LAMPIRAN 2
Dipublikasikan tanggal 22 February 2012
AKSI PUASA PEMBANGUNAN (APP) 2012
DIPERSATUKAN DALAM EKARISTI, DIUTUS UNTUK BERBAGI
KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA
LAMPIRAN 2
BAHAN PENDALAMAN UNTUK FASILITATOR
Catatan:
1. Kami bersyukur atas kehendak baik Anda sebagai Fasilitator dalam mempersiapkan semua. Bahan dibawah ini menjadi inspirasi bagi Anda terlebih untuk memunculkan kedalaman dan kreatifitas.
2. Utamakanlah umat untuk berani membagikan pengalaman hidup mereka yang diterangi oleh Sabda Allah.
3. Marikita belajar mendengarkan dengan setia.
4. Semoga kita semakin bijaksana.
Pertemuan 1
Dalam pertemuan pertama ini, fasilitator diharapkan mampu dengan rendah hati membawa umat untuk sampai pengalaman kehadiran Tuhan. Salah satu kisah yang akan kita renungkan adalah Kisah Zakheus pemungut cukai.
Yerikho adalah suatu kota yang makmur dan permai. Disana ada suatu tempat penting untuk memungut cukai atau bea atas berbagai macam barang-barang dagangan. Pemungutan cukai semacam itu dipersewakan oleh pemerihtah Romawi kepada orang-orang swasta (biasanya untuk jangka waktu 5 tahun). Dari penghasilan yang diperoleh, si penyewa membayar sewa kepada pemerintah dan juga gaji pembantu-pembantunya (yang tentu saja sekali-kali akan mencari tambahan penghasilan juga), selebihnya adalah laba bagi si penyewa. Maka di Yerikho tinggal banyak pemungut cukai (disamping banyak para imam, bdk Luk 10:30), berkali-kali telah dikatakan bahwa pemungut cukai itu dipandang rendah oleh pemuka-pemuka agama dan dibenci oleh rakyat, baik karena alasan-alasan keagamaan ataupun karena alasan-alasan politik dan sosial (Lih. Luk 3: 10-14; 18: 10-13).
Kepala kantor cukai di Yerikho itu - atau salah satu kepala kantor cukai - ialah Zakheus. Nama itu mungkin dibentuk dari Zakai (misalnya Ezr 2:9) yang artinya "orang bersih". Suatu nama yang ternyata tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Zakheus dalam hidupnya. Kita tahu bahwa Zakheus adalah pemungut cukai yang kaya, tetapi kekayaannya tidak didapat dari usaha yang baik. Apakah kekayaan itu memuaskan Zakheus? Atau justru kita menemukan kegelisahan dalam hidupnya atas cara hidup yang dia miliki? Kehendak yang kuat dari Zakheus untuk melihat orang apakah Yesus itulah yang bisa mengindikasikan bahwa Zakheus rindu akan sapaan dan kehadiran Tuhan. Tentunya Zakheus sudah sedikit banyak mendengar tentang Yesus dan apa yang dilakukan Yesus. Barangkali Zakheus juga tahu apa yang dilakukan Yesus terhadap pemungut-pemungut cukai dan orang-orang berdosa. Yesus memperlakukan mereka sangat berbeda. Jika banyak orang mengucilkan dan mengejek para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, justru Yesus mau bersama mereka, menyapa mereka, menegur mereka agar mereka bertobat dan mendapatkan keselamatan. Itulah gambaran seorang gembala baik yang ditampilkan dalam diri Yesus.
