ST. FRANSISKUS ASSISI, PEMERHATI KAUM LEMAH DAN EKOLOGI INTEGRAL
Dipublikasikan tanggal 19 June 2015
SANTO FRANSISKUS ASSISI – PEMERHATI KAUM LEMAH DAN EKOLOGI INTEGRAL
Permenungan Paus Fransiskus
Setelah ramai diperbincangkan selama beberapa saat, akhirnya ensiklik terbaru Paus Fransiskus dimaklumatkan pada hari Kamis pagi tanggal 18 Juni 2015. Judul ensiklik tersebut adalah Laudato Si’ (Terpujilah Engkau), sebuah ungkapan yang diambil dari kidung “Gita Sang Surya”, mahakarya ciptaan St. Fransiskus Assisi.
Ensiklik ini terdiri dari 9 bab dan 246 pasal. Pada pasal 10 – 12 Bapa Suci mengajak umat beriman untuk merenungkan karya St. Fransiskus dari Assisi. Beliau memilih nama Fransiskus ketika dipilih menjadi Uskup Roma. Paus meyakini bahwa St. Fransiskus adalah teladan yang unggul dalam hal memperhatikan kaum lemah dan ekologi integral. Semuanya ini dijalankan dengan sukacita dan kepolosan.
St. Fransiskus adalah pelindung dari semua orang yang mempelajari dan bekerja di bidang ekologi. Beliau juga dikasihi oleh banyak orang yang bukan pemeluk agama Kristen. Beliau membagikan perhatian yang luar biasa terhadap ciptaan Allah serta terhadap kaum miskin dan tersisihkan. Beliau mengasihi dan dikasihi melalui sukacitanya, pengabdiannya yang murah hati, dan hatinya yang mengayomi.
Beliau juga adalah seorang perenung dan peziarah yang hidup dalam kesederhanaan dan keselarasan dengan Allah, dengan sesama, dengan alam dan dengan dirinya sendiri. Dalam dirinya nampaklah bahwa perhatian kepada alam, keadilan terhadap kaum miskin, tanggung jawab terhadap masyarakat, dan kedamaian batin mencapai satu titik temu.
Kesaksiannya menunjukkan kepada kita bahwa ekologi integral membutuhkan keterbukaan terhadap hal-hal yang melampaui bahasa ilmu pasti atau biologi dan mengaitkan kita dengan hakikat manusiawi. Sama seperti orang yang sedang jatuh cinta, setiap kali St. Fransiskus melihat matahari, bulan, dan binatang-binatang kecil, reaksinya adalah menyanyi sambil melibatkan semua makhluk lain dalam pujian-pujiannya.
St. Fransiskus mampu berkomunikasi dengan semua ciptaan, dan mewartakan sampai kepada bunga-bunga dan mengajak mereka untuk memuji dan mengasihi Allah, seolah-olah mereka pun dikaruniai dengan akal budi. Tanggapannya jauh melebihi apresiasi intelektual atau perhitungan ekonomis, karena bagi dirinya setiap makhluk adalah saudara, yang terpaut padanya dengan kasih sayang.
Untuk itulah beliau merasa terpanggil untuk merawat semua yang ada di bumi ini. Murid St. Fransiskus, St. Bonaventura, mengisahkan bahwa St. Fransiskus memahami bahwa semua makhluk dan benda memilik asal-usul yang sama, dan oleh karenanya beliau merasakan belas kasih yang luar biasa terhadap mereka, sehingga memanggil mereka sebagai saudara dan saudari.
Keyakinan St. Fransiskus ini bukan hanya romantisme irrasional belaka, karena berpengaruh pada pilihan perilaku manusia. Apabila pendekatan manusia terhadap alam dan lingkungan tidak berlandaskan pada keterbukaan terhadap ketakjuban dan mukjizat ilahi, dan apabila manusia tidak menyapa dunia dengan bahasa persaudaraan dan keindahan, perilaku manusia terhadap lingkungan hanya akan berpusar pada pemanfaatan dan penguasaan sumber daya alam secara tidak bertanggung jawab.
Sebaliknya, apabila manusia terikat secara mesra dengan seluruh ciptaan, kesadaran untuk menjaga dan merawat alam muncul secara spontan. Kemiskinan dan kedinaan St. Fransiskus bukan hanya matiraga jasmaniah, melainkan sesuatu yang jauh lebih radikal: penolakan terhadap anggapan bahwa segala sesuatu hanyalah obyek pemanfaatan dan penguasaan semata-mata.
Di lain pihak, St. Fransiskus adalah orang yang setia kepada Sabda Allah. Beliau mengajak kita untuk memahami alam semesta seperti sebuah kitab, di mana Allah berbicara dan menyampaikan amanat kepada kita tentang keindahan dan kebaikan-Nya. Dalam hal ini Kitab Suci mencatat:
Sebab orang dapat mengenal Khalik dengan membanding-bandingkan kebesaran dan keindahan ciptaan-ciptaan-Nya. (Keb 13:5)
… kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan … (Rom 1:20)
Untuk itulah St. Fransiskus meminta agar di setiap biara selalu disisakan sebagian lahan kebun yang tidak ditanami. Di sanalah tumbuh rumput-rumput liar, yang dapat membawa pikiran manusia kepada Allah, sang Pencipta dari segala keindahan. Dunia tidak hanya menyisakan masalah yang harus diselesaikan, melainkan sebuah rahasia sukacita yang harus direnungkan dalam kegirangan dan pujian.
(sumber teks surat ensiklik Laudato Si’, www.vatican.va)