MUSA, SANG PELAKU KEDAHSYATAN

Dipublikasikan tanggal 13 September 2015

MUSA, SANG PELAKU KEDAHSYATAN

Belajar dari sang Nabi

Dalam agama Yahudi mungkin tidak ada orang yang mampu menyetarai Musa dan Elia. Ulangan 34:10-12 mencatat bahwa Musa adalah pelaku segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan. Ketika Yesus dimuliakan di atas gunung, tampaklah Musa dan Elia berbicara kepada-Nya (Mrk 9:2-13). Apakah Musa dan Elia “supermen”? Rasanya tidak, karena St. Yakobus menyatakan bahwa Elia adalah “manusia biasa, sama seperti kita.” (Yak 5:17). Namun mereka adalah tokoh-tokoh yang mampu menyelesaikan segala persoalan dalam kehidupan mereka sebagai utusan-utusan Allah. Kali ini kita akan belajar dari tokoh Musa. Ada tiga hal dari diri Musa yang patut kita teladani: iman, kerendahan hati, dan kasih.

Iman Musa

Menurut penulis surat kepada umat Ibrani (Ibr 11:1) “iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”  Apa dasar dari pengharapan Musa? Musa ingat akan janji (sumpah) Allah kepada Abraham, bahwa “keturunannya akan banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan oleh karena keturunannya semua bangsa di bumi akan mendapat berkat.” (Kej 22:15-18). Mengenai Musa, penulis surat kepada umat Ibrani mencatat:

Karena iman maka Musa, setelah ia lahir, disembunyikan selama tiga bulan oleh orang tuanya, karena mereka melihat, bahwa anak itu elok rupanya dan mereka tidak takut akan perintah raja. Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah. Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan. Karena iman maka ia mengadakan Paskah dan pemercikan darah, supaya pembinasa anak-anak sulung jangan menyentuh mereka. Karena iman maka mereka telah melintasi Laut Merah sama seperti melintasi tanah kering, sedangkan orang-orang Mesir tenggelam, ketika mereka mencobanya juga. (Ibr 11:24-29)

Ibr 11:24-29 menegaskan bahwa karena iman Musa melakukan segala sesuatunya, mulai dari meninggalkan segala kenikmatan duniawi sebagai anak puteri Firaun, meninggalkan Mesir, dan menuntun bangsanya keluar dari perbudakan (Paskah). Semua itu dilakukan karena Allah adalah harta yang jauh lebih berharga daripada semua harta Mesir.

Musa pun berbuat banyak untuk meneguhkan iman bangsa Israel. Ketika bangsa Israel dikejar oleh pasukan Firaun, mereka terdesak di tepi Laut Teberau. Dalam ketakutan, Musa meneguhkan keyakinan bangsanya kepada Allah. Dia berseru, “Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya.” (Kel 14:13, bdk. Ibr 11:29)

Kerendahan Hati Musa

Allah memberikan otoritas yang sangat besar kepada Musa. Orang yang diberi kekuasaan cenderung tinggi hati. Robert G. Ingersoll, seorang penulis terkenal di abad XIX menulis bahwa, “Jika ingin mengetahui watak asli seseorang, beri dia kekuasaan”. Namun bagaimana perilaku Musa sebagai utusan Allah? Dia tetap rendah hati. Dalam setiap hal Musa berkomunikasi dengan Allah (Bil 27:5). Musa pun rela berbagi pelayanan dengan orang lain, seperti nyata dalam peristiwa tujuh puluh orang tua-tua menerima Roh. (Bil 11:24-29)

Suatu kali Musa mendapat kunjungan dari mertuanya Yitro (Kel 18:13-24). Yitro melihat kesibukan menantunya dari pagi sampai petang mengurus umat Allah. Maka, dia memberi usul kepada Musa supaya memilih pemimpin-pemimpin dengan hirarki berjenjang mulai dari pemimpin sepuluh orang, lima puluh orang, seratus orang, dan seribu orang. Dengan demikian tidak semua perkara harus diputuskan oleh Musa. Lagi-lagi kerendahan hati Musa membuatnya menyetujui usul mertuanya.

Mungkin contoh yang paling baik dari kerendahan hati Musa, adalah ketika dia memilih penggantinya ketika dia masih hidup. Bil 27:15-20 menceritakan kisah bagaimana Musa memohon agar Allah mengangkat penggantinya. Setelah sang pengganti Yosua diangkat, Musa harus berbagi kewibawaan dengannya.

Kasih Musa

Musa sangat mengasihi Allah dan sesamanya. Apa bukti bahwa seseorang mengasihi Allah? 1 Yoh 5:3 mencatat bahwa kasih kepada Allah dinyatakan dalam ketaatan kepada perintah-perintah-Nya. Musa juga sangat mengasihi sesamanya. Hal ini terbukti misalnya dalam kasus pemberontakan Miryam dan Harun (Bil 12:1-16). Miryam dan Harun mengkritisi Musa yang mengawini seorang perempuan Kush. Mereka mempertanyakan keabsahan Musa sebagai utusan Allah. Keraguan mereka berakibat fatal. Allah pun murka dan Miryam kena penyakit kusta. Namun, apa reaksi Musa? Dia malah berdoa untuk kesembuhan Miryam (Bil 12:13)

Kini kita memahami mengapa Allah memilih Musa. Dia memiliki tiga kekuatan karakter: iman, kerendahan hati, dan kasih. Tiga kekuatan inilah yang menjadikan Musa tokoh yang sangat dihormati oleh bangsanya dan sangat dikasihi oleh Allah. Tiga keunggulan ini membuat Musa tidak gentar menghadapi segala masalah. Kisah-kisah Musa dalam Kitab Suci hendaknya menjadi pelajaran bagi kita supaya kita teguh berpegang pada pengharapan. (Rom 15:4)