Pada awalnya Zakheus gagal. Sebab perawakannya kecil dan orang disekeliling Yesus tidak menyingkir. Renungansederhana: dalam arti kiasannya seringkali "orang-orang sekeliling Yesus" menghalangi orang lain untuk melihat Yesus sendiri (Bagaimana dengan aku?). Tetapi Zakheus tidak putus asa dengan cara pulang ke rumah atau ke rumah cukainya dengan kecewa. la berjalan lebih dahulu dan mencoba mencari tempat yang memampukan dia untuk melihat Yesus. la menaiki pohon ara. Pohon ara tersebut digambarkan sebuah pohon dengan dahan-dahan yang mendatar dan timbul dekat ke tanah, sehingga orang dengan gampang dapat memanjatnya. Begitulah Zakheus berhasil melihat dari atas kepada orang-orang itu Renungan sederhana: arti kiasan mungkin kita bisa belajar dari usaha keras Zakheus untuk "melihat" Yesus. Tak ada kata menyerah untuk merasakan kehadiran Yesus (Bagaimana dengan aku!). Lalu la tldak hanya melihat Yesus, tetapi Yesus melihat dia. Bagaimana Yesus tahu dia Zakheus. Mungkin, pada saat itu pula ketika banyak orang melihat Zakheus naik pohon ara, banyak yang melihat dan menyorakkan namanya sambil mengejek. Apa yang dilakukan Yesus membuat banyak orang terdiam. Yesus tidak turut mengejek Zakheus tetapi justru Dia memanggil dan berkata: "Hari ini Aku harus menumpang dirumahmu." artinya bermalam (kata "harus" digunakan Lukas dalam arti; sesuai .. dengan rencana Allah dan kehendakNya; menurut ay. 10. Yesus datang justru karena orang-orang seperti Zakheus. Tidak diceritakan apa yang dipikirkan Zakheus pada saat itu dan apa yang terjadi dalam hatinya. Tetapi adalah jelas bahwa dalam hidup Zakheus sudah ada keputusan yang besar. la datang kepada Yesus, bahkan dengan segera, kemudlan dengan sukaclta la menyambut Yesus dlrumahnya.
Dengan demikian Yesus mengecewakan orang-orang disekitarNya dan menimbulkan amarah mereka. Sebab justru dalam kota imam ini la meminta penginapan di rumah pemungut cukai itu. Renungan sederhana: Inilah warta kenabian. Beranikah aku membela orang yang sudah disingkirkan dan dicap buruk dalam kalayak ramai demi pertobatan.
Disinilah spiritualltas GEMBALA YANG BAlK menjadi keutamaan yang dihidupi". (ARDAS 2011-2015). Jadi bersungut-sungutlah orang-orang itu. Begitulah berbalik suasana dikalangan umum: bukannya mereka memuji-muji dan bersyukur kepada Allah tetapi mereka bersungut-sungut dan mencela sikap dan tingkah laku Yesus. Ia menginap di rumah seorang yang pekerjaannya begitu "najis" bagi seorang "anak Abraham", sehingga dengan demikian la telah mengucilkan diriNya dari persekutuan bangsa. Perkataan Yesus dalam ay. 9-10 adalah sebenarnya jawaban Yesus atas sungut-sungut dan celaan itu.
Kehadiran Yesus bagi Zakehus tidak hanya menimbulkan pengakuan iman atau puji-pujian atau kesaksian yang muluk-muluk tetapi menjadi nyata dalam perbuatan; Zakheus akan memberi setengah dari harta miliknya sebagai sedekah sebagai orang miskin, dan dari yang setengah lagi ia mau membayar kembali apa yang diperasnya dari orang-orang tertentu, bahkan ia mau mengganti kerugian empat kali lipat! Pengalaman kehadiran Yesus bagi Zakheus memberikan perubahan yang terjadi dalam hati dan hidupnya.
Maka, kisah Yesus menyapa Zakheus adalah kisah yang membantu kita untuk merenungkan bahwa Allah yang kita miliki adalah Allah yang baik dan murah hati. Gambaran gembala yang baik sangat nampak dengan jelas dalam kisah ini dimana la selalu mencari yang tersesat untuk ditemukan dan bertobat. Allah yang selalu merangkul mereka yang tersingkirkan dan dikucilkan, baik karena status sosialnya ataupun karena memang karena kedengkian dan keegoisannya. Yang terpenting adalah Allah mau menyapa dan hadir ditengah-tengah mereka.
Pertemuan 2
Dalam Yoh 13: 1 menandai bagian kedua dari Injil Yohanes. Yesus sangat setia menuntun kawananNya. la berkuasa dan melakukan banyak mukjizat, kokoh dan mampu membela diri dalam pembicaraan yang sulit berhadapan dengan pemimpin agama. la berbicara dengan kekuatan kebenaran. Mukjizat yang terakhir dan terbesar adalah membangkitkan Lazarus dari kematian, yang membuat banyak orang percaya kepadaNya. la masuk Yerusalem dan sambut oleh orang-orang yang berseru: Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel." Yah. 12: 13. Namun Yesus sudah membaca tanda-tanda saatNya sudah tiba. la telah mewartakan pesan kasih, dan selanjutnya la akan mengorbankan diri dalam kesederhanaan, kelemahan dan dalam diam sampai mati. la tidak akan membela diri lagi. la akan mencurahkan kasihNya sampai sehabis-habisnya. la akan mencintai tanpa syarat sampai akhir, memberikan hidupNya. la akan menyatakan diriNya dan siapakah Allah dengan cara yang baru.
