubungan dengan Tuhan sendiri. Uang menjadi kurang bermakna jika justeru karena uang, hubungan suami-isteri, hubungan orang tua-anak, dan mungkin juga hubungan dengan keluarga besar menjadi rusak dan kacau. Uang menjadi kurang bermakna jika justeru karena uang, suami-isteri tidak hidup dalam kesetiaan dan kasih. Uang di dalam perkawinan menjadi kurang bermakna jika justeru karena uang, hubungan suami-isteri, hubungan orang tua-anak menjadi tidak hangat lagi karena orang mulai mempertimbangkan untung-rugi. Uang dalam perkawinan menjadi kurang bermakna jika sikap dingin dan kurang hangat terhadap pasangan justeru dibungkus oleh uang. Uang dalam perkawinan menjadi kurang bermakna jika justeru karena uang, orang mengabaikan keadilan dan ibadah kepada Tuhan.
Makna iman dari uang di dalam perkawinan, mesti diletakkan dalam sabda Yesus kepada kita, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Matius 6: 33). Apa yang dimaksudkan dengan "semuanya itu" di dalam teks ini, tentu saja menyangkut apa yang diperlukan di dalam kehidupan yaitu,"makanan, pakaian", dan semua yang diperlukan dalam hidup (Bdk. Mat 6: 25). Memikirkan, mencari dan akhirnya memperoleh uang di dalam perkawinan, jangan sampai mengabaikan hubungan dengan pasangan. Jangan sampai terpeleset dan jatuh oleh karena memikirkan, mencari dan akhirnya memperoleh uang dengan mengabaikan hal-hal yang bermakna bagi kebahagiaan dalam perkawinan. Jangan pernah membungkus dan menggantikan kehangatan hubungan suami-isteri, hubungan dengan anak-anak dengan uang. Jangan memikirkan, mencari dan akhirnya memperoleh uang di dalam perkawinan justeru dengan mengabaikan, "keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan" (1 Tim 6: 11).
Sampai jumpa pada edisi mendatang.
Salam dalam nama Keluarga Kudus, Yesus, Maria dan Yosep
Romo Ignas Tari, MSF
Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan Agung Jakarta