Merawat Bumi Rahim Pangan Kita
Dipublikasikan tanggal 01 October 2015
(Disampaikan sebagai pengganti khotbah, pada Misa Sabtu/Minggu, 10/11 Oktober 2015)
“MERAWAT BUMI RAHIM PANGAN KITA”
Para Ibu dan Bapak, Suster, Bruder, Frater,
Kaum muda, remaja dan anak-anak yang terkasih dalam Kristus,
1. Setiap tanggal 16 Oktober Gereja Katolik ikut memperingati Hari Pangan Sedunia sebagai wujud keterlibatan Gereja di tengah keprihatinan dunia ini. Sehubungan dengan peringatan itu, baiklah kita merenungkan beberapa hal.
2.1. Dari kacamata iman kita, peringatan Hari Pangan dapat memperdalam kesadaran kita bahwa hidup yang diciptakan Allah adalah anugerah. Manusia diciptakan tidak hanya untuk sekedar hidup, melainkan untuk tumbuh dan berbuah. Kita pun mengimani bahwa Allah tidak hanya menciptakan lalu meninggalkan ciptaan-Nya begitu saja. Ia setia menyertai dan menguatkan, melalui makanan yang disediakan, maupun melalui kehadiran sesama dan seluruh alam ciptaan.
2.2. Tidak bisa kita ingkari bahwa bumi seisinya memberi makanan kepada manusia agar hidup, dan sekaligus hidup manusia diharapkan juga memberi kehidupan pada seluruh ciptaan. Tepatlah menyebut bumi sebagai ibu bumi, karena dari rahimnya mengalir kehidupan. Hal ini pun ditegaskan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik yang berjudul Laudato si’ – Pujian bagi-Mu ya Tuhanku yang belum lama diterbitkan, bahwa bumi adalah rumah bersama yang perlu kita jaga. Bumi adalah sumber kehidupan kita.
2.3. Paus Fransiskus menuliskan ensikliknya dalam sebuah keprihatinan bahwa bumi ini makin rusak. Ada gejala pemanasan global yang mengacaukan keselarasan hidup manusia dan bumi. Ada kehancuran lingkungan yang mengakibatkan berbagai penderitaan. Dalam hal ini, Paus Fransiskus tidak mengada-ada, karena pernyataan-pernyataannya memang didukung data. Terkait dengan semua itu, Paus menyebut keserakahan manusia sebagai salah satu sumber dari berbagai bencana itu. Salah satu hal yang disebut Paus sebagai wujud keserakahan adalah “budaya mudah membuang” yang menjadi ciri orang jaman ini. Tidak hanya barang yang dibuang, tetapi juga makanan. Akibatnya, bukan hanya sampah yang menumpuk, tetapi juga pemborosan dan penderitaan banyak orang yang seharusnya berhak atas makanan yang dibuang itu. Baik kita ingat pula kata-kata Rasul Paulus, bahwa orang serakah adalah penyembah berhala (Ef 5:5).
2.4. Keprihatinan atas rusaknya bumi tidak hanya menjadi keprihatinan Paus. Terkait dengan hal ini, Perserikatan Bangsa-bangsa dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2015 yang lalu, mengangkat tema Mimpi dan Aksi Bersama untuk Keberlanjutan Kehidupan di Bumi. Tema ini jelas menunjukkan bahwa hidup seluruh manusia tergantung pada satu bumi, dan demi berlangsungnya hidup yang lebih baik di masa depan, bumi harus dijaga baik-baik.
3.1. Tema-tema yang mencerminkan keprihatinan pada kondisi bumi sungguh sangat relevan untuk Indonesia yang kita cintai. Salah satu yang paling kentara adalah pulau Jawa, yang dulu dikenal sebagai lumbung padi karena kesuburannya. Tetapi sekarang penduduk di pulau Jawa harus mendatangkan padi dari luar Jawa, bahkan dari luar negeri. Sekarang tampaknya situasi menjadi lebih buruk. Selama musim kemarau ini banyak daerah di Jawa yang mengalami kekeringan, termasuk beberapa daerah yang belum pernah mengalaminya. Data Perwakilan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa di Indonesia (30 Mei 2015) menyebutkan 19,4 juta penduduk Indonesia (7,9%) masih menderita kelaparan pada tahun 2014-2015
3.2. Melihat semua hal itu, apakah kita mau berdiam diri? Apakah kita tidak mau mengubah kebiasaan kita? Paus dalam ensikliknya juga menegaskan agar kita melakukan pertobatan, terutama dari keserakahan kita. Beliau mengingatkan kita agar mewujudkan kepedulian itu antara lain dengan memasak dan menyediakan makan secukupnya, membeli atau mengambil makanan secukupnya, sehingga tidak membuang-buang makanan yang seharusnya menjadi hak orang lain, khususnya orang miskin. Lebih jauh, supaya bumi ini tetap terjaga dan tetap bisa menyediakan makanan untuk semua yang hidup di atasnya, kita perlu menjaganya, tidak mengotori atau merusaknya. Dalam hal ini kita juga ingat, bahwa pemakaian plastik dan styrofoam yang berlebihan akan membuat tanah dan air terpolusi.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
