BERJUANG DEMI IMAN SAMPAI TETES DARAH PENGHABISAN

Dipublikasikan tanggal 20 September 2015

BERJUANG DEMI IMAN SAMPAI TETES DARAH PENGHABISAN

Belajar dari Kitab-kitab Makabe

Sepeninggal Raja Alexander Agung, kerajaan Yunani terpecah menjadi 4 bagian: Asia Kecil, Makedonia, Mesir, dan Siria. Mesir diperintah oleh wangsa Ptolemeus dan Siria diperintah oleh wangsa Seleukus. Pada mulanya Palestina menjadi bagian dari Mesir. Raja Ptolemeus memberi toleransi kepada bangsa Yahudi untuk menjalankan ibadah mereka, bahkan memerintahkan agar Kitab Suci bangsa Yahudi diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani.

Pada tahun 167 SM Raja Antiokhus IV Epifanes dari Siria menyerbu dan menaklukkan Mesir, sehingga Palestina menjadi daerah kekuasaan Siria. Dia mengampanyekan budaya Yunani sebagai budaya nasional, sehingga semua tradisi, agama, dan budaya lokal dilarang, termasuk budaya dan agama Yahudi. Mulailah bangsa Yahudi mengalami penindasan: mereka dilarang untuk merayakan hari Sabat, mempersembahkan kurban, melaksanakan sunat, dan ketetapan ibadat lainnya. Barangsiapa yang melawan perintah raja akan dihukum mati. Puncak kebuasan Antiokhus Epifanes terjadi ketika dia meletakkan patung Zeus di atas mezbah Bait Allah. Di kota Yerusalem didirikan benteng untuk pasukan Siria.

Pada tahun 165 SM bangsa Yahudi memberontak kepada Siria di bawah pimpinan imam Matatias beserta kelima puteranya: Yohanes, Simon, Yudas, Eleazar dan Yonatan. Setelah Matatias meninggal, Yudas yang dikenal dengan nama Makabe menggantikan posisi ayahnya sebagai panglima perang. Kemenangan demi kemenangan diraih oleh pasukan Yudas Makabe. Apa rahasianya? Yudas mengandalkan Allah, seperti nyata dalam ucapannya, “Kemenangan dalam perang tidak terletak dalam banyaknya pasukan melainkan dari Surgalah datang kekuatan.” (1 Mak 3:19). Sebelum berperang melawan musuh, Yudas membangkitkan semangat pasukannya dengan membaca Kitab Suci dan berdoa. Pasukan Yudas tidak dipersenjatai dengan tombak dan alat-alat perang lainnya, melainkan dengan penghiburan, sehingga mereka maju berperang dengan sukacita (2 Mak 15:6-11).

Pada tahun 164 SM pasukan Yahudi di bawah pimpinan Yudas berhasil merebut kembali Yerusalem dan menahirkan Bait Allah.  Pentahiran Bait Allah dilaksanakan pada tanggal 25 bulan kesembilan (Kislew) dan berlangsung selama delapan hari lamanya. Hari Raya Pentahbisan Bait Allah dikenal dengan nama “Hanukkah” dan masih diperingati sampai hari ini. Hari Raya ini sering disebut “Natal Yahudi” karena jatuh pada bulan Desember. Dalam rangka memperingati hari raya ini, orang-orang Yahudi menyalakan “menorah” atau kandil (kaki pelita). Kebiasaan orang Yahudi menyalakan cabang-cabang kaki pelita satu demi satu mengingatkan kita kepada kebiasaan orang-orang Kristen menyalakan lilin Adven.

Sumbangan yang paling berharga dari kitab-kitab Makabe bagi ajaran Gereja adalah:

  1. Gagasan tentang kebangkitan. Hal ini dapat dilihat dari kisah tentang seorang janda beserta ketujuh orang anaknya yang disiksa dan dibunuh karena mereka menolak makan daging babi (2 Mak 7:1-42). Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, anak kedua berseru, “Memang kamu dapat menghapus kami dari hidup di dunia ini, tetapi Raja alam semesta akan membangkitkan kami untuk kehidupan kekal …”
  2. Doa bagi para arwah dan api penyucian. Hal ini nyata dalam kisah Yudas dan pasukannya mengumpulkan uang untuk mempersembahkan kurban penghapus dosa bagi orang-orang yang gugur dalam pertempuran. (2 Mak 12:38-45)
  3. Doa orang-orang kudus. Pada suatu kali Yudas mendapat penglihatan; dia melihat imam besar Onias dan Yeremia (almarhum) sedang berdoa untuk bangsa Yahudi (2 Mak 15:12-16)

Kitab-kitab Makabe ditulis dalam konteks sejarah yang sama dengan kitab Daniel, namun dengan sudut pandang yang sangat berbeda. Kitab-kitab Makabe begitu menekankan penyelamatan Allah melalui tindakan kepahlawanan wangsa Makabe, sedangkan kitab Daniel semata-mata mengharapkan intervensi Allah untuk menolong umat-Nya tanpa melalui tindakan kekerasan. Oleh sebab itu pembacaan kitab-kitab Makabe perlu dengan pemahaman yang tepat, supaya tidak terjadi model pembenaran kekerasan atas nama agama. Kesetiaan kepada iman patut diacungkan jempol seperti kata Matatias, “… kami tidak dapat menyimpang dari ibadah kami baik ke kanan maupun ke kiri.” (1 Mak 2:22)

Yudas Makabe, Pahlawan Bangsa Yahudi

Menorah dengan 9 Kaki Pelita untuk Perayaan Hanukkah