Dalam perikop ini kita melihat Yesus "turun", berlutut untuk membasuh kaki para muridNya. Dalam budaya Yahudi, membasuh kaki orang lain adalah pekerjaan budak: yang lebih rendah membasuh kaki orang-orang yang lebih tinggi kedudukannya. Murid membasuh kaki guru, rakyat jelata membasuh kaki raja. Tidak akan pernah terjadi seorang raja berlutut di depan kaki rakyatnya. Petrus dan para murid yang lain tidak bisa mengerti apa yang akan terjadi. Pada waktu itu mereka tidak bisa memahami bahwa Yesus sedang menyampaikan ajaran yang sama sekali baru. Bukan hanya hubungan antara manusia dengan Allah tetapi juga antar manusia yang berasal dari latar belakang budaya, suku yang berbeda.
Sikap Petrus itu lumrah dan wajar. Sikap itu menunjukkan jarak antara pesan Injil dengan sikap manusia kita serta pola pikir berpikir dan bertindak semua budaya kita; antara Yesus yang sejati dengan gambaran yang kita miliki mengenai DiriNya sebagai pemimpin dan raja; antara pandangan tentang Allah dalam Injil dengan cara kita memandang Allah. Yang ada dalam benak kita semua adalah model piramid; didalam model tersebut yang berkuasa yang diatas. Bukankah kita semua berusaha untuk berteman dengan orang-orang yang berada di atas, bukan dengan mereka yang berada di paling bawah? Jika kita
mudah bagi kita memahami sikap Petrus, semakin sulit untuk memahami jawaban Yesus: Jika Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak akan mendapat bagian dalam Aku." secara lugas itu berarti "engkau bukan satu dari antara murid-muridKu lagi, kita tidak bisa berada bersama". Petrus adalah orang yang hatinya baik dan setia dan murah hati. la tidak ingin menyakiti Yesus. la hanya berpikir bahwa agar dapat menjadi murid yang baik dan murah hati, ia harus membasuh kakiNya. Petrus dengan hati yang tidak tenang berkata: "Tuhan jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku (ay. 9)." La tidak mengerti bahwa jawaban Yesus menunjukkan bahwa pembasuhan kaki bukanlah upacara baru yang dapat kita ikuti atau tidak kita ikuti. Atau bahwa kita harus menjalankan dalam saat-saat tertentu saja. Tetapi, pembasuhan kaki adalah bagian yang hakiki dari pesan kasihNya. Itulah pesan dari seorang gembala baik, yang mau memberi teladan pengosongan diri, dengan menjadi gembala baik yang melayani dengan penuh kasih, ketulusan dan kerendahan hati.
Sesudah membasuh kaki para murid, Yesus mengenakan pakaianNya dan duduk. Lalu ia meminta agar apa yang la lakukan bagi mereka, mereka lakukan satu terhadap yang lainnya (ay. 13-15). Ketika Yesus meminta kita untuk saling membasuh kaki, la mengajak kita untuk saling mencintai, melayani dan mengampuni. Ini tidak berarti bahwa kita harus membasuh kaki semua orang. Pembasuhan kaki adalah lambang yang amat kuat. Dan lambang adalah penting; mengungkapkan suatu makna. Roti ekaristi adalah lambang; demikian juga air dalam pembaptisan dan minyak dalam sakramen penguatan. Lambang dapat dan sungguh menjadi tanda. Menyantap roti yang disucikan dalam Ekaristi menjadi sumber rahmat. Membasuh kaki orang lain dapat dan sungguh menjadi sumber rahmat, kekuatan dan kasih kepada kita agar kita menjadi pemimpin sekaligus pelayan yang sejati.
Yohanes tidak menceritakan Yesus mengadakan Ekaristi dalam InjilNya; ia menceritakan pembasuhan kaki yang terjadi pada peristiwa yang sama. Ada kaitan yang sangat erat antara dua hal ini. Pembasuhan kaki juga merupakan saat persekutuan yang amat kuat melalui tubuh. Yesus mengatakan kepada para murid bahwa la memberi mereka
teladan; mereka dipanggil untuk melakukan satu bagian yang lain, hal yang sama yang telah dilakukan oleh Yesus. Dalam pikiran Yohanes persekutuan disekitar meja Tuhan tidak bisa dipisahkan dari persekutuan yang dihayati dalam saling "membasuh kakl" (dlbaca: melayani dengan penuh kasih, ketulusan dan kerendahan hati).