4.1. Sabda Yesus yang kita dengarkan pada hari ini mengajak kita untuk menempatkan pesan “merawat bumi sebagai rahim pangan kita”, sebagai keprihatinan sekaligus tantangan iman kita. Ada sekurang-kurangnya dua hal yang menarik dalam kisah orang kaya ini (Mrk 10:17-27). Yang pertama, ketika menjawab pertanyaan orang kaya itu, Yesus mengutip bagian pertama kesepuluh perintah Allah. Tetapi Ia juga menyisipkan satu perintah yang tidak terdapat dalam kesepuluh perintah Allah itu, yaitu “jangan mengurangi hak orang” (ay 19). Kita diingatkan oleh Bapa Paus bahwa dengan membuang-buang barang atau makanan, pada dasarnya kita mengurangi hak orang lain. Yang kedua, ketika orang kaya itu mengatakan bahwa ia sudah melakukannya sejak mudanya, Yesus “memandang dia dan menaruh kasih kepadanya” (ay 21). Dengan melakukan itu Yesus ingin mengatakan kepada kita, bahwa orang kaya itu sebenarnya adalah orang baik. Mungkin dia tidak pernah secara sadar telah mengurangi hak orang lain. Tetapi budaya, sistem atau struktur masyarakat tempat ia hidup telah menjeratnya sedemikian rupa, sehingga tindakannya mengurangi hak orang lain tidak disadari atau dianggap biasa-biasa saja. Yesus ingin membantu orang kaya itu untuk keluar dari jerat budaya, sistem atau struktur itu dengan mengambil langkah radikal dan tindakan nyata berbagi harta dengan orang miskin (ay 21). Tetapi Yesus tidak berhasil meyakinkannya.
4.2. Kalau dibaca dengan kacamata Kitab Kebijaksanaan (7:7-11) orang kaya itu bukan orang yang memiliki “pengertian” dan “roh kebijaksanaan”. Yang disebut “pengertian” dan “kebijaksanaan” memungkinkan orang melihat secara jernih “mempertimbangkan dengan cermat makna serta nilai hal-hal duniawi yang sesungguhnya, dalam dirinya maupun sehubungan dengan tujuan manusia” (Dekrit Tentang Kerasulan Awam No. 4). Dalam rangka Hari Pangan Sedunia, pengertian dan kebijaksanaan itu mewajibkan kita agar ikut memelihara bumi dengan berbagai macam cara yang mungkin ditempuh.
5. Jika demikian, apa yang bisa kita buat? Paus memberikan pesan yang sangat jelas agar kita ikut memelihara bumi sebagai rumah bersama. Dalam kaitan dengan makanan yang disediakan bumi, “rumah” lebih tepat disebut “rahim”. Tidak bisa tidak, demi kelangsungan hidup, rahim itu perlu sungguh dijaga bersama. Hal itu bisa dibuat dengan melakukan gerakan-gerakan kecil sebagaimana yang disebut oleh Paus seperti menghemat air dan sumber daya alam, mengurangi pemakaian plastik, menanam pohon, makan secukupnya, belanja sewajarnya, tidak ikut arus “budaya mudah membuang”. Alangkah baiknya kalau dalam rangka menyambut Hari Pangan Sedunia 2015 setiap keluarga, komunitas, lingkungan atau lembaga-lembaga, bersama-sama menjawab pertanyaan ini “Apa yang harus kita lakukan agar lingkungan hidup kita menjadi semakin manusiawi?”. Tindakan-tindakan kita sebagai wujud jawaban terhadap pertanyaan ini, sesederhana apa pun, akan menjadi berkat bagi bumi dan bagi kita semua. Upaya-upaya kecil itu menjadi bermakna karena dijiwai oleh iman, sehingga melalui gerakan itu pula iman kita bertumbuh dan berbuah. Dalam hal ini perlulah diingat bahwa Gereja bukan hanya sebuah organisasi. Gereja adalah gerakan iman dan cinta melalui aksi-aksi nyata yang terus berkelanjutan, baik yang dilakukan secara bersama maupun sendiri. Gerakan nyata itu tentu akan lebih bermakna jika didukung dan disatukan dengan doa. Karena itu, marilah kita memakai kesempatan bulan Rosario, bulan Oktober ini, untuk berdoa bersama dan seperti Maria, Bunda Gereja. Kita mohon agar kita mampu mencerna segala derita dunia dan tergerak melakukan sesuatu yang nyata.
6. Akhirnya, bersama-sama dengan para imam, diakon dan semua pelayan umat, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para Ibu/Bapak/Suster/Bruder/adik-adik kaum muda, remaja dan anak-anak semua yang dengan beraneka cara terlibat dalam karya perutusan Gereja Keuskupan Agung Jakarta. Melalui gerakan Hari Pangan Sedunia kali ini, kita diajak untuk semakin peduli menjaga bumi. Kita berharap bahwa gerakan bersama ini akan berbuah lebat melalui perubahan sikap dan perilaku kita. Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda semua, keluarga dan komunitas Anda.
+ I. Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta