Gereja Sebagai Komunitas Berbagi Pangan
Dipublikasikan tanggal 03 October 2012
BAHAN RENUNGAN HPS 2012
Untuk Misa Hari Minggu 14 Oktober 2012
Hari Minggu Biasa XXVIII
Bacaan Ekaristi :
Kitab Kebjaksanaan 7, 7 – 11
Surat Ibrani 4, 12 – 13
Injil Markus 10, 17 – 30
GEREJA SEBAGAI KOMUNITAS BERBAGI PANGAN
“Wujud Membangun Hidup Kekal”
"Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?", satu pertanyaan yang mendasar dan substansial diajukan oleh seseorang kepada Yesus. Orang bertanya itu pasti mempunyai alasan, dan alasan inilah yang membuat orang berani untuk bertanya. Orang bertanya pasti membutuhkan jawaban. Yesus menjawab pertanyaan orang itu, “pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Hidup kekal diawali dengan sikap “lepas bebas” terhadap hal-hal duniawi, dan setelahnya berjalan bersama Yesus.
Hidup kekal adalah hidup dalam keabadian bersama Yesus. Apa yang dihidupi hari ini menjadi langkah awal untuk mengarah pada hidup abadi. Hal-hal duniawi, entah itu berupa harta benda material, jabatan atau kedudukan, kepandaian atau ketrampilan, bisa menjadi hambatan manusia untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Menjual dan melepaskan hal-hal duniawi tidak berarti tidak boleh memilikinya. Manusia memerlukan harta benda duniawi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar hidupnya, agar dapat hidup dengan sepantasnya; harta benda duniawi diperlukan agar manusia dapat menafkahi hidupnya, bertumbuh, berkomunikasi, bergaul dengan sesama dan mencapai tujuan-tujuan panggilan hidupnya (bdk. Kompendium ASG art.172). Meskipun demikian perlu diwaspadai, jangan sampai hal-hal yang duniawi itu mengikat, membelenggu, sehingga manusia dimiliki olehnya. Hal-hal duniawi, yang dimiliki itu, adalah sarana untuk menjumpai yang Ilahi, yang ada dalam diri orang miskin dan kecil, yang oleh Yesus disebut sebagai saudara dan saudari-Nya.
“Orang-orang miskin selalu ada padamu” (Mat 26, 11). Ini merupakan pemberitahuan, sekaligus penegasan Yesus akan tugas dan tanggung jawab sosial yang harus diemban oleh murid-murid-Nya. Kita tidak bisa sembunyi dari amanat agung ini. Karena “tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab (Ibrani 4,13). Yesus akan mengenal dan mengakui orang-orang pilihan-Nya, apabila “kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Mat, 5). Bagi Yesus belumlah cukup untuk membangun hidup kekal hanya dengan kesalehan pribadi; mentaati dan menjalankan aturan “Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!" (Markus, 10,9).
Kesalehan pribadi hendaknya mengarah pada kesalehan sosial sebagai bentuk dan wujud tanggung jawab sosial. Kesalehan sosial tercermin dalam keterlibatan dengan perjuangan dan pergulatan hidup orang miskin, yang kerap kali “menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya” (Lukas 16,21). Hal mendesak dan mendasar yang menjadi kebutuhan hidup orang miskin dan kerap kali kurang terpenuhi adalah pangan. Ketersediaan dan kecukupan pangan bagi orang miskin akan menjadi kesukaan dan kegembiraan Yesus, dan sekaligus akan merupakan kabar baik bagi orang miskin.
Gereja sebagai komunitas murid-murid Kristus, yang dikaruniai harta benda duniawi memiliki potensi yang besar untuk mewujudkan kabar baik bagi orang miskin. Sejauh harta benda duniawi yang dimilikinya itu ditempatkan sebagai sarana hidup untuk menuju kepada yang Ilahi; menjadi sarana untuk ikut membangun ketersediaan dan kecukupan pangan bagi orang miskin. Gereja mengajarkan bahwa seseorang harus membantu sesamanya di dalam berbagai kebutuhannya dan memenuhi masyarakat manusia dengan karya-karya belas kasih di bidang jasmani dan rohani yang tak terbilang banyaknya. Dari semua karya itu, memberi derma kepada orang miskin adalah satu dari kesaksian utama cinta kasih persaudaraan; ia juga merupakan satu perbuatan keadilan yang berkenan kepada Allah. Karena Gereja melihat dalam diri manusia, dalam setiap pribadi, citra yang hidup dari Allah sendiri. Citra ini menemukan, dan mesti selalu menemukan secara baru, sebuah penyingkapan dirinya sendiri yang semakin mendalam dan kian penuh di dalam rahasia Kristus, Citra Sempurna Allah, Ia yang mewahyukan Allah kepada manusia dan menampilkan manusia bagi manusia (Kompendium ASG art.105).
Pertobatan dan solidaritas adalah wujud sikap dan tindakan yang mendasari Gereja sebagai Komunitas Murid-Murid Kristus yang berbagi pangan. Solidaritas lahir dari cinta kasih dan tumbuh dalam cinta kasih, dan karena itu cinta kasih menjadi bagian utama dan integral bagi umat untuk ikut terlibat dalam mengembangkan kecintaan hidup terhadap orang miskin. Gerakan membangun kecukupan pangan bagi semua orang, terutama bagi orang miskin bisa menjadi jalan untuk membangun hidup kekal.
Selamat Ber – HPS.
Rm. F.Asisi Teguh Santosa, Pr.
Sekretaris Komisi PSE KWI
Sumber: www.kaj.or.id