Pertemuan3
Apabila suatu hari di tengah panas terik matahari ada seorang yang berpakaian lusuh, kumel, berbau tidak sedap berdiri di depan pintu rumah kita mengetuk dan berkata "bapa. ibu saya lapar .. " apakah yang akan kita lakukan? Langsung memberi sepiring nasi dan lauk? Menutup pintu? Membentak dia? Atau memberikan uang dengan berkata "nih .. cari sendiri!!" atau apa?? Dalam kehidupan keseharian kita, mungkin hal ini pernah kita alami dan dari hal sederhana ini kita dapat mengukur sejauh mana aku menjadi pribadi yang diharapkan oleh Tuhan sendiri.
Perikop yang ditawarkan kali ini memiliki konteks yangmenarik, di tengah-tengah kisah penolakan terhadap Yesus, penginjil Matius justru menampilkan cerita mukjizat. Ditengah penolakan oleh orang-orang Farisi, ahli Taurat dan pemuka jemaat, Yesus malah dicari oleh orang banyak yang mendambakan sentuhanNya. Walaupun ditengah penolakan tetap saja rasa belas kasih Yesus muncul dan dengan senang hati la menyembuhkan mereka yang datang kepadaNya. Tidak ada dendam bahkan pikiran negatif sedikitpun dalam pribadi Yesus, sekalipun yang ada disekelilingNya memberikan pengaruh negatif, tetap la melakukan segala hal yang positif, tetap melayani dan menyembuhkan. Sebagai manusia Yesus bisa saja menolak mereka yang datang karena memang dia menyingkir ke tempat yang sepi untuk berdoa. Namun ia rela mengorbankan waktunya untuk melayani dan menyembuhkan mereka yang datang.
Dalam perikop ini peran para murid ditempatkan dalam keadaan lebih baik ketimbang perikop serupa yang ada dalam injil lainnya. Para murid mempunyai peran sebagai rekan sekerja dalam diskusi dengan Yesus dan juga pada waktu pemberian makan kepada orang banyak. Dalam dialogNya Yesus mengatakan kepada para murid "... Kamu yang
harus memberi mereka makan". Ini adalah sebuah ajakan dan undangan dari Tuhan sendiri bagi para murid untuk berkarya. Untuk berani memberikan dari mereka apa yang ada walaupun itu hanya lima roti dan dua ekor ikan yang mungkin tidak dapat mencukupi kebutuhan. Rasa pesimis yang ada dalam diri para murid ("Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan.") malah ditantang oleh Yesus sendiri ("Bawalah ke mari kepada-Ku."). Tantangan ini merupakan sebuah tantangan pelayanan yang murah hatl dimana orang diajak untuk berani melayani orang lain dengan rela hati dan suka hati. Setelah itu dalam pembagian roti para murid diajak untuk ambil bagian secara nyata. (Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak.)
Para Murid pada perikop ini diberikan keteladanan hidup oleh Sang Guru yaitu: pertama, ketika dalam keadaan yang negatif (ditolak, dikejar-kejar, dll) Yesus tetap memberikan yang terbaik dari diriNya bagi orang lain dengan menyembuhkan. Kedua, ketika sedang ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan bagi diri sendiri (menyendiri untuk berdoa, menyingkir) mau untuk melepaskan itu dan menggantikannya untuk melayani orang lain. Ketiga, ketika kita tidak memiliki banyak untuk dibagikan kepada orang lain, apabila diserahkan secara tulus kepada Tuhan maka akan mencukupi. Keempat: tidak melempar tanggungjawab yang ada di depan mata dengan alasan apapun. Itulah unsur-unsur dari pelayanan yang murah hati yang diberikan oleh Yesus dalam kehidupan ini dengan mengembangkan semangat berbagi dan peduli serta untuk membahagiakan orang lain.
