MENJADI PEWARTA INJIL DI USIA LANJUT
Dipublikasikan tanggal 07 November 2015
MENJADI PEWARTA INJIL DI USIA LANJUT
Belajar dari Mazmur 71
Bagaimana perasaan seseorang apabila dia mulai menjadi bagian dari kelompok Lansia? Menjadi Lansia pasti ada enaknya: naik kereta api dapat diskon, tersedianya tempat duduk khusus lansia di dalam Busway, kalau di Gereja pasti disayang oleh umat lain dan tidak pernah diberi pekerjaan yang berat-berat dsb. Akan tetapi, menjadi Lansia juga ada tidak enaknya: biasa penyakit berdatangan di usia lanjut, kekuatan berkurang, ditinggalkan teman-teman sejawat yang mendahului, perasaan was-was karena “mendekati ajal” dll. Tentu masalah yang paling ditakuti oleh seorang Lansia adalah kesepian, karena biasanya hidup terpisah dari anak dan cucu. Tidak jarang pula seorang Lansia masih harus berjuang untuk nafkahnya sendiri karena tidak dipedulikan oleh anak dan cucunya. Belum lagi trauma dibuang ke rumah jompo karena anak dan cucu tidak mau mengurus lagi.
Bagaimana seharusnya seorang Lansia pengikut Kristus melewati masa tuanya? Masa Lansia tidak bisa diprediksi lamanya. Kalau mengacu kepada KHK bahwa usia lanjut adalah 60 tahun, bisa saja masa Lansia yang harus dilewati mencapai puluhan tahun, apabila seseorang dikaruniai umur panjang. Dapat disimpulkan, bahwa masa Lansia seseorang mungkin saja lebih panjang daripada masa kanak-kanak, remaja dan masa mudanya. Sudah pasti kita harus mempelajari kiat-kiat supaya dapat menjalankan masa Lansia dengan penuh makna.
Hari ini kita akan mempelajari Mazmur 71. Judul mazmur ini adalah “Doa Minta Perlindungan di Masa Tua”. Banyak ahli tafsir meyakini bahwa mazmur ini dikarang oleh Yeremia di masa tuanya. Ada juga yang berpendapat bahwa pengarang mazmur ini adalah Daud. Beberapa ayat memang bisa dipakai untuk mengacu kepada Daud, misalnya kecakapan memainkan alat musik gambus dan kecapi (ay 22). Demikian pula ay 7 dan 21 menyiratkan bahwa pemazmur adalah orang yang sangat diberkati oleh Allah. Apabila benar pengarang mazmur ini adalah Daud, kemungkinan besar mazmur ini dikarang pada saat dia berusia lanjut (60-70 tahun) ketika dia dikudeta oleh putranya sendiri Absalom, sehingga harus melarikan diri dari Yerusalem (bdk 2 Sam 15:13-37).
Namun, di tengah kesulitan hidup yang dialaminya di masa tua, pemazmur nampaknya berhasil mengatasi semua persoalan dengan baik. Apa rahasianya? Barangkali mazmur ini tepat dinamai “Kiat Menjadi Lansia Seturut Kehendak Allah.” Ada empat hal dapat dipelajari dari pemazmur tentang bagaimana melewati masa lanjut usia dengan tabah dan arif, meskipun di tengah ujian dan cobaan.
Pertama, kita perlu mengenal Allah dengan baik. Seringkali pengenalan akan Allah yang kurang atau tidak sempurna membuat hidup manusia menjadi tidak bermakna. Siapakah Allah dan bagaimana Dia berperan dalam hidup kita? Mazmur 71 memberikan jawabannya: Allah adalah perlindungan (ay 1, 7), keselamatan (ay 2-4), pengharapan dan kepercayaan (ay 5, 14), keadilan (ay 15, 19), keperkasaan (ay 16), guru (ay 17), dan pembebas (ay 23). Manusia yang percaya kepada Allah, tetapi tidak mengenal-Nya dengan baik ibarat seseorang yang memiliki banyak gawai (gadget), namun tidak tahu bagaimana cara mempergunakannya.
Kedua, kita perlu mengembangkan kebiasaan mempercayai Allah. Mengandalkan Allah harus dimulai sejak usia kecil (ay 5, 6) sampai masa tua (ay 9, 18). Pada ay 20 diceritakan bahwa pemazmur telah mengalami banyak pengalaman hidup dengan Allah. Pemazmur meyakini bahwa semua persoalan hidupnya berasal dari Allah karena Dia ingin “mengasah” kita. Di dalam segala permasalahan hidup Allah tidak pernah meninggalkan manusia. Kemampuan manusia mengatasi problema kehidupan bersama-sama dengan Allah menjadikannya manusia yang lebih matang.
Ketiga, kita perlu mengembangkan kebiasaan untuk memuji Allah. Berkali-kali pemazmur melambungkan pujian kepada Allah (ay 6, 8, 14, 22-24). Pada ay 6, 8, dan 14 pemazmur menyatakan bahwa dia “selalu” dan “senantiasa” memuji Allah “sepanjang hari.” Memuji Allah merupakan salah satu bentuk pewartaan kabar baik.
Keempat, kita perlu mengembangkan kebiasaan untuk berharap kepada Allah. Dua kali dia memohon kepada Allah agar jangan meninggalkannya di masa tuanya (ay 9, 18) ketika kekuatannya habis (ay 9). Pengharapan kepada Allah kembali menjadi pokok pewartaannya. Dengan berharap kepada Allah, pemazmur yakin dapat mengatasi persoalan hidupnya bahkan rencana-rencana buruk musuhnya.
Keempat butir di atas ternyata merupakan cara hidup sebagai pelayan Allah. Menjadi Lansia tidak lantas menghentikan pelayanan kepada Allah dan sesama. Selama hayat masih dikandung badan, seorang pengikut Allah tidak boleh berhenti mewartakan kebesaran dan kemuliaan Allah. Pada ay 18 pemazmur yang sudah lanjut usia ini mewartakan kebesaran Allah kepada angkatan yang lebih muda. Karena Lansia sudah hidup lebih lama daripada kelompok lain, wajarlah mereka memiliki lebih banyak kesaksian hidup dan pengalaman iman, yang pasti sangat bermanfaat untuk rekan-rekannya yang lebih muda.
Allah menginginkan setiap pengikutnya melewati masa Lansia dengan lebih banyak meluangkan waktu untuk mengenal-Nya dengan lebih baik. Dengan demikian, masa Lansia adalah masa untuk mengembangkan kebiasaan untuk mempercayai, memuji, dan berharap kepada Allah. Masa Lansia adalah kesempatan emas untuk menjadi pewarta Injil. Maka, kepada para Lansia, jangan pernah berhenti untuk mewartakan dan melambungkan pujian dan mazmur tentang kebesaran Allah kepada generasi penerus. Inilah jalan yang dianjurkan oleh pengarang Mazmur 71.
Lansia Tetap Giat Bekerja di Ladang Tuhan
Lansia Semakin Dekat dengan Sabda Tuhan
Kelompok Lansia - Kesempatan Emas Mewartakan Injil