CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI
Dipublikasikan tanggal 10 July 2015
CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI
Kiat Jitu Pengikut Kristus
"Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” (Mat 10:16). Itulah ayat pertama dalam bacaan Injil hari ini (Mat 10:16-23). Dalam perikop ini dikisahkan Yesus sedang memberikan serangkaian instruksi kepada para murid-Nya dan mengingatkan mereka akan kesulitan-kesulitan yang bakal mereka hadapi.
Sulit dibayangkan bahwa seseorang memiliki sifat seekor ular dan pada saat yang sama memiliki sifat seekor merpati. Namun itulah yang diharapkan oleh Yesus dari murid-murid-Nya, termasuk kita sekalian. Kita harus menggabungkan kekuatan seekor ular dan kelembutan seekor merpati. Yesus berharap agar kita memiliki pribadi yang kuat, namun hati yang lembut.
Pribadi yang Kuat
Ciri-ciri orang yang memiliki pribadi yang kuat adalah berpikir tajam, mampu menghargai, dan membuat keputusan yang pasti. Pribadi yang kuat dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Pribadi yang kuat tidak mudah diperdaya oleh legenda dan mitos. Pribadi yang baik mampu mewujudkan segala sesuatu yang sudah direncanakan.
Sebaliknya orang yang memiliki pribadi yang lemah, takut akan perubahan dan pergerakan baru. Mereka dibuai dalam zona nyaman dan merasa aman dengan status quo.
Mengapa murid-murid Yesus harus memiliki pribadi yang kuat? Ayat-ayat berikut dalam teks menjawabnya. Mereka harus waspada terhadap semua orang. Mereka seperti domba yang diutus ke tengah-tengah serigala. Demi Yesus, mereka akan menghadapi banyak cobaan: ditangkap, diadili, disiksa, dan dibenci. Pada saat itu mereka juga harus mampu membedakan mana yang baik dan mana yang benar. Mereka harus membuat keputusan: tetap mengikuti Yesus atau meninggalkan-Nya. Orang-orang yang pribadinya lemah tidak akan mampu melewati rintangan ini.
Hati yang Lembut
Namun pribadi yang kuat tanpa kelembutan hati adalah pribadi yang dingin dan egois. Kehangatan dan kasih tidak nampak dalam pribadi seperti ini. Orang yang keras hati tidak mencintai kebenaran. Dia hanya menghargai orang lain sebanyak dia membutuhkannya. Dia tidak mampu menilai keagungan sebuah persahabatan. Dia tidak dapat membagikan suka dukanya dengan orang lain. Sebaliknya penderitaan orang lain pun tidak menyentuh hatinya.
Yesus mengingatkan bahwa setiap pengikut-Nya dipanggil untuk hidup dalam kekuatan sebuah pribadi dan kelembutan sebuah hati. Kalau kita hanya memiliki kepribadian yang kuat tanpa kelembutan hati, kita akan menjadi orang-orang yang dingin, bengis, dan egois. Sebaliknya kalau kita hanya memiliki kelembutan hati tanpa kepribadian yang kuat, kita akan menjadi orang-orang sentimentalis, kurang bersemangat, dan tidak mampu membuat keputusan yang tepat dan pasti.
Meneladani Allah Kita
Allah kita adalah Allah yang Mahakuasa sekaligus Maharahim. Kitab Suci berulang kali melukiskan bahwa Allah kita adalah Allah yang murka terhadap ketidakadilan, namun sekaligus Allah yang penuh kasih dan kesetiaan. Di satu pihak Allah menghukum bangsa Israel karena pelanggaran-pelanggaran mereka. Di lain pihak Allah laksana seorang bapak yang mengampuni dan dengan penuh sukacita menyambutnya anaknya yang bertobat.
Meneladani Allah bukan perkara sederhana. Namun setiap pengikut Kristus dituntut untuk membina jalan menuju kesempurnaan dan kesempurnaan itu adalah Allah. Maka, penginjil tidak ragu mencatat, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.” (Mat 10:48)
Diutus seperti Domba di Tengah-tengah Serigala
Cerdik seperti Ular, Tulus seperti Merpati