Walaupun sedikit, namun bila berani kita korbankan dihadapan Allah maka semuanya akan menjadi cukup. Dalam Ekaristi kita juga membawa diri kita untuk dipersembahkan kepada Allah, apa yang kita punya, apa yang kita miliki kita persembahkan kepada Allah sendiri digabungkan dengan korban sang Anak Domba maka semua akan menjadi berkat. Dalam perayaan Ekaristi pula kita diutus untuk memberikan rahmat itu kepada siapapun setelah mendapatkan berkat. Maka berkurban dan melayani adalah buah yang nyata dari perayaan Ekaristi itu sendiri. Apabila kita selalu mengikuti perayaan Ekaristi namun tidak pernah mau dan mampu untuk berkorban dan melayani maka kita dapat bertanya "apakah aku sudah berbuah?"
Pertemuan 4
Yesus selalu mempunyai keinginan untuk mendidik kelompok duabelas. Kita melihat dalam Markus 8: 27-30 bahwa hanya Petrus yang bisa mengetahui bahwa Yesus adalah Mesias. Tetapi ketika Yesus mengatakan yang sesungguhnya bahwa Dia harus mengalami penderitaaan, ditolak oleh Imam-imam kepada dan ahli-ahli Taurat, dibunuh dan bangkit setelah 3 hari, Petrus menegur Yesus. Ia mempunyai bayangan bahwa seorang Mesias akan selalu menang dalam pandangan duniawi. Yesus dengan keras menegur Petrus sebab dia berpikir dengan cara apa yang dipikirkan manusia tetapi bukan apa yang dipikirkan Allah (ay, 33). lnilah gambaran kita manusia yang memahami pelayanan sebatas yang mendatangkan kesukaan, kesenangan, kebahagiaan, kenyamanan diri, diterima dengan baik. Padahal pelayanan yang menurut ukuran Allah adalah pelayanan yang berani sampai pada titik, penyangkalan diri dan memanggul salib konkritnya: ditolak, melakukari pelayanan tetap dengan tulus walaupun tidak kita sukai dan bahkan menderita.
Pelayanan yang murah hati yang diinspirasikan dalam perikop ini, adalah pelayanan yang siap kehilangan nyawa (ay. 35). Kehilangan nyawa dalam artl bahwa klta harus, total dalam pelayanan; beranl kehilangan waktu, tenaga, pikiran, dan bahkan harga diri demi sesama yang kita layani. Konkritnya dalam keluarga, sejauh mana kita berani mengorbankan waktu, tenaga, hati dan pikiran untuk kebahagiaan keluarga kita. Atau dalam lingkungan, seberapa besar kita sebagai pengurus atau warga lingkungan mau terlibat aktif dan mau saling melayani satu dengan yang lain demi kemajuan kebersamaan di lingkungan. Di tingkat paroki, bagaimana kita sebagai umat Katolik sudah sungguh-sungguh terlibat dalam pelayanan yang murah hati baik dalam pelayanan liturgi ataupun pelayanan lainnya. Dan yang lebih penting adalah bagaimana peran kita mengutamakan pelayanaan yang murah hati dalam tingkatan masyarakat yang lebih luas, yang tidak membeda-bedakan suku, ras, bahasa dan agama, walaupun dalam penolakan, penganiayaan dan bahkan harus kehilangan nyawa.
Pertemuan 5
Pertemuan, yang ke-5 ini merupakan rangkuman perjalanan pendalaman iman kita. Merangkum dari semuanya. kita telah berbicara tentang menemukan Allah dalam hidup (pertemuan 1), mengalami Allah sebagai gembala baik yang melayani dengan kasih dan kemurahan hati (pertemuan 2), meneladaniNya untuk berani berkorban dan berbagi (pertemuan 3) serta mengikuti Dia (pertemuan 4). Jika kita selalu menghidupi cara hidup dalam pertemuan pertama dan keempat kita menjadi ROTI HIDUP. Itulah ciri hidup yang ekaristis. Cara hidup yang ekaristis tersebut menggugah kita menuju pada cita-cita yang terdapat dalam ARDAS KAJ 2011-2015 yaitu meningkatkan Iman yang mendalam akan Yesus Kristus, mengembangkan semangat persaudaraan sejati dan melakukan pelayanan kasih kepada sesama. Cita-cita hidup beriman KAJ ini dihayati pada Ekaristi sebagai sumber dan puncak hidup beriman. Maka ekaristi sebagai suatu perayaan liturgial menjadi sebuah perayaan kehidupan. Mengapa? Karena melalui ekaristi kita menimba Sabda Allah dan menjadikannya kekuatan dalam menjalani hidup untuk mengabdi dan berbakti kepadaNya.
