MENCIPTAKAN KOMUNITAS YANG SEHATI

Dipublikasikan tanggal 30 October 2015

MENCIPTAKAN KOMUNITAS YANG SEHATI

Belajar dari Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi

Dewan Paroki St. Lukas sedang sibuk mengevaluasi program kerja tahun 2015 dan mempersiapkan program kerja tahun 2016. Evaluasi bisa beragam: ada yang baik, ada yang sedang-sedang saja, dan ada juga yang kurang/tidak berhasil. Kalau dianalisis lebih jauh, kerap kegagalan pelaksanaan program kerja adalah akibat kurang harmonisnya kerja sama antar anggota pengurus. Memang tidak mudah mencari teman sekerja dan teman seperjuangan yang benar-benar sehati dan sepikir.

Paulus menemukan gejala yang sama pada jemaat di Filipi. Secara garis besar kondisi jemaat di Filipi cukup baik dan tidak ada masalah yang terlalu mendesak untuk segera ditangani, seperti yang terjadi pada jemaat di Korintus atau Galatia. Maka, nada surat Paulus kepada jemaat di Filipi tenang. Berkali-kali Paulus menyatakan sukacitanya: sukacita dalam doa (1:4), sukacita dalam pemberitaan Injil (1:18), bahkan sukacita dalam penderitaan (2:17). Kata “sukacita” muncul 16 kali dalam surat ini, sehingga banyak ahli tafsir menyebut surat Filipi sebagai “Injil Sukacita”. Tidak heran, jemaat di Filipi berkembang pesat dalam pengelolaan (manajerial) pastoral sehingga sudah terbentuk organisasi jemaat (1:1) yang dipimpin oleh para pengawas jemaat (episkopos) dan diaken (diakonos).

Namun demikian, tidak berarti bahwa jemaat di Filipi bebas dari masalah. Pertama, jemaat di Filipi kedatangan orang-orang yang mempropagandakan ajaran yang melawan ajaran Paulus (3:2).  Kemungkinan besar mereka adalah orang-orang Kristen Yahudi fundamentalis yang mewajibkan sunat sebagai sarana untuk memperoleh keselamatan, suatu hal yang selalu ditentang oleh Paulus. Kedua, ada beberapa anggota jemaat yang cara hidupnya tidak sesuai dengan identitasnya sebagai warga negara surga (3:20). Mereka sangat mementingkan hal-hal yang bersifat lahiriah, yang diistilahkan oleh Paulus sebagai kelompok yang menganggap "perut mereka adalah Tuhan mereka" (3:19). Ketiga, ada ketegangan dan perselisihan di tengah jemaat. Dalam bagian terakhir suratnya, Paulus menyebut nama dua orang wanita, yang sangat berjasa dalam pewartaan Injil, namun sedang bertikai: Euodia dan Sintikhe (4:2). Rupanya hingar-bingar antar sesama pengurus dan umat sudah terjadi sejak zaman Gereja Purba.

Oleh sebab itu, dalam suratnya Paulus menekankan perhatian kepada kesatuan dan kebersamaan. Dia menjadikan Kristus, dirinya, dan teman-temannya Timotius dan Epafroditus sebagai model dalam menghadapi ancaman kerekatan komunitas. Dalam suratnya (2:6-11) Paulus mengutip sebuah nyanyian yang sering disebut sebagai “himne Filipi” yang bertemakan perendahan dan pemuliaan Kristus. Misteri inkarnasi dan seluruh karya Kristus adalah bukti kerendahan hati Kristus, dan ini dijadikan model bagi jemaat di Filipi.

Paulus juga menceritakan dua orang teman seperjuangannya. Pertama, dia menyebut nama Timotius. Siapa Timotius bisa dibaca dalam Kis 16:1-3. Bagi Paulus tidak ada seorang pun yang lebih sehati dan sepikir dengannya dan yang memperhatikan kepentingannya daripada Timotius. Timotius menolong dan melayaninya sama seperti “seorang anak menolong bapaknya” (2:22). Dia juga menyebut nama Epafroditus, sebuah nama yang hanya muncul dalam surat ini (2:25, 4:18). Epafroditus nyaris mati oleh karena pekerjaan Kristus. Maka, Paulus menghendaki agar teladan Epafroditus diikuti oleh jemaat di Filipi.

Dalam suratnya Paulus menyerukan panggilan untuk bersatu dan saling memperhatikan. Seruan untuk bersatu ini memiliki dasar yakni penghiburan kasih, persekutuan Roh, kasih mesra, dan belas kasihan (2:1). Jika jemaat di Filipi menghayati kesatuan, sukacita Paulus menjadi penuh (2:2). Untuk itu, Paulus mengusulkan tiga petunjuk praktis untuk mengatasi egoisme dan kesombongan. Pertama, menghindari diri dari motivasi mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Kedua, dengan rendah hati seseorang menganggap orang lain lebih utama daripada dirinya sendiri. Ketiga, peduli dan memperhatikan kepentingan orang lain.

Meskipun Paulus menjadikan dirinya sebagai model, bukan berarti dia menyombongkan diri. Dia menyatakan bahwa dirinya belum mencapai kesempurnaan (3:12). Dia melukiskan dirinya sebagai seorang pelari yang sedang berjuang lari sampai mencapai garis finish. Maka, menurut Paulus menjadi sungguh-sungguh sempurna berarti mengakui bahwa manusia belum sempurna (3:15).

Dengan demikian, surat Filipi benar-benar merupakan juklak yang wajib ditaati oleh seluruh umat Kristen. Supaya jemaat bisa tumbuh dan berkembang, perlu menaati azas kesatuan: sehati, sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, dan satu tujuan (2:1). Motivasi-motivasi pelayanan yang tidak jelas misalnya karena keuntungan atau kebanggaan pribadi harus dihindari. Dan, yang paling penting adalah setiap umat harus menghargai dan peduli terhadap umat yang lain. Kiranya petuah Paulus dalam surat Filipi ini bisa menjadi bahan pertimbangan dan permenungan seluruh anggota Dewan Paroki St. Lukas dalam mengevaluasi  dan merencanakan program kerja. Selamat melayani dan anugerah Tuhan Yesus Kristus menyertai rohmu (4:23)!

 

Timotius Melayani Paulus seperti Anak Melayani Ayahnya

Sumber: http://www.jesusismyredpill.com/Philippians%202%206-11%202.jpg

 

Himne Filipi: Perendahan dan Pemuliaan Kristus

https://theplymothian.files.wordpress.com/2014/01/f749a-paulprison.jpg?w=576&h=458