KERAHIMAN ALLAH
Dipublikasikan tanggal 04 February 2016
KERAHIMAN ALLAH
Bangsa Israel menanti dengan cemas kedatangan Musa. Sejak Musa naik ke Gunung Sinai, sudah hampir empat puluh hari dia tinggal di sana dan belum kembali juga. Maka, habislah kesabaran mereka dan mereka pun mengerumuni Harun. Mereka minta kepada Harun agar dibuatkan allah buat mereka. Anehnya, Harun pun tunduk pada permintaan mereka. Orang-orang Israel menyerahkan seluruh perhiasan emas mereka kepada Harun, lalu dibuatnyalah sebuah patung anak lembu emas. Tidak lupa Harun mendirikan sebuah mezbah di depan patung itu dan mempersembahkan kurban kepadanya. Perayaan pun dimeriahkan dengan pesta dan mereka sangat bersukaria.
Apa reaksi TUHAN? Karena pelanggaran bangsa Israel menyangkut perintah yang pertama dan paling utama dalam Sepuluh Firman Allah, Dia bermaksud untuk membinasakan bangsa yang tegar tengkuk itu dengan murka-Nya. Tuhan ingin memulai segala sesuatu dari awal dengan Musa dan keturunannya saja. Namun, Musa berupaya melunakkan hati Allah. Dengan berbagai alasan dia menolak malapetaka yang selayaknya didatangkan oleh Allah atas Israel. Maka, Tuhan akhirnya tidak jadi menimpakan malapetaka itu kepada umat yang melanggar firman-Nya.
Sekarang kita akan merenungkan mengapa akhirnya Tuhan mengampuni bangsa Israel. Perantaraan Musa mungkin saja berpengaruh sedikit banyak, akan tetapi di sinilah bangsa Israel seharusnya menyadari siapa TUHAN, Allah mereka. Kel 34:6-7 memberikan penjelasan yang tepat.
Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: “TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa;…”
Dua ayat ini menunjukkan sifat dari Allah bangsa Israel terutama lewat empat patah kata Ibrani: hannun, rahum, hesed, dan emet. “Hannun” berarti Allah pengasih, Allah yang pemurah, Allah yang suka memberi anugerah. “Rahum” berarti Allah penyayang; kata “rahum” berkaitan dengan rahim (kandungan), sehingga kita bisa membayangkan kasih seorang ibu kepada anaknya. Seorang ibu menyayangi anaknya yang kecil dan lemah. Dalam menyayangi anak, seorang ibu pasti panjang sabar dan tidak cepat marah. Tuhan yang panjang sabar selalu sudi mengampuni kesalahan, pelanggaran, dan dosa umat-Nya. Kasih sayang Allah tidak lepas juga dari kasih-Nya (hesed) dan setia-Nya (emet). Kasih setia Tuhan kepada sebuah perjanjian menjadi nyata di saat umat melanggar perjanjian dan Tuhan terus-menerus bersedia memperbaharuinya.
“El rahum we hannun”, Allah penyayang dan pengasih menjadi pengakuan iman bangsa Israel dan kerap muncul dalam doa-doa mereka, misalnya dalam Mzm 86:15
Tetapi Engkau, ya Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih dan setia.
Seluruh pengalaman hidup beriman bangsa Israel dengan Tuhan adalah pengalaman akan kasih setia-Nya seperti ditulis dalam Yes 54:10
Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damai-Ku tidak akan bergoyang, firman TUHAN yang mengasihani engkau.
Dalam Perjanjian Baru kasih Allah dinyatakan dalam kata Yunani “eleos”. Dalam mitologi kuno Yunani, Eleos adalah dewa kerahiman, kasih setia dan pengampunan. Kata Yunani ini berasal dari akar kata yang berarti minyak yang dicurahkan. Maka, dalam liturgi ekaristi umat menyanyikan Kyrie eleison dan Christe eleison. Pada saat itu umat berdoa supaya kasih setia Allah dicurahkan kepada mereka. Para Bapa Gereja tidak pernah ragu akan keyakinan bahwa Gereja lahir dari luka lambung Yesus, dari mana keluar darah dan air, lambang dari rahmat dua sakramen: baptis dan ekaristi. Dengan demikian, eleos adalah kasih setia Allah yang dicurahkan kepada umat-Nya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kerahiman adalah nama Allah sendiri (el rahum we hannun) dan merupakan sifat Allah yang terutama. Berbicara tentang kerahiman berarti berbicara tentang Allah. Mencintai Allah berarti mencintai kerahiman. Menjadi pelayan Allah tidak lain adalah menjadi pelayan kerahiman. Dengan pemahaman inilah, kita diajak untuk memasuki dan melibatkan diri dalam Tahun Suci Luar Biasa Kerahimanan Allah.
Paus Fransiskus memaklumatkan Tahun Suci Luar Biasa Kerahiman Allah yang dimulai pada tanggal 8 Desember 2015 dan akan berakhir pada tanggal 20 November 2016. Untuk itu Keuskupan Agung Jakarta telah melakukan sosialisasi gerakan rohani dalam rangka mengajak seluruh umat Katolik untuk terlibat bersama hidup dalam semangat belas kasih Allah yang Maharahim. Tahun ini menawarkan kelimpahan rahmat Allah yang ditandai dengan indulgensi. Indulgensi akan didapatkan apabila seseorang sungguh berniat bertobat dan memperbaiki diri, dan melakukan upaya-upaya rohani dengan sungguh-sungguh.
“Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati” (Luk 6:36) merupakan motto Tahun Yubileum Kerahiman Allah. Motto ini harus menjadi penggerak hidup kita sebagai anak-anak Allah. Menampilkan Allah dalam kehidupan sehari-hari berarti menampilkan kerahiman dalam wajah konkret dan dalam hidup konkret di mana pun kita berada, baik dalam keluarga, pekerjaan, gereja, dan masyarakat. Artinya kita wajib menjadikan semangat kerahiman dan belaskasih Allah sebagai peristiwa hidup yang dialami setiap orang.
Tahun Kerahiman Allah Menawarkan Kelimpahan Rahmat Tuhan