Perikop dari Injil Yohanes 6: 48-58 ini memang berbicara tentang Roti Hidup. Perikop ini juga secara eksplisit merenungkan tentang makna ekaristi. Maka, menjadi kekuatan bagi kita untuk merenungkan ekaristi secara lebih dalam yang diterangi dengan perikop Injil Yohanes 6: 48-59.
Ekaristi yang kita ikuti setiap hari/minggunya merupakan sumber & puncak kehidupan kita sebagai orang beriman karena dari ekaristi mengalirkan daya yang memberi kita kekuatan untuk menjalankan kehidupan dengan lebih baik dan lebih beriman lagi dari hari ke hari. Seharusnya yang terjadi di dalam kehidupan kita adalah bahwa ekaristi merupakan sumber kekuatan hidup iman, persaudaraan dan pelayanan kita di tengah masyarakat. Dari ekaristi daya yang mengalir itu dalam wujud daya iman yang meneguhkan, daya persaudaraan yang mempersatukan dan daya pelayanan kasih yang diutus bagi kita semua.
Dalam bacaan KS kita merenungkan mengenai Roti Hidup yaitu daya ekaristis yang kita dapatkan melalui perayaan ekaristi setiap minggunya yang menghidupkan kita dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menikmati Roti Hidup dan kita menjadi percaya pada Tuhan Yesus, maka hidup kita akan semakin terarahkan pada kehendak Tuhan. Ketika orang sudah menikmati Roti Hidup di dalam ekaristi, maka dirinya akan dapat selalu melihat kebaikan Allah dalam setiap peristiwa kehidupan yang dia alami, apapun situasi hidupnya. Roti Hidup yang dikatakan Yesus disini bukanlah roti biasa, maka Roti Hidup yang kita sambut setiap minggunya itu dalam ekaristi justru seharusnya memampukan kita untuk bisa menjalankan kehidupan kita sesuai apa yang kita rayakan dalam ekaristi.
Ada 3 hal daya ekaristi atau Roti yang menghidupkan dalam keseharian kita yaitu berkaitan dengan iman, persaudaraan dan pelayanan kasih. Ketiga hal itu bersumber dari ekaristi yang terwujud dalam Roti Hidup yang kita terima setiap merayakan ekaristi.
Pertama, dengan selalu mengikuti Ekaristi setiap hari minggu, secara tidak langsung juga kita akan semakin bertumbuh dan meningkatkan iman kita akan Yesus Kristus yang telah bangkit dan kini hadir dalam wujud roti dan anggur, tubuh dan darahNya yang mulia serta melalui pewartaan sabdaNya yang bisa kita renungkan untuk hidup kita masing-masing. Maka unsur ,iman sungguh-sungguh dirasakan dan dihayatl secara lebih mendalam melalul liturgi sabda dan liturgi ekaristi.
Kedua, melalui ekaristi, persaudaraan kita semakin diteguhkan dan dipersatukan, karena dalam ekaristi, semua dihadapan Allah adalah satu dan sama. Berkat Roti Hidup yang kita rayakan, maka semua orang ditarik menuju kepada keselamatan yang ditawarkan Allah. Semua orang bersama-sama merayakan perayaan keselamatan di dalam ekaristi. Maka tidak ada lagi perbedaan suku, ras, golongan, tidak ada lagi perbedaan kaya-miskin, orang berpendidikan atau kurang berpendidikan, budak dan tuan ataupun juga orang berdosa dan orang suci. Di hadapan Tuhan semua satu dan sama. Semua mengalami karya keselamatan dari Allah yang sama. Allah melalui perayaan ekaristi menyatukan semua orang dan memberinya rahmat dan berkat melalui Roti Hidup ini yang sama, tidak ada perbedaan. Maka dalam kehidupan sehari-hari kita juga hendaknya meneruskan apa yang kita hayati dalam ekaristi itu dalam hal persaudaraan kepada siapapun di dunia ini. Diharapkan kitapun juga
masing-masing memiliki penghayatan bahwa kehadiran orang lain disekitar kita, siapapun itu, dari kalangan dan golongan manapun itu merupakan tanda bukti kasih Allah dan kebaikan Allah dalam hidup kita. Maka tidak ada lagi perbedaan agama, suku bangsa, ras/etnis, kebudayaan, bahkan juga perbedaan kelas sosial dan ekonomi lainnya. Kita harus membangun semangat toleransi dan keterbukaan terhadap semua orang.
