AKU TELAH MENGAKHIRI PERTANDINGAN

Dipublikasikan tanggal 27 July 2016

AKU TELAH MENGAKHIRI PERTANDINGAN

In Memoriam : John Leong & Mosis

Tidak sengaja saya menemukan koleksi foto bersama almarhum John Leong dan Mosis ketika kami bersama-sama menghadiri pemakaman almarhum P. Antonio Murru di Manado pada tanggal 6 Mei 2015. Rupanya itulah momen terakhir kami melakukan perjalanan bersama. Kini mereka berdua sudah dipanggil Sang Khalik dan tragis berdekatan waktunya.  John Leong meninggal pada hari Jumat tanggal 15 Juli 2016 ketika saya sedang berada di Medan menghadiri pemakaman Papa Barus, orang tua dari Mobert yang meninggal sehari sebelumnya.

Pada saat pemakaman John Leong hari Selasa 19 Juli 2016 Mosis menolak ketika diajak pergi bersama ke krematorium Nirwana. “Saya  jaga rumah saja!” begitu sahutnya. Malam harinya saya sempat mampir di Pastoran dan mengobrol bersama para pastur dan beberapa orang umat. Tidak lain inti diskusi kami: kematian sebuah misteri!

Mosis dengan gaya santainya yang khas berkomentar, “Kalau saya meninggal, kalian jangan bersedih. Meriahkan kematian saya dengan tarian adat suku Karo dan makamkan saya di Deli Tua. Cuma ada 12 makam di sana dan 6 sudah terisi, saya tidak mau kehabisan jatah!” Tentu tidak ada seorang pun yang menyangka, bahwa ucapannya benar-benar nubuat yang digenapi pada hari Senin 25 Juli 2016. Mosis menghembuskan nafas yang terakhir di RS Mitra Kemayoran. Hidup dan mati benar-benar misteri.

Apa yang dapat kita renungkan dari kepergian dua orang sahabat yang sangat kita kasihi ini? Saya teringat akan tulisan St. Paulus kepada Timotius, murid yang sangat dikasihinya, beberapa saat sebelum dia dihukum mati di Roma. Begini tulisannya:

Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya. (2 Tim 4:6-8)

Kehidupan di dunia adalah sebuah pertandingan dan setiap pertandingan memang harus diselesaikan. Maka, tugas setiap manusia adalah mengakhiri pertandingan dengan baik dengan cara mencapai garis finis. Bagaimana hal itu dapat dilakukan? Paulus memberi dua cara: menjadikan diri kita sebagai persembahan untuk Tuhan dan senantiasa memelihara iman. Hanya manusia yang dapat mengakhiri pertandingan hidup di dunia ini dengan baik yang layak menerima mahkota kebenaran. Saya yakin sepenuhnya, John Leong dan Mosis sudah memperolehnya. Di sisi Tuhan mereka sekarang sedang berdoa untuk kita semua, “Jia you! Mahkota kebenaran ini bukan  cuma untuk kami, melainkan untuk kalian juga, yang merindukan kedatangan Kristus!” Bukankah setiap merayakan Ekaristi kita menyatakan iman kita, “… kedatangan-Nya kita rindukan”?

Air mata belum kering mengantar kepergian John Leong ketika duka baru menoreh hati semua umat Paroki St. Lukas. Mosis yang begitu memesona umat dengan gayanya yang khas dan khotbahnya yang singkat padat jelas, menyusul John Leong. Tetapi, saya teringat dengan celotehan Mosis mengomentari pemakaman John Leong, “Jangan bersedih, meriahkan kematian saya dengan tarian Karo.” Dia sungguh memahami bahwa kematian dalam Kristus adalah persatuan dengan-Nya. Kembali saya teringat dengan khotbah Romo Yosef pada misa malam kembang untuk John Leong, di mana dia mengutip sebuah pepatah Latin hodie mihi, cras tibi (hari ini saya, besok giliran kamu).  Hidup dan kematian adalah misteri, maka marilah menjalankan hidup yang sementara ini dengan mengandalkan Allah semata-mata.

Foto Jepretan Almarhum Mosis, Manado 6 Mei 2015