Ketiga, bahwa melalui perayaan ekaristi kita sebagai umat beriman yang sudah menerima Roti Hidup kemudian diutus untuk melakukan karya pelayanan dan tugas kita sehari-hari, di dunia dalam bidang kehidupan, kita masing-masing. Maka unsur pelayanan kasih dalam kehidupan ini menjadi sebuah unsur perutusan yang diberikan oleh Gereja setiap kali kita selesai merayakan ekaristi. Bahwa iman tidak hanya cukup diungkapkan di dalam Gereja atau dalam doa-doa saja, tetapi juga perlu diwujud nyatakan dalam persaudaraan kita dan juga yang Iebih konkret adalah membangun semangat pelayanan yang murah hati dan penuh kasih kepada siapapun yang kita jumpai di kehidupan kita. Berkaitan dengan pelayanan kasih kepada mereka yang miskin, lemah, kecil dan tersingkir, kita diajak melalui ekaristi dan diutus untuk melakukan keteladanan Yesus yang dilakukan selama hidupnya yaitu keberpihakkan kepada kaum miskin dan kecil. Maka setiap akhir perayaan ekaristi kita juga diajak untuk melakukan tugas perutusan kita masing-masing di dunia ini. Tugas perutusan sudah diberikan kepada kita dalam bidang hidup kita masing-masing, dan sekarang mari kita lakukan perutusan dan pelayanan kita dengan sungguh-sungguh maksimal dan penuh kemurahan hati.
Dalam ayat 56 dikatakan bahwa "Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia". Maksudnya adalah bahwa dalam ekaristi kita menerima Tuhan yang memberi kita kekuatan. Dengan menerima Tuhan melalui Tubuh dan DarahNya, maka kita akan tinggal di dalam Tuhan dan Tuhan pun akan tinggal dan menyertai kehidupan kita. Kita juga diajak untuk menerima dengan iman kita segala hal anugerah dan rahmat yang diberikan oleh Allah dalam kehidupan kita. Ketika orang sudah menikmati Roti Hidup, maka dirinya akan dapat selalu melihat kebaikan Allah dalam setiap
peristiwa kehidupanyang dia alami, apapun situasi hidupnya. Maka ketika kita pun juga menikmati dan menerima Roti Hidup itu, maka diharapkan kitapun juga masing-masing memiliki penghayatan bahwa ada begitu banyak kebaikan dan penyertaan Tuhan dalam hidup kita dan diri sesama yang kita jumpai di sekitar kita. Maka perlulah kita mewujudkan Roti Hidup itu dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai wujud Tuhan yang mendiami diri kita.
Oleh karena itu ketika kita sudah menerima Roti Hidup dalam kehidupan kita melalui ekaristi yang kita rayakan, maka seharusnya perlu kita sadari bahwa daya ekaristi dalam wujud Tubuh dan darah Kristus menjadi sumber dan puncak hidup umat beriman yang menjadi Roti dalam kehidupan, kekuatan dalam kehidupan untuk menjalani hidup dengan lebih baik lagi. Maka ekaristi sungguh-sungguh menjadi sebuah perayaan kehidupan, karena dari ekaristilah sumber kehidupan kita berasal dan dari penghayatan akan ekaristi-Iah, maka kita bisa melaksanakan tugas dan pelayanan kita sehari-hari dengan penuh iman yang mendalam kepada Yesus, penuh persaudaraan yang sejati kepada semua orang dan penuh kasih serta murah hati dalam pelayanan kita kepada sesama di sekitar kita.
Sumber : Buku Aksi Puasa Pembangunan (APP) 2012 yang digunakan untuk Pendalaman Iman di Lingkungan, diterbitkan oleh Komisi Kerasulan Kitab Suci Keuskupan Agung Jakarta.
Untuk penjelasan selengkapnya dapat dilihat pada link di bawah ini:
Tema APP 2012, Klik disini
Sub Tema Pertemuan 1, Klik disini
Sub Tema Pertemuan 2, Klik disini
Sub Tema Pertemuan 3, Klik disini
Sub Tema Pertemuan 4, Klik disini
Sub Tema Pertemuan 5, Klik disini
Lampiran 1, Klik disini
Lampiran 2, Klik disini
Lampiran 3, Klik disini
Doa Tahun Ekaristi, Klik disini
Doa Arah Dasar Pastoral